Syariah

Hukum Berhubungan Seksual dengan Boneka Seks

Sel, 20 Februari 2024 | 06:00 WIB

Hukum Berhubungan Seksual dengan Boneka Seks

Sepatu. (Foto ilustrasi: NU Online/Freepik)

Teknologi terus berkembang pesat dan menghasilkan inovasi baru yang tak terbayangkan sebelumnya. Salah satu bidang yang mengalami kemajuan adalah dalam ranah seksualitas manusia. Industri boneka seks telah berkembang pesat dalam beberapa dekade terakhir yang memungkinkan orang untuk memanfaatkan teknologi dalam memenuhi kebutuhan dan hasrat seksualnya.


Penggunaan boneka seks sebagai pengganti lawan jenis untuk memenuhi kebutuhan seksual semakin menjadi hal yang umum. Boneka seks kini tidak hanya sekadar benda mati, tetapi telah dilengkapi dengan teknologi canggih seperti sensor-sensor yang memungkinkannya bergerak dan berinteraksi layaknya manusia. 


Lebih lanjut, penggunaan boneka seks dapat memengaruhi hubungan individu dengan orang lain. Hal ini dapat memperburuk hubungan sosial dengan orang lain yang mungkin sudah ada sebelumnya. Selain itu, ada risiko ketergantungan pada teknologi boneka seks.


Kemudian yang menjadi pertanyaan, bagaimana hukum dalam Islam terkait melakukan hubungan seksual dengan robot atau boneka seks? Apakah itu termasuk dalam zina dan hal yang dilarang? ataukah sebaliknya, hukumnya adalah boleh?


Sejatinya, Allah swt memberikan batasan-batasan kepada hamba-Nya sebagai pedoman hidup agar tidak terjerumus ke dalam perilaku yang tercela. Salah satu area yang Allah berikan batasan adalah dalam hal nafsu seksual. Nafsu seksual adalah fitrah manusia yang Allah ciptakan, namun jika tidak diatur dengan baik, dapat membawa kepada perbuatan-perbuatan yang tidak terpuji.


Batasan-batasan yang diberikan Allah mengenai nafsu seksual tersebut tercantum dalam ajaran Islam yang dikenal sebagai syariat. Syariat Islam memberikan pedoman yang jelas mengenai hubungan antara laki-laki dan perempuan, baik dalam hubungan perkawinan maupun di luar perkawinan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga kehormatan, martabat, serta keadilan bagi semua individu.


Allah swt memberikan batasan-batasan ini bukan untuk membatasi kebebasan manusia, melainkan untuk melindungi mereka dari kerusakan-kerusakan yang mungkin timbul akibat tindakan yang tidak terkontrol. Nafsu seksual yang tidak terjaga dapat mengakibatkan berbagai dampak negatif, baik bagi individu maupun masyarakat secara keseluruhan.


Dengan mengikuti batasan-batasan yang ditetapkan Allah dalam hal nafsu seksual, manusia dapat menjaga diri dari perbuatan-perbuatan yang merugikan dan membawa kebaikan bagi dirinya serta lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk memahami dan mengikuti ajaran-ajaran Allah dalam mengatur nafsu seksual agar dapat hidup sesuai dengan kehendak-Nya dan mendapatkan keberkahan dalam kehidupan dunia dan akhirat.


Hal ini sebagai ditegaskan Allah dalam Q.S Al-Mu'minūn [23] ayat 5-7, tepatnya di ayat 7 Allah melarang seseorang untuk melakukan hubungan seksual di luar pernikahan yang sah. Allah berfirman;


و فَمَنِ ابْتَغٰى وَرَاۤءَ ذٰلِكَ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْعَادُوْنَ ۚ [7]


Artinya: "Maka, siapa yang mencari (pelampiasan syahwat) selain itu, mereka itulah orang-orang yang melampaui batas."


Syekh Nawawi dalam kitab Tafsir Marah Labib, menjelaskan ayat ini menjelaskan tentang larangan mencari kenikmatan seksual di luar pernikahan yang halal. Hal ini karena perbuatan tersebut termasuk dosa dan dapat merusak diri sendiri dan orang lain. Untuk itu, pernikahan adalah satu-satunya cara yang sah untuk laki-laki dan perempuan untuk menjalin hubungan seksual. Tindakan seksual di luar pernikahan, seperti berhubungan dengan hewan, zina, homoseksual, atau onani/masturbasi, adalah tindakan yang terlarang dan berdosa.


وَراءَ ذلِكَ أي فمن طلب غير ذلك المستثنى كإتيان بهيمة أو زنا أو لواط، أو استمناء بيد، فَأُولئِكَ هُمُ العادُونَ (٧) أي الكاملون في مجاوزة الحدود


Artinya: "[Maka, siapa yang mencari (pelampiasan syahwat) selain itu], maksudnya yaitu barang siapa yang mencari selain yang dikecualikan seperti mendatangi binatang [Zoofilia], berzina, melakukan liwath [homoseksual], atau masturbasi/onani dengan tangan, [mereka itulah orang-orang yang melampaui batas], maksudnya termasuk orang yang sempurna dalam melampaui batas."


Lebih lanjut, dalam prosesnya, pemakaian alat bantu seks, termasuk robot atau boneka seks, masuk dalam kategori istimna' menggunakan (benda apapun) selain tangan istri. Pasalnya, dalam realitanya, alat bantu seks ini dapat berupa berbagai jenis, mulai dari dildo dan vibrator hingga boneka seks. Benda-benda tersebut dirancang untuk memberikan rangsangan seksual dan membantu seseorang mencapai kepuasan tanpa harus melakukan hubungan seksual dengan manusia lawan jenis.


Penting untuk dipahami bahwa penggunaan alat bantu seks ini merupakan bagian dari praktik istimna', yang merujuk pada tindakan melakukan masturbasi atau merangsang diri sendiri menggunakan benda. Dalam konteks ini, alat bantu seks menjadi sarana untuk mencapai kepuasan seksual yang diperlukan tanpa keterlibatan pasangan. Meskipun istimna' sering kali dikaitkan dengan tangan sendiri, penggunaan alat bantu seks juga termasuk dalam kategori ini.


Dalam kitab I'anah Thalibin, Jilid III, halaman 388 dijelaskan bahwa melakukan masturbasi/onani (istimna) dengan tangan sendiri atau dengan bantuan benda lain di luar pasangan halalnya (istri) adalah haram menurut hukum Islam. 


Penjelasan ini didasarkan pada beberapa hadits yang menegaskan larangan tersebut. Allah melaknat orang yang melakukan tindakan tersebut, menunjukkan seriusnya pelanggaran ini dalam pandangan agama. Juga disebutkan bahwa ketika seseorang takut akan melakukan zina, itu tidak menjadi alasan untuk melakukan masturbasi dengan tangan sendiri. Ini menegaskan bahwa larangan tersebut tetap berlaku tanpa memandang situasi atau kondisi lainnya.


 وقوله لا بيده: أي لا يجوز الاستمناء بيده، أي ولا بيد غيره غير حليلته، ففي بعض الأحاديث لعن الله من نكح يده. وإن الله أهلك أمة كانوا يعبثون بفروجهم وقوله وإن خاف الزنا: غاية لقوله لا بيده، أي لا يجوز بيده وإن خاف الزنا


Artinya: "Dan perkataannya "tidak dengan tangannya": artinya tidak boleh melakukan masturbasi dengan tangannya, dan tidak boleh dengan tangan orang lain selain istrinya. Karena dalam beberapa hadits, Allah melaknat orang yang menggauli tangannya. Dan perkataannya "dan jika dia takut zina": adalah batasan untuk perkataannya "tidak dengan tangannya", artinya tidak boleh dengan tangannya meskipun dia takut zina." [Abu Bakar Syatha' ad-Dimyathi, I'anah Thalibin, Jilid II, [Beirut; Dar Fikr, 1997] halaman 388].


Lebih lanjut dalam kitab Tuhfatul al-Minhaj fi Syarh al-Minhaj, Jilid III, halaman 410, Ibnu Hajar menyebutkan bahwa melakukan onani dalam fikih hukumnya adalah haram. 


و شرطه أيضا الإمساك ( عن الاستمناء ) وهو استخراج المني بغير جماع حراما كان كإخراجه بيده أو مباحا كإخراجه بيد حليلته


Artinya: "Termasuk syarat puasa adalah menahan diri dari istimna' [masturbasi], yakni mengeluarkan mani tanpa berhubungan badan, dengan yang haram, seperti mengeluarkan dengan tangan atau yang boleh, seperti mengeluarkan dengan tangan istrinya."


Dengan demikian, hubungan intim dengan boneka seks itu sama saja dengan onani. Sementara itu, onani dalam penyaluran seks pada boneka atau robot seks ini masuk hukum istimna' yang menurut Imam Syafi'i hukumnya adalah haram.


Zainuddin Lubis, Pegiat kajian Islam, tinggal di Ciputat