Syariah

Haji, Ibadah Suci Pembangun Spirit Persatuan

Sen, 19 Juni 2023 | 16:00 WIB

Haji, Ibadah Suci Pembangun Spirit Persatuan

Jamaah haji Indonesia tahun 2023. (Foto: MCH)

Ibadah haji memiliki banyak faedah dan manfaat yang bisa dirasakan oleh semua umat Islam, salah satunya adalah persatuan. Ya, ibadah haji memiliki spirit persatuan yang sangat tinggi. Tidak ada ibadah yang bisa mengumpulkan jutaan manusia dari berbagai bangsa dan negara pada waktu yang sama, tempat yang sama, dan tujuan yang sama, kecuali ibadah haji.


Karena itu, rukun Islam yang kelima ini tidak hanya melatih manusia untuk selalu berusaha mendekatkan diri dan bermunajat kepada Allah swt, namun juga melatih diri untuk menumbuhkan kesadaran bahwa manusia itu sama di hadapan-Nya, sehingga bisa menumbuhkan semangat persatuan tanpa memandang status sosial.


Orang yang sedang beribadah haji tidak diperbolehkan untuk rafats, fasiq, dan jidal. Yaitu jangan mengeluarkan kata-kata tidak senonoh, tidak diperbolehkan untuk melakukan keburukan, serta tidak diperkenankan untuk berdebat perihal sesuatu yang tidak baik. Ini menjadi bukti konkret bahwa haji harus menjadi momentum membangun kerukunan dan persatuan antara umat Islam. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Al-Qur’an, Allah swt berfirman:


الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلا رَفَثَ وَلا فُسُوقَ وَلا جِدَالَ فِي الْحَجِّ


Artinya, “(Musim) haji itu (pada) bulan-bulan yang telah dimaklumi. Barangsiapa mengerjakan (ibadah) haji dalam (bulan-bulan) itu, maka janganlah dia berkata jorok (rafats), berbuat maksiat dan bertengkar dalam (melakukan ibadah) haji.” (QS Al-Baqarah [2]: 197).


Selama menunaikan ibadah haji, semua jamaah tidak diperkenankan untuk bertengkar, berperang, menumpahkan darah, dan bahkan dilarang untuk merusak tanaman yang ada di tanah haram, Makkah dan Madinah. Pengendalian diri selama menunaikan ibadah haji ini seharusnya juga menjadi kesadaran yang melekat pada setiap peribadi seorang Muslim di luar pelaksanaan ibadah haji.


Karenanya, semua jamaah haji sudah seharusnya menumbuhkan kesadaran hidup dalam nuansa kosmopolitan selama berada di tanah suci. Dengannya, rukun Islam yang kelima ini akan benar-benar menjadi momentum untuk membangun persatuan, solidaritas, dan kerukunan antara umat Islam dari mana pun asalnya, tanpa memandang latar belakang dan status sosialnya.


Haji dan Spirit Membangun Persatuan

Berkaitan dengan hal ini, Syekh Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi pernah ditanya perihal dampak positif ibadah haji bagi semua umat Islam secara umum. Kemudian ia menjelaskan bahwa ibadah haji seharusnya menjadi momentum untuk membangun kesadaran perihal persatuan umat Islam dari berbagai penjuru dunia.


Perkumpulan umat Islam dengan warna kulit yang berbeda, bahasa yang berbeda, dan negara yang juga berbeda, seharusnya menjadi ajang untuk membangun kesadaran bahwa mereka semuanya sama, yaitu sama dalam satu naungan Islam. Karena sama, maka tidak ada alasan untuk tidak bersatu, dan tidak ada alasan untuk tidak saling cinta antara yang satu dengan yang lainnya,


وَفِي جَلاَلِ هَذِهِ الْوَحْدَةِ، تَنْصَهَرُ الْأَجْنَاسُ وَالْأَلْوَانُ وَاللُّغَاتُ، فَلَا نَسَبَ اِلَّا اِلىَ الْاِسْلَامِ وَلَا حَسَبَ اِلَّا اِلَى الْاِيْمَانِ


Artinya, “Dan di tengah-tengah persatuan (ibadah haji) ini, maka jenis-jenis, warna kulit, dan bahasa akan melebur (menjadi satu), sehingga tidak ada yang pantas untuk dijadikan atribusi selain Islam, dan tidak ada yang perlu diperhitungkan kecuali iman.” (Syekh Mutawalli asy-Sya’rawi, al-Fatawa Kullu ma Yahimmu al-Muslim fi Hayatih wa Yaumih wa Ghaddih, [Mesir, Maktabah at-Taufiqiyah: tt], halaman 286).


Perbedaan suku, ras, dan bangsa pada hakikatnya sudah disinggung oleh Allah swt dalam Al-Qur'an. Di dalamnya disebutkan bahwa perbedaan bukan untuk saling berpecah-belah, bukan pula untuk saling sombong, namun untuk saling mengenal antar satu dengan yang lainnya,


يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْاۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ


Artinya, "Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, Kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahateliti." (QS Al-Hujurat [49]: 13).


Oleh karena itu, ibadah haji menjadi perantara untuk melerai semua perbedaan itu, kemudian disatukan dalam satu ibadah dan ritual yang sama, di waktu yang sama, dan tujuan yang sama pula, yaitu ibadah haji.


Persamaan agama dan aqidah dalam beribadah haji menjadi fondasi yang kokoh bagi terbentuknya persatuan umat Islam. Persatuan merupakan kekayaan kaum Muslimin yang sangat berharga. Lenyapnya persatuan berarti akan menjadi petaka dan kerugian bagi umat Islam itu sendiri. Oleh karena itu, umat Islam yang digambarkan oleh Nabi Muhammad bagaikan bangunan yang bagian-bagiannya saling menopang dan memperkuat satu sama lain,


الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا


Artinya, “Orang mukmin dengan mukmin lainnya seperti satu bangunan yang saling menguatkan antara sebagian dengan bagian yang lain.” (HR Muslim).


Oleh karena itu, ibadah haji sudah seharusnya menjadi momentum untuk membangun persatuan, kerukunan, dan kesetaraan antara umat Islam. Tidak ada yang perlu dibanggakan dan disombongkan, semuanya sama di hadapan Allah swt. Semua ini bisa tercapai jika jamaah haji benar-benar mempraktikkan semua ketentuan haji tidak hanya ketika ada di tanah suci, namun juga terus konsisten hingga di luar ibadah haji. Wallahu a’lam.


Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur