Syariah

Fenomena Fatherless dan Pentingnya Peran Ayah dalam Pertumbuhan Anak

Sel, 12 September 2023 | 14:00 WIB

Fenomena Fatherless dan Pentingnya Peran Ayah dalam Pertumbuhan Anak

Fenomena Fatherless dan Pentingnya Peran Ayah dalam Pertumbuhan Anak. (Foto ilustrasi: NU Online/Freepik)

Belakangan tengah viral kabar bahwa Indonesia sebagai negara dengan jumlah keluarga fatherless terbanyak di dunia. Berdasarkan data dari United Nations Children's Fund (UNICEF) tahun 2021. Sekitar 20,9% anak-anak di Indonesia tumbuh tanpa kehadiran ayah. Pada sisi lain, menurut data Susenas 2021, jumlah anak usia dini di Indonesia mencapai 30,83 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, 2,67% atau sekitar 826.875 anak usia dini tidak tinggal bersama ayah dan ibu kandung. Kemudian, 7,04% atau sekitar 2.170.702 anak usia dini hanya tinggal bersama ibu kandung.


Artinya, dari jumlah 30,83 juta anak usia dini yang ada di Indonesia, sekitar 2.999.577 orang kehilangan sosok ayah atau tidak tinggal bersama dengan ayahnya. Tentu ini jumlah yang banyak, belum lagi anak yang tidak mendapatkan perhatian, kasih sayang, dan cinta ayah, meskipun ayah ada secara fisik. Ironis memang, padahal peran ayah sangat signifikan bagi anak. 


Fatherless adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan anak yang tumbuh dan berkembang tanpa kehadiran ayah, baik secara fisik maupun psikologis. Fatherless dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kematian ayah, perceraian orang tua, atau ayah yang tidak bertanggung jawab.


Secara fisik, fatherless berarti anak tidak memiliki ayah yang tinggal bersamanya. Anak tersebut mungkin tinggal bersama ibu, nenek, atau pengasuh lainnya. Secara psikologis, fatherless berarti anak tidak memiliki hubungan yang dekat dengan ayahnya. Ayah mungkin tidak terlibat dalam pengasuhan anak, atau anak mungkin tidak merasa dekat dengan ayahnya.


Fatherless dapat memiliki dampak yang signifikan pada perkembangan anak. Anak yang fatherless lebih berisiko mengalami masalah perilaku, seperti agresif, kenakalan, dan penggunaan obat-obatan terlarang. Anak tersebut juga lebih berisiko mengalami masalah emosional, seperti depresi, kecemasan, dan masalah harga diri.


Lantas apa yang menyebabkan anak kurang mendapatkan perhatian atau fatherless di Indonesia? Dalam Survei Kekhawatiran Nasional yang dilakukan oleh Hendry Manampiring dalam Filosofi Teras; Filsafat Yunani-Romawi Kuno untuk Mental Tangguh Masa Kini, halaman 1, sebanyak 53 persen, dari total 3.634 orang respondens menjawab bahwa sumber kekhawatiran mereka adalah menjadi orang tua.  


Ini kemudian bisa menjadi jawaban dari pertanyaan, kenapa fatherless marak di Indonesia. Toh, pada akhirnya, memang anak menjadi kebahagiaan orang tua, tetapi jika tidak siap dengan biaya sekolah, pendidikan, kesehatan, dan nafkah, hal ini malah akan menjadi sumber kekhawatiran, yang ujungnya akan menjadikan anak kurang mendapatkan perhatian dari ayah. 


Di sisi lain, penyebab fatherless country, adalah angka perceraian yang tinggi. Perceraian menjadi salah satu penyebab utama fatherless di Indonesia. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah perceraian di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2022, tercatat ada 583.266 kasus perceraian di Indonesia. Angka ini meningkat 15,31% dibandingkan 2021 yang mencapai 447.743 kasus.


Perceraian dapat menyebabkan anak kehilangan salah satu orang tuanya, yaitu ayah atau ibu. Hal ini terjadi karena setelah perceraian, kedua orang tua biasanya akan tinggal terpisah dan hanya bertemu anak secara bergantian. Akibatnya, anak akan kehilangan waktu bersama salah satu orang tuanya. 


Di sisi lain, budaya gender patriarki juga turut menyumbangkan angka fatherrless. Pasalnya masih ada di beberapa wilayah Indonesia bahwa perempuanlah yang harus mendidik anaknya. Pun perempuan juga yang harus menjaga dan mengasuh anaknya. Tugas seorang laki-laki adalah mencari nafkah untuk kebutuhan keluarga, sedangkan kerja domestik, urusan perempuan. 


Dampak Fatherless bagi Perkembangan Anak

Sejatinya, fatherless memiliki dampak negatif bagi tumbuh kembang seorang anak. Anak yang tumbuh tanpa kehadiran ayah lebih rentan mengalami masalah seperti emosional. Harus diakui, bahwa anak yang tumbuh tanpa kehadiran ayah lebih rentan mengalami masalah emosional, seperti kecemasan, depresi, dan perilaku antisosial. Hal ini karena anak yang tumbuh tanpa ayah tidak memiliki sosok ayah yang dapat menjadi sumber kasih sayang, dukungan, dan bimbingan.


Dalam psikologi, kecemasan dan depresi adalah dua masalah emosional yang paling umum dialami oleh anak yang tumbuh tanpa ayah. Anak yang mengalami kecemasan dan depresi mungkin merasa cemas, takut, atau sedih. Di sisi lain, anak juga mungkin mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi, belajar, dan bergaul dengan teman sebaya.


Kedua, anak yang tumbuh tanpa kehadiran ayah juga lebih rentan mengalami masalah perilaku, seperti kenakalan remaja, penyalahgunaan narkoba, dan kriminalitas. Hal ini karena anak yang tumbuh tanpa ayah tidak memiliki sosok ayah yang dapat menjadi panutan dan contoh perilaku yang baik.


Dengan demikian, anak yang tumbuh tanpa ayah lebih rentan mengalami kenakalan remaja karena mereka tidak memiliki sosok ayah yang dapat mengawasi dan mengarahkan anaknya. Penyalahgunaan narkoba dan kriminalitas adalah dua masalah perilaku yang lebih serius. 


Ketiga, yang kerap kali terjadi terhadap anak yang tumbuh tanpa kehadiran ayah ialah mengalami masalah akademik, seperti prestasi akademik yang rendah, nilai ulangan yang anjlok, dan mengabaikan pendidikan. Hal ini karena anak yang tumbuh tanpa ayah tidak memiliki sosok ayah yang dapat membantu belajar dan mengembangkan keterampilan akademik.


Belum lagi, masalah di-bully di sekolah karena tidak pernah terlihat kehadiran orang tua. Intinya, anak yang tumbuh tanpa ayah mungkin kesulitan untuk mengikuti pelajaran di sekolah karena mereka tidak memiliki sosok ayah yang dapat membantu mereka memahami materi pelajaran. Lebih dari itu, anak yang tumbuh tanpa ayah juga mungkin memiliki masalah dengan motivasi dan disiplin diri, yang dapat menghambat prestasi akademik.


Pentingnya Peran Ayah dalam Pertumbuhan Anak

Bagi seseorang, anak adalah anugerah terindah yang diberikan Allah. Terlebih bagi pasangan suami dan istri yang sudah menunggu lama. Kehadiran si kecil, bak oase di tengah gurun. Lebih dari itu, seorang anak adalah amanah yang dititipkan Allah pada orang tuanya. 


Untuk itu, seyogianya dirawat, dijaga, dan diberikan perhatian yang baik. Terutama ayah sebagai kepala keluarga, sudah sepatutnya memberikan kasih sayang dan perhatian pada anaknya. Di dalam Al-Qur'an banyak ayat yang menjelaskan terhadap peran ayah terhadap anak. Misalnya, dalam QS. Luqman [31] ayat 13 sampai 19 tentang kewajiban dan tanggung jawab ayah terhadap anak.


وَاِذْ قَالَ لُقْمٰنُ لِابْنِهٖ وَهُوَ يَعِظُهٗ يٰبُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللّٰهِ ۗاِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ


Artinya: "(Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, saat dia menasihatinya, “Wahai anakku, janganlah mempersekutukan Allah! Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) itu benar-benar kezaliman yang besar.”


Ayat ini menceritakan tentang Luqman, seorang ayah yang bijaksana, yang memberikan nasihat kepada anaknya. Luqman mengajarkan kepada anaknya untuk senantiasa bertakwa kepada Allah, berbuat baik kepada kedua orang tua, dan berbuat baik kepada sesama manusia.


Luqman juga mengajarkan kepada anaknya untuk selalu sabar dalam menghadapi cobaan. Lewat ayat ini, Al-Qur’an menunjukkan bahwa ayah memiliki peran penting dalam mendidik dan mengarahkan anak ke jalan yang benar. Ayah harus menjadi teladan bagi anak dan mengajarkan kepada anak tentang nilai-nilai moral dan agama.


Sementara itu, Syekh Ahmad bin Muhammad as-Shawi dalam kitab Hasyiah al-Shawi ala al-Jalalain [Beirut; Dar Kutub al Ilmiah, jilid IV, 2006, halaman 397], mengisahkan betapa pentingnya peran ayah dalam membentuk budi pekerti anaknya. Dalam wasiat bijaknya Luqman al Hakim, mengingatkan pada anaknya pentingnya takwa dalam kehidupan manusia. Ia berkata; 


 يَا بُنَيَّ إِنَّ الدُّنْيَا بَحْرٌ عَمِيقٌ يَغْرَقُ فِيهِ نَاسٌ كَثِيرٌ، فَلْتَكُنْ سَفِينَتُكَ فِيهَا تَقْوَى اللَّهِ تَعَالَى، وَحَشْوُهَا الْإِيمَانُ بِاللَّهِ تَعَالَى، وَشِرَاعُهَا التَّوَكُّلُ عَلَى اللَّهِ لَعَلَّكَ تَنْجُو


Artinya: "Wahai anakku sesungguhnya dunia adalah lautan yang sangat dalam. Banyak manusia terjebak dan tenggelam di dalamnya, maka jadikanlah iman sebagai sampan, takwa kepada Allah sebagai layar agar engkau tak tenggelam dalam gemerlap lautan dunia ini


Demikian juga dalam Q.S Al-Baqarah [2] ayat 233, tentang kewajiban ayah untuk memberi nafkah dan memenuhi kebutuhan anak dan istrinya. Ayah juga harus memberikan kasih sayang dan perhatian kepada anak-anaknya.


وَالْوٰلِدٰتُ يُرْضِعْنَ اَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ لِمَنْ اَرَادَ اَنْ يُّتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۗ وَعَلَى الْمَوْلُوْدِ لَهٗ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِۗ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ اِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَاۤرَّ وَالِدَةٌ ۢبِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُوْدٌ لَّهٗ بِوَلَدِهٖ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذٰلِكَ ۚ فَاِنْ اَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِّنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗوَاِنْ اَرَدْتُّمْ اَنْ تَسْتَرْضِعُوْٓا اَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ اِذَا سَلَّمْتُمْ مَّآ اٰتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوْفِۗ وَاتَّقُوا اللّٰهَ وَاعْلَمُوْٓا اَنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ


Artinya: "Ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Kewajiban ayah menanggung makan dan pakaian mereka dengan cara yang patut. Seseorang tidak dibebani, kecuali sesuai dengan kemampuannya. Janganlah seorang ibu dibuat menderita karena anaknya dan jangan pula ayahnya dibuat menderita karena anaknya. "


Ahli waris pun seperti itu pula. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) berdasarkan persetujuan dan musyawarah antara keduanya, tidak ada dosa atas keduanya. Apabila kamu ingin menyusukan anakmu (kepada orang lain), tidak ada dosa bagimu jika kamu memberikan pembayaran dengan cara yang patut. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.


Ayat ini menunjukkan bahwa ayah memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikologis anak. Ayah harus memberikan segala yang diperlukan anak untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.


Berdasarkan ayat-ayat Al-Qur'an tersebut, dapat disimpulkan bahwa peran ayah terhadap anak sangat penting. Ayah memiliki tanggung jawab untuk mendidik, mengarahkan, memenuhi kebutuhan, dan melindungi anak. Ayah yang berperan aktif dalam pengasuhan anak akan memberikan dampak positif bagi perkembangan anak, baik secara fisik, psikologis, maupun sosial


Zainuddin Lubis, pegiat kajian tafsir tinggal di Ciputat