Syariah

Bolehkan Menjadi Badal Haji Lebih dari Satu Orang?

Rab, 5 Juni 2024 | 22:00 WIB

Bolehkan Menjadi Badal Haji Lebih dari Satu Orang?

Ilustrasi jamaah haji. (Foto: NU Online/Faizin)

Badal haji adalah sebuah praktik ketika seseorang melakukan ibadah haji atas nama orang lain yang tidak bisa melakukannya sendiri karena alasan tertentu, seperti sakit, usia tua, atau sudah meninggal dunia. Dalam kajian fiqih, praktik ini diperbolehkan dan dapat menggugurkan kewajiban hajinya dengan syarat-syarat tertentu.  

 

Ada empat syarat orang yang menjadi badal haji agar badalnya dinilai sah, yaitu sebagaimana berikut:

 
  1. Seseorang yang sah untuk melakukan haji dengan dirinya sendiri, yaitu harus baligh, berakal, merdeka dan muslim.
  2. Tidak memiliki kewajiban haji atas dirinya sendiri. Artinya, dia sudah pernah menunaikan haji sebelumnya. 
  3. Dapat dipercaya untuk melakukan badal haji.
  4. Tidak sedang dalam kondisi ma'dhub, yakni orang yang tidak mampu melaksanakan haji sendiri karena umurnya yang sudah terlampau tua, lumpuh, sakit yang tidak ada harapan sembuh, pikun dan lainnya. Intinya tidak mampu menaiki kendaraan, sehingga tidak mampu melaksanakan haji sendiri apalagi menjadi badal haji orang lain. (Abu Zakariya Muhyiddin bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmû' Syarh al-Muhadzdzab, [Beirut: Darul Fikr: t.t], Juz VII, halaman 100).
 

Pertanyaan selanjutnya, bolehkan menjadi badal haji untuk lebih dari satu orang? Mengenai pertanyaan ini, Imam an-Nawawi berkata:

 

قَالَ أصحابنا لو استاجر رجلان يَحُجُّ عَنْهُمَا فَأَحْرَمَ عَنْهُمَا مَعًا أَنْعَقَدَ إحْرَامُهُ لِنَفْسِهِ تَطَوُّعًا وَلَا يَنْعَقِدُ لِوَاحِدٍ مِنْهُمَا لِأَنَّ الْإِحْرَامَ لَا يَنْعَقِدُ عَنْ اثْنَيْنِ وَلَيْسَ أَحَدُهُمَا أَوْلَى مِنْ الْآخَرِ وَلَوْ أَحْرَمَ عَنْ أَحَدِهِمَا وَعَنْ نَفْسِهِ مَعًا انْعَقَدَ إحْرَامُهُ عَنْ نَفْسِهِ لِأَنَّ الْإِحْرَامَ عَنْ اثْنَيْنِ لَا يَجُوزُ وَهُوَ أَوْلَى مِنْ غَيْرِهِ فَانْعَقَدَ هَكَذَا نَصَّ عَلَيْهِ الشَّافِعِيُّ فِي الْأُمِّ وَتَابَعَهُ الشَّيْخُ أَبُو حَامِدٍ وَالْقَاضِي أَبُو الطَّيِّبِ وَالْأَصْحَابُ

 

Artinya, "Ashḫabu Syafi'i berkata: Jika dua orang menyewa seseorang untuk melakukan haji atas nama mereka berdua, lalu orang tersebut melakukan ihram atas nama keduanya sekaligus, maka ihramnya akan dianggap sebagai ihram sunnah untuk dirinya sendiri, tidak sah untuk salah satu dari kedua orang tersebut. Sebab, ihram tidak bisa dilakukan atas nama dua orang sekaligus, dan tidak ada satupun dari mereka yang lebih berhak atas yang lainnya. Jika orang tersebut melakukan ihram atas nama salah satu dari keduanya dan dirinya sendiri sekaligus, maka ihramnya akan dianggap sebagai ihram untuk dirinya sendiri. Sebab, ihram atas nama dua orang tidak diperbolehkan, dan ia lebih berhak daripada orang lain, sehingga dengan demikian ihramnya hanya dianggap untuk dirinya sendiri. Hal ini dinyatakan oleh Imam Syafi'i dalam kitab Al-Umm, dan diikuti oleh Syaikh Abu Hamid, Qadhi Abu Thayyib, dan para ulama lainnya." (Abu Zakariya Muhyiddin bin Syaraf an-Nawawi, al-Majmû' Syarh al-Muhadzdzab, [Beirut: Darul Fikr: t.th], Juz VII, halaman 138).

 

Selaras dengan penjelasan Imam an-Nawawi di atas, Syekh Wahbah Az-Zuhaili juga mengatakan hal yang serupa dan beliau juga menjelaskan konsekuensi dari seorang yang menjadi badal haji lebih dari satu orang, sebagaimana berikut:

 

 لو أمره اثنان بالحج عنهما، فأحرم عنهما معاً، فهو مخالف، ويقع الحج عنه، ويضمن النفقة لهما إن أنفق من مالهما؛ لأن كل واحد منهما أمره بحج تام ولم يفعل، فصار مخالفاً لأمرهما، فلم يقع حجه عنهما، فيضمن لهما. ووقع الحج عن الحاج؛ لأن الأصل أن يقع كل فعل عن فاعله، وإنما يقع لغيره بجعله، فإذا خالف لم يصر لغيره، فبقي فعله له

 

Artinya, "Jika ada dua orang yang memerintahkannya untuk berhaji atas nama mereka berdua, dan dia berniat ihram untuk keduanya sekaligus, maka ini adalah tindakan yang tidak sesuai. Haji yang dilakukannya sah atas nama dirinya sendiri, dan dia harus mengganti biaya kepada keduanya (mengembalikan biayanya) jika dia mengeluarkan biaya dari uang mereka. karena masing-masing dari keduanya memerintahkannya untuk melakukan haji yang sempurna, namun dia tidak melakukannya sesuai perintah mereka, sehingga dia melanggar perintah mereka, maka hajinya tidak dianggap sah untuk keduanya, dan dia harus mengganti biaya kepada keduanya. Haji tersebut jatuh untuk dirinya sendiri; karena pada dasarnya setiap tindakan dianggap atas nama pelakunya, dan hanya bisa jatuh untuk orang lain jika dia menjadikannya demikian. Jika dia melanggar, maka tidak bisa jatuh untuk orang lain, sehingga tindakannya tetap untuk dirinya sendiri." (Wahbah bin Musthafa az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adilatuh, [Damaskus, Darul Fikr: 1418 H], juz III, halaman 2114). 

 

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seseorang hanya boleh dan sah menjadi badal haji untuk satu orang juga. Jadi, jika ada oknum yang menerima haji badal lebih dari satu orang kemudian dilakukan sendiri maka haji yang dilakukannya itu hanya sah atas nama dirinya sendiri, tidak untuk yang lain. 

 

Perbuatan tersebut adalah perbuatan yang menyimpang, karena masing-masing dari yang membadalkan hajinya memerintahkan untuk melakukan haji yang sempurna, namun yang dilakukannya tidak sesuai dengan yang diperintahkan. Sebagai konsekuensinya, dia harus mengembalikan biaya badal haji yang telah diberikan. Jika tidak dikembalikan maka termasuk memakan harta orang lain dengan batil dan hukumnya haram. Wallahu a'lam.

 

Ustadz Muhammad Hanif Rahman, khadim Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo