Syariah

Dosa Besar Kekerasan Seksual pada Anak dalam Islam

Kam, 30 November 2023 | 19:00 WIB

Dosa Besar Kekerasan Seksual pada Anak dalam Islam

Ilustrasi: kekerasan (via baomoi.com)

Di antara kasus kekerasan terhadap perempuan, anak-anak termasuk yang sering menjadi korban kekerasan. Dalam catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) tercatat sepanjang 2022 sebanyak 4.683 aduan. 
 

Kejahatan seksual merupakan bentuk kekerasan terhadap anak yang paling banyak terjadi. Dari total 4.683 kasus, sebanyak 834 kasus merupakan kejahatan seksual. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak masih rentan menjadi korban pelecehan seksual.

 

Kasus kekerasan terhadap anak dapat berdampak negatif yang sangat besar terhadap korban, baik secara fisik, mental, maupun sosial. Korban kekerasan terhadap anak dapat mengalami trauma, depresi, gangguan perilaku, hingga gangguan kesehatan fisik. Oleh karena itu, penting untuk melindungi anak dari segala bentuk kekerasan.

 

Berdasarkan buku Hak dan Perlindungan Anak dalam Islam; Pandangan Islam tentang Perlindungan dari Kekerasan dan Tindakan-tindakan Berbahaya, halaman 49, bahwa yang dimaksud dengan kekerasan seksual terhadap anak adalah penyalahgunaan anak sebagai alat pemuas hasrat seksual seseorang. Kejahatan seksual itu berawal dari pelecehan seksual dan berujung pada hubungan seksual yang nyata dengan anak-anak. 

 

Kekerasan seksual terhadap anak berdampak negatif bagi anak, seperti rasa jijik yang berlarut-larut, rasa terhina, dan direndahkan harga dirinya yang tidak berkesudahan, bahkan kelak sampai dewasa akan tetap ada trauma. Pada sisi lain juga, kekerasan seksual berdampak buruk bagi fisik pada anak, antara lain robeknya selaput dara [bakarah] dan kemungkinan penularan seksual sipilis dan gonore. 

 

Islam sangat keras dan tegas menyikapi praktik kejahatan dan penyimpangan seksual pada anak-anak. Dalam Islam, tindakan kekerasan seksual terhadap anak-anak hukumnya haram, sebab dampak yang besar dari tindakan tersebut. Menurut ulama, pelaku kekerasan seksual dalam Islam, dikenakan hukuman yang sangat berat.
 

Lebih jauh lagi, dalam Islam tindakan kekerasan seksual dekat dengan kejahatan zina—yang memiliki konsekuensi hukum yang berat dalam Islam. Pasalnya, tindakan tersebut merupakan suatu bentuk persetubuhan yang tidak sah, baik secara hukum maupun secara moral. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Imam Jalaluddin As-Suyuthi dalam kitab Ad-Dibaj, jilid VI, halaman 20, bahwa tindakan pelecehan seksual termasuk dalam kategori zina majazi, yaitu perbuatan yang menyerupai zina, tetapi tidak memenuhi unsur-unsur zina hakiki, yaitu adanya persetubuhan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya.

 

إن الله سبحانه تعالى كتب على بن آدم حظه من الزنى الحديث معناه أن بن آدم قدر عليه نصيب من الزنى فمنهم من يكون زناه حقيقيا بإدخال الفرج في الفرج الحرام ومنهم من يكون زناه مجازا) بالنظر الحرام ونحوه من المذكورات فكلها أنواع من الزنى المجازي والفرج يصدق ذلك أو يكذبه أي إما أن يحقق الزنى بالفرج أو لا يحققه بأن لا يولج وإن قارب ذلك وجعل بن عباس هذه الأمور وهي الصغائر تفسيرا للمم فإن في قوله تعالى الذين يجتنبون كبائر الإثم والفواحش إلا اللمم النجم عمر فتغفر باجتناب الكبائر

 

Artinya, “Maksud hadits ‘Allah telah menakdirkan anak Adam sebagian dari zina’ adalah bahwa setiap anak Adam ditakdirkan melakukan sebagian dari zina. Sebagian dari mereka ada yang berzina hakiki dengan memasukkan alat kelamin ke dalam kelamin yang diharamkan. Sebagian lainnya berzina secara majazi, yaitu memandang yang diharamkan atau semisalnya yang tersebut dalam hadits. Semua yang tersebut itu merupakan zina majazi.

 

Sedangkan alat kelamin membuktikan (membenarkannya) atau mendustakannya, bisa jadi dengan merealisasikan zina dengan alat kelamin atau tidak merealisasikannya dengan tidak memasukkan alat kelaminnya meski hanya mendekati.

 

Ibnu Abbas memahami tindakan itu semua sebagai dosa kecil sebagai tafsiran atas kata ‘al-lamam’ atau kesalahan kecil. Allah berfirman, ‘Orang yang menjauhi dosa besar dan perbuatan keji selain kesalahan kecil,’ pada surat An-Najm. Kesalahan kecil itu dapat diampuni dengan menjauhi dosa besar.”

 

Kemudian yang menjadi soal, bagaimana hukum status pelaku kekerasan seksual pada anak? Jawabannya, Islam menetapkan hukuman pidana berat bagi pelaku, dengan dikenakan hukuman takzir. Pasalnya, perbuatan bejat itu berdampak buruk pada anak yang menjadi korbannya. 

 

Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam kitab Al-Muhaddzab fi Fiqhil Imam As-Syafi'i, jilid IV, karya Imam Imam Abu Ishaq Ibrahim al-Syairazi halaman 373:

 

من أتى معصية لا حد فيها، ولا كفارة كمباشرة الأجنبية فيما دون الفرج، وسرقة ما دون النصاب أو السرقة من غير حرز، أو القذف بغير الزنا، أو الجناية التي لا قصاص فيها وما أشبه ذلك من المعاصي، عزر على حسب ما يراه السلطان 

 

Artinya: “Barangsiapa melakukan dosa yang tidak ada hukuman had atau kafarahnya, seperti bersentuhan dengan perempuan ajnabi di luar kemaluan, mencuri barang yang nilainya kurang dari nishab atau mencuri tanpa penjagaan, menuduh seorang Muslim dengan tuduhan selain masalah perzinaan, atau penganiayaan yang tidak ada qishashnya, dan lain-lain dari dosa-dosa seperti itu, maka ia dijatuhi hukuman ta'zir sesuai dengan apa yang dijatuhkan oleh pemerintah yang berwenang.”

 

Sementara itu menurut fatwa Dar Ifta Al-Mishriyah pada 6 Juni 2019, bahwa kekerasan seksual [termasuk pada anak], masuk kategori perbuatan yang haram secara syariat. Pun tindakan tersebut tergolong dosa besar, dan merupakan kejahatan yang melawan hukum. Ulama menyebutkan bahwa kekerasan seksual hanya dilakukan oleh orang-orang berhati sakit dan hawa nafsu yang hina. Pelaku bejat ini mengotori dan mencemarkan diri dengan lumpur nafsu dengan cara yang hewani dan tanpa kontrol akal atau kemanusiaan.

 

Karena itu, kita harus bersama-sama mencegah terjadinya pelecehan seksual dengan cara memberikan edukasi dan pemahaman kepada masyarakat, serta menindak tegas pelaku pelecehan seksual. Simak penjelasan ulama terkait persoalan tersebut; 

 

التحرش الجنسي حرامٌ شرعًا، وكبيرةٌ من كبائر الذنوب، وجريمةٌ يعاقب عليها القانون، ولا يصدر إلا عن ذوي النفوس المريضة والأهواء الدنيئة التي تَتَوجَّه همَّتها إلى التلطُّخ والتدنُّس بأوحال الشهوات بطريقةٍ بهيميةٍ وبلا ضابط عقليٍّ أو إنسانيّ

 

Artinya, “Pelecehan seksual adalah perbuatan yang dilarang secara syariat, termasuk dosa besar, dan merupakan kejahatan yang diancam hukuman oleh hukum. Pelecehan seksual hanya dilakukan oleh orang-orang yang berhati sakit dan bernafsu rendah yang mengarahkan tujuannya untuk mengotori dan mencemarkan diri dengan lumpur nafsu dengan cara yang buas dan tanpa kendali akal atau kemanusiaan.”

 

Dengan demikian, dalam Islam perbuatan kekerasan seksual pada perempuan dan anak-anak termasuk dalam dosa besar, dan perbuatan yang dilarang syariat. Untuk itu, seyogianya kita bersama-sama melindungi anak-anak dari para pedofil seksual ini. Wallahu a'lam.

 

Ustadz Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Keislaman, tinggal di Ciputat