Syariah

Bolehkah Suami Menerima Zakat dari Istri?

Rab, 27 Maret 2024 | 20:00 WIB

Bolehkah Suami Menerima Zakat dari Istri?

Hukum suami menerima zakat dari istri. (NU Online).

Dalam dunia yang semakin maju, banyak wanita menghasilkan uang sendiri. Di sisi lain para lelaki banyak yang berstatus pengangguran karena tidak dapat kesempatan bekerja. Dalam hal pasutri yang istrinya bekerja dan menghasilkan uang sendiri, ada benak dari istri untuk membantu suami dari segi apapun. Seperti halnya dalam segi finansial, istri ingin membantu finansial suami dengan memberikan zakatnya kepada suami yang notabene tidak mempunyai pekerjaan. Dari sini timbulah pertanyaan, hukum keabsahan suami menerima zakat dari istri.
 

Allah telah berfirman:
 

 إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاء وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
 

Artinya, “Sesungguhnya zakat itu hanya untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, para amil zakat, orang-orang yang dilunakkan hatinya (para mualaf), untuk (memerdekakan) para hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai kewajiban dari Allah. Allah maha mengetahui, maha bijaksana.” (QS At-Taubah: 60).
 

Ayat di atas menjelaskan tentang orang-orang yang berhak menerima zakat secara rinci yang teringkas dalam delapan golongan. Delapan golongan terpilih ini sebagai penerima zakat secara umum, baik itu zakat fitrah maupun zakat mal (harta).
 

Sebelum menjawab pertanyaan apakah suami boleh menerima zakat dari istri, perlu diketahui bahwa seorang muzakki boleh menasarufkan zakat terhadap keluarga, bahkan memberikan zakat kepada keluarga tergolong sebagai hal yang disunahkan. Sebab muzakki dengan melakukan hal tersebut akan mendapatkan dua pahala, yakni pahala membayar zakat dan pahala menyambung tali persaudaraan. Dalam hadits dijelaskan:
 

إنَّ الصَّدَقَةَ عَلَى الْمِسْكِيْنِ صَدَقَةٌ وَ عَلَى ذِيْ الرَّحِمِ اثْنَتَانِ صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ
 

Artinya, “Sungguh sedekah pada orang miskin mendapatkan (pahala) shadaqah, Shadaqah kepada saudara mendapatkan dua pahala, yakni (pahala) shadaqah dan (pahala) menyambung tali persaudaraan.” (HR An-Nasa’i).
 

Akan tetapi menasarufkan zakat terhadap keluarga terdapat dua ketentuan yang harus dipenuhi.

  1. Keluarga termasuk salah satu dari delapan golongan yang berhak menerima zakat sebagaimana dalam ayat di atas.
    Apabila tidak termasuk dari salah satunya maka tidak berhak menerima zakat.
     
  2. Keluarga bukanlah orang yang nafkahnya menjadi tanggungan wajib oleh seorang muzakki seperti saudara laki-laki, saudara perempuan, paman, bibi dan lain sebagainya. 

    وإذا كان للمالك الذي وجبت في ماله الزكاة أقارب لا تجب عليه نفقتهم ، كالإخوة والأخوات والأعمام والعمات والأخوال والخالات وأبنائهم وغيرهم، وكانوا فقراء أو مساكين، أو غيرهم من أصناف المستحقين للزكاة، جاز صرف الزكاة إليهم، وكانوا هم أولى من غيرهم 

    Artinya, “Jika pemilik harta yang wajib zakat memiliki kerabat yang tidak wajib baginya untuk menafkahi mereka, seperti saudara laki-laki, saudara perempuan, paman dari jalur ayah, bibi dari jalur ayah, paman dari jalur ibu, bibi dari jalur ibu, anak-anak mereka dan kerabat lainnya, sementara keadaan kerabat tersebut fakir atau miskin, atau memiliki sifat lain dari golongan orang-orang yang wajib zakat, maka boleh membagikan zakat kepada mereka, bahkan para kerabat ini lebih berhak dari orang lain.” (Mushtafa Said Al-Khin dkk., Al-Fiqhul Manhaji ‘ala Madzhabil Imamis Syafi’i, [Damaskus: Darul qalam], juz II, halaman 66).

    Apabila dari keluarga yang nafkahnya masih menjadi tanggungan wajib dari muzakki, maka tidak boleh memberikan zakat kepadanya.

    وَإِنْ كَانُوا مِمَّنْ تَجِبُ نَفَقَاتُهُمْ لَمْ يَجُزْ أَنْ يَدْفَعَ إِلَيْهِمْ مِنَ الزَّكَاةِ إِنْ كَانُوا فُقَرَاءَ أَوْ مَسَاكِينَ لِأَنَّهُمْ بِوُجُوبِ نَفَقَاتِهِمْ عَلَيْهِ قَدْ صَارُوا بِهِ أَغْنِيَاءَ

    Artinya, “Apabila dari keluarga yang wajib dinafkahi maka tidak boleh memberikan zakat kepadanya meskipun mereka adalah golongan fakir atau miskin. Karena kewajiban menafkahinya menjadikannya seperti orang yang kaya.” (Al-Mawardi, Al-Hawil Kabir, [Beirut: Darul Kutubil Ilmiah], jilid VIII, halaman 535)


Bagaimana dengan suami? Apakah dia termasuk keluarga yang wajib dinafkahi oleh istri? Sehingga tidak boleh menerima zakat dari istrinya?
 

Dalam Islam, istri tidak wajib menafkahi suaminya sehingga suami masih bisa menerima zakat dari istrinya: 
 

فَأَمَّا الزَّوْجَةُ فَيَجُوزُ لَهَا دَفْعُ زَكَاتِهَا إِلَى زَوْجِهَا مِنَ السِّهَامِ كُلِّهَا
 

Artinya, “Adapun seorang istri boleh memberikan zakatnya kepada suaminya yang menjadi mustahik zakat dari golongan apapun” (Al-Mawardi, Al-Hawil Kabir, [Beirut, Darul Kutubil 'Ilmiyah], jilid VIII, halaman 537).
 

Bahkan hal ini disunahkan. Bagi istri disunahkan memberikan zakat kepada suami yang berstatus fakir. 
 

يسن للزوجة إذا كانت غنية، ووجبت في مالها الزكاة، أن تعطي زكاة مالها لزوجها إن كان فقيرا، وكذلك يستحب لها أن تنفقها على أولادها إن كانوا كذلك، لأن نفقة الزوج والأولاد غير واجبة على الأم والزوجة
 

Artinya, “Disunahkan bagi istri yang kaya dan wajib zakat dari hartanya, untuk memberikan zakat tersebut kepada suaminya yang fakir. Begitu juga disunahkan bagi istri untuk memberikan zakat pada anak-anaknya, jika anaknya dalam keadaan fakir, sebab menafkahi suami dan anak tidak wajib bagi istri dan ibu.” (Al-Khin dkk., II/65).
 

Dari sini dapat kita simpulkan bahwa suami boleh menerima zakat istri, bahkan istri dianjurkan untuk memberikan zakatnya kepada suaminya, karena suami termasuk keluarga yang nafkahnya tidak menjadi tanggungan istri.
 

Meskipun begitu, bukan berarti suami bisa diam saja dirumah dengan menikmati jerih payah istri. Akan tetapi suami harus mencari pekerjaan yang halal guna menafkahi istri yang sudah menjadi kewajibannya. Wallahu a'lam.
 

Ustadz Muhammad Afifuddin​​​​​​​, Ketua LBM PP Mambaus Sholihin 9