Syariah

Beda Hadiah, Risywah, dan Judi dalam Program Urun Dana

Sab, 5 Juni 2021 | 09:30 WIB

Beda Hadiah, Risywah, dan Judi dalam Program Urun Dana

Hadiah merupakan risywah manakala hadiah itu disampaikan dalam bentuk uang tunai yang disertai harapan memuluskan proyek atau hasrat pemberinya.

Crowdfunding merupakan program urun dana yang dilakukan melalui teknologi informasi dengan peran dan aturan tertentu. Ada 4 jenis crowdfunding, yakni equity crowdfunding, securities crowdfunding, donation-based crowdfunding, dan reward-based crowdfunding. Sebenarnya P2P (peer to peer) lending juga termasuk bagian dari crowdfunding dan masuk dalam rumpun tersendiri yaitu loan-based crowdfunding. Kali ini, kita akan mengkaji soal reward-based crowdfunding.

 

 

Reward-based crowdfunding (crowdfunding berbasis hadiah) ini seringkali dioperasikan bersamaan dengan crowdfunding berbasis donasi. Pada jenis ini, jumlah kontribusi yang akan diberikan individu telah dipaketkan sesuai dengan hadiah yang akan diberikan.

 

Hadiah dapat berupa pencantuman nama pada kredit proyek, penamaan (acknowledgements) pada merchandise, kesempatan untuk bertemu dengan kreator proyek, undangan untuk menghadiri acara khusus yang berkaitan dengan proyek, dan sebagainya.

 

Pemberian hadiah ini bervariasi dan umumnya semakin besar sumbangan yang diberikan, semakin banyak atau semakin berkualitas hadiah yang diberikan. Contoh crowdfunding pada basis hadiah ini adalah indogiving.

 

Indogiving mendefinisikan dirinya sebagai marketplace tempat terjadinya transaksi untuk tujuan yang baik. Platform ini melakukan pendekatan kepada donatur yang telah ikut berperan aktif membantu mendonasikan dananya untuk suatu proyek.

 

Reward Based Crowdfunding terkadang juga dilakukan untuk membiayai proyek-proyek berupa produk kreatif seperti pembuatan aplikasi dan games. Pada crowdfunding jenis ini para pemilik modal akan mendapatkan imbalan berupa barang atau jasa sesuai dengan proyek kreatif yang dikerjakan, dan bukan mendapatkan keuntungan berupa uang. Biasanya sebelum melakukan proses reward based crowdfunding pihak penggalang dana akan mengajukan proposal terlebih dahulu.

 

Hadiah dalam Penggalangan Dana: Benarkah Berstatus Hadiah?

Penggalangan dana untuk membangun sebuah proyek tertentu yang disertai dengan sejumlah hadiah kepada donaturnya ini setidaknya memantik perhatian kita semua. Sudah barang tentu, perhatian kita ini tertuju pada diksi “hadiah” itu sendiri.

 

Alasannya sederhana sekali. Pertama, karena diksi “hadiah” itu sendiri dekat dengan risywah. Kedua, diksi “hadiah” yang disertai dengan penyerahan harta sebelumnya, dan penyampaiannya melewati proses pengundian, adalah sangat akrab dengan perjudian/gambling. Anda masih ingat dengan tulisan tentang SDSB yang dulu pernah penulis sampaikan, bukan?

 

Dilihat dari namanya saja, SDSB sudah memiliki kesan yang sama dengan RCF, yaitu Sumbangan Dana Sosial Berhadiah. Anda menyumbang atas nama kepentingan sosial, maka Anda akan mendapat hadiah. Begitulah kiranya.

 

Sudah barang tentu, penyampaian hadiah itu juga akan disampaikan setelah melalui proses pengundian (qar’ah). Sebab, dengan peserta yang terdiri dari banyak donatur, maka tidak mungkin seluruhnya mendapat hadiah. Pasti hanya 1, 2, 3 atau berpuluh-puluh orang yang mendapatkan hadiah tersebut. Lalu mengapa SDSB itu diharamkan sementara RCF itu diperbolehkan? Ini menariknya untuk kita cermati.

 

SDSB diharamkan karena illat (alasan) perjudian. Larangan perjudian ini sudah ditegaskan secara nash lewat Al-Qur’an Surat al-Maidah [5] ayat 90. Di dalam perjudian, terdapat beberapa mekanisme sebagai berikut:

  1. Ada penyerahan harta
  2. Ada objek untuk spekulasi
  3. Bagi pemenangnya, yang mampu menebak dan cocok, maka dia akan mendapatkan hadiah yang telah ditetapkan oleh bandar
  4. Hadiah menang taruhan dilarang karena ada unsur memakan harta orang lain secara batil

 

لاَيَجُوْزُ ِلأَحَدٍ أَنْ يَأْخُذَ مَالَ أَحَدٍ بِلاَ سَبَبٍ شَرْعِيٍّ

 

"Seseorang/pihak tertentu tidak boleh mengambil harta milik pihak lain tanpa sebab yang sah menurut syara'." (Syekh Ahmad Ibn Syekh Muhammad al-Zarqa, Syarh al-Qawa'id al-Fiqhiyyah [Damaskus: Dar al-Qalam], 1989, h. 465).

 

أَكْلُ الْمَالِ بِالْبَاطِلِ حَرَامٌ

 

"Mengambil harta secara tidak sah (bathil) adalah haram." (Athiyah Adlan Athiyah Ramadhan, Mausu'ah al-Qawa'id al-Fiqhiyyah [Iskandariyah: Dar al-Aiman], 2007, h. 272).

 

Kedekatan Hadiah dengan Risywah

Selain hadiah memiliki kedekatan dengan judi, hadiah juga memiliki kedekatan dengan risywah (suap). Misalnya seorang hakim yang tengah menangani sebuah perkara, tiba-tiba kemudian menerima pemberian dari pihak yang sedang berperkara atas nama hadiah. Tentu secara nalar, dakwaan pemberian sebagai hadiah ini akan menimbulkan tanda tanya.

 

Tidak etis bagi seorang hakim menerima pemberian dari pihak yang kasusnya tengah ditanganinya. Ketidaketisan tersebut disebabkan hadiah bisa memalingkan rasa sang hakim untuk condong kepada salah satu pihak yang berperkara. Itulah sebabnya, syara’ melabeli pemberian ini sebagai tindakan risywah (suap) yang haram hukumnya.

 

Namun, hakim kan juga manusia. Ia berhak untuk melakukan apresiasi kemanusiaannya. Ia juga berhak menerima hadiah karena prestasinya, karena hubungan kekerabatannya, dan sejenisnya.

 

Di sini kemudian timbul yang namanya pembatasan oleh syara’. Bahwa hadiah atas seseorang yang berprofesi sebagai hakim adalah boleh manakala saling memberi hadiah itu sudah berlaku sejak lama sebelum pelaku menjabat sebagai hakim. Aktivitas ini kemudian dilabeli sebagai adat. Di mana adat merupakan yang bisa dijadikan acuan hukum bahwa suatu pemberian kepada hakim kadangkala tidak bisa disebut sebagai risywah.

 

عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: تَهَادَوْا فَإِنَّ الهَدِيَّةَ تُذْهِبُ وَحَرَ الصَّدْرِ (فتح الباري، أحمد بن على بن حجر أبو الفضل العسقلاني الشافعي، بيروت: دارالمعرفة، 1379ه. ج. 5، ص. 197؛ سنن الترمذي، محمد بن عيسى أبو عيسى الترمذي السلمي، بيروت: دار إحياء التراث العربي، جز 4، ص 441)

 

“Dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW bersabda, "Saling memberi hadiahlah. Sesungguhnya hadiah itu menghilangkan rasa dengki." (Ibnu Hajar al-Asqalani, Fath al-Bari [Beirut: Dar al-Ma'rifah], 1379 H, juz 5, h. 197; Muhammad Ibn Isa Abu Isa al-Tirmidzi al-Silmi, Sunan al-Tirmidzi [Beirut: Dar Ihya' al-Turats al-Arabi], juz IV, h. 441).

 

Baru-baru ini, penulis sempat melakukan diskusi panjang mengenai pemberian pihak perusahaan TikTok dan Snack Video kepada member yang menginstal aplikasi keduanya di smartphone miliknya. Dalam pertimbangan penulis, pemberian itu adalah merupakan tindakan risywah. Mengapa? Sebab, tidak ada satu jalur prestasi pun yang bisa dibenarkan sebagai alasan untuk pemberian uang cash tersebut kepada user. Pasti ada apa-apa dibalik semua pemberian itu. Apa saja?

 

  1. Pemberian uang tunai itu dimaksudkan agar user TikTok dan Snack Video berlomba-lomba mengajak banyak orang guna menginstal kedua aplikasi tersebut dan selanjutnya menjalankan misi menonton video harian dengan upah berupa poin yang nilainya tentu sangat kecil sekali dibanding hasil yang diperoleh oleh developer dalam menjualbelikan diamond
  2. Pihak TikTok dan Snack Video hanya fokus pada pengembangan aplikasi dan menjual diamond ke para user
  3. Sebagian hasil penjualan diamond diberikan lagi kepada para user baru dan user lama yang menjadi referensinya
  4. Pihak kedua aplikasi itu terbebas dari membayar para pengunggah video dan melakukan streamer di aplikasinya, sebab mereka sudah mendapatkan penghasilan dari saweran para user baru atas nama Gift yang bisa dicairkan dalam bentuk uang tunai.

 

Tak urung tindakan memberikan uang tunai dengan harapan ada banyak user membeli diamond kepadanya, sementara pihak perusahaan terbebas dari menggaji para streamer dan uploader ini, menandakan bahwa ada risywah (suap) di balik pemberian uang di awal. Sementara itu, syariat sudah menetapkan bahwa bertindak selaku pihak penyuap dan yang disuap, keduanya adalah haram.

 

Batasan Syara’ mengenai Hadiah

Dari contoh kedua kasus risywah di atas, ada beberapa batasan syara’ mengenai hadiah bisa dikategorikan sebagai risywah, yaitu:

  1. Apabila hadiah itu bukan tumbuh atas dorongan rasa saling menyayangi sebagaimana ketetapan dari Baginda Nabi ﷺ “tahadu wa tahabbu! (saling memberi hadiahlah dan saling menyayangilah!)
  2. Suatu hadiah tidak bisa disebut sebagai risywah kendati hal itu dilakukan pada hakim atau pejabat selama kebiasaan saling beri itu sudah berlangsung lama sebelum kasus terjadi. Jadi ada landasan karena faktor hubungan kekerabatan, dan bukan disebabkan relasi antara pihak yang berperkara dengan yang memutus perkara
  3. Hadiah merupakan risywah manakala hadiah itu disampaikan dalam bentuk uang tunai yang disertai harapan memuluskan proyek atau hasrat pemberinya
  4. Hadiah berupa uang tunai yang menyertai aksi pemberian dana dengan harapan dana itu kembali adalah bukan termasuk hadiah, melainkan riba atas utang.
  5. Hadiah yang disampaikan kepada pihak donatur yang menyerahkan dana adalah bukan termasuk riba manakala hadiah itu ada dalam bentuk barang (nontunai).

 

Kajian ini sifatnya masih merupakan tinjauan secara global semata, dan masih membutuhkan banyak telaah, mengingat dalam reward-based crowdfunding ada banyak hal yang mesti ditetapkan batasan-batasannya. Semoga bermanfaat dalam mendorong kajian lebih lanjut! Wallahu a’lam bish shawab!

 

 

Muhammad Syamsudin, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah - Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur