Syariah

Hukum Lomba Sepakbola Berhadiah dalam Konsol Game PlayStation

Sab, 14 November 2020 | 16:45 WIB

Hukum Lomba Sepakbola Berhadiah dalam Konsol Game PlayStation

Ketidakpastian alias unsur spekulasi adalah di antara yang membuat sebuah perlombaan dilarang syariat.

Al-hukmu yadûru ma‘a ‘illatihi wujudan wa ‘adaman” (hukum itu beredar bersama dengan alasannya, baik adanya maupun tidak adanya). Kaidah ini umum kita dapati di dalam materi ushul fiqh. Intinya, hukum itu selalu bersanding dengan illat (alasan yang mendasari hukum itu berlaku).

 

Nah, kali ini kita akan mengaji tentang konsol permainan PlayStation (PS) yang dijadikan sebagai wahana untuk berlomba. Adakah illat yang membolehkannya? Ini yang akan kita kuak. Untuk itu, mari kita duduk sejenak mencermatinya, berdasar beberapa sumber yang penulis rangkum dalam tulisan singkat ini.

 

Sekilas tentang Sepakbola dan PlayStation

Sepakbola merupakan olahraga yang mengandalkan adu skill, keterampilan, dan strategi tim dalam mengolah bola untuk menghadapi lawan tanding dalam durasi main 2 x 45 menit. Luas lapangannya terbatas dan masing-masing tim getol mempertahankan gawangnya dan berusaha membobol gawang pihak lawan.

 

Beberapa klub sepakbola ternama kini telah dianimasikan oleh para ahli teknologi, lengkap dengan pemainnya, dengan skill dan ciri khas pemain ketika mengolah bola dalam suatu pertandingan.

 

Jika suatu klub tersusun dari pemain yang memiliki keahlian dalam menempati posisinya, maka klub itu umumnya berjaya dan sulit ditaklukkan. Lain halnya, bila klub itu terdiri dari pemain yang di bawah kelas keahliannya, maka klub itu mudah sekali dibobol gawangnya oleh lawan.

 

Semua keahlian dan keterampilan pemain ini hampir sempurna berhasil dianimasikan oleh seorang pakar IT ke dalam suatu sistem yang bisa dimainkan dalam perangkat konsol game, yaitu PlayStation.

 

Apakah karakteristik riil antara klub yang berada di papan bawah dan klub papan atas ini bisa dibedakan pada skema konsol game? Untuk konteks ini, peneliti sempat mengamati dua orang yang sedang bermain PS. Yang satu memegang klub PSSI dan yang satu lagi memegang FC Barcelona.

 

Di atas kertas, ternyata klub FC Barcelona dengan mudah sekali mampu menumbangkan klub PSSI dengan skor telak 9 - 1 selama kurang lebih 2 x 45 menit. Padahal, kedua orang yang memainkan ini sama-sama terampil dalam bermain PS.

 

Dari sini, peneliti menyimpulkan bahwa keahlian riil pemain dan klub hampir pasti bisa divisualisasikan oleh pakar IT, penyusun konsol permainan PlayStation tersebut.

 

Illat Halal-Haram Beberapa Cabang Olahraga

Berdasar sejumlah literasi yang penulis dapati, ada beberapa perlombaan yang secara tegas dinyatakan sebagai terlarang oleh para ulama, antara lain adu ayam, adu cepat kerbau, sapi atau domba, adu domba, tinju, dan catur (di satu sisi pendapat fiqih), dan sejenisnya. Sementara itu beberapa olahraga yang diperbolehkan dalam beberapa teks syariah, antara lain pacuan kuda, panahan, renang, gulat (termasuk di dalamnya pencak silat), dan catur (di satu sisi pendapat fiqih).

 

Nah, berangkat dari beberapa jenis cabang olahraga ini, lantas illat apa yang menjadikan suatu perlombaan boleh? Apalagi jika kita menyimak antara tinju dan gulat. Keduanya sama-sama bertanding antarsesama manusia, kenapa keduanya dibedakan dalam hukum? Ini adalah bagian terpenting dari kajian.

 

Dalam suatu perlombaan, peserta lomba merupakan pihak yang secara langsung terlibat di lapangan. Pihak tersebut memiliki bekal keahlian dan keterampilan, mengerti syarat dan aturan lomba, serta sanggup untuk bermain secara adil dan taat aturan.

 

Apabila pihak yang dilombakan itu terdiri dari pihak ketiga, misalnya berupa suatu alat, hewan, atau binatang, yang tidak bisa dilatih dan dikendalikan oleh peserta secara langsung, maka bila dalam lomba itu disediakan sebuah hadiah, sifat dari hadiah itu dapat berubah menjadi sebuah hadiah perjudian. Mengapa? Begini penjelasannya!

 

Kita kembali mengingat bahwa lomba merupakan cabang dari akad ijarah (sewa jasa). Karena ijarah merupakan salah satu rumpun akad jual beli (bai’) yang meniscayakan diketahuinya harga dan barang yang dibeli, maka dalam ijarah (akad sewa) pun juga otomatis meniscayakan syarat diketahuinya secara jelas (maklum) harga dan barang yang diijarahkan. Misalnya menyewakan rumah, unsur kemaklumannya adalah rumah itu bisa dijadikan tempat tinggal (manafi’ sukna).

 

 

Persoalannya adalah bagaimana bila yang disewakan itu berupa keahlian bertarung ayam? Sudah pasti sifat bertarungnya ini tidak bisa disifati sehingga bertentangan dengan unsur kemakluman yang harus ada. Alhasil, manfaat ayam petarung menjadi tidak pasti. Hal yang sama juga berlaku atas hewan ternak terdiri atas sapi, kambing atau kerbau, yang dijadikan sebagai ajang perlombaan. Ketiganya tidak bisa dikendalikan.

 

Karena ada ketidakpastian semacam ini maka otomatis menyewakan manfaat yang tidak pasti adalah tindakan gharar (spekulatif/tidak pasti). Dengan demikian, hukumnya adalah haram.

 

Lantas, bagaimana dengan konsol game? Jika menyimak dari penjabaran sebelumnya bahwa ternyata masing-masing klub dan pemainnya bisa divisualisasikan oleh pencipta game, serta ada pemain game yang keterampilannya juga bisa diketahui oleh setiap pihak yang bertanding, maka tak urung, melombakan konsol game ini hukumnya adalah boleh. Alasannya, karena tidak ada illat gharar (spekulatif) dalam pertandingan tersebut.

 

Indikator utamanya (faktor murajjih-nya) adalah pemain game bisa mengendalikan alur dan ritme pertandingan. Alhasil, jauh berbeda dengan perlombaan sabung ayam, atau balap kambing, sapi, atau kerbau.

 

Jika perlombaan itu terdiri dari sabung ayam maka apa pun bentuk hadiahnya, jelas hukumnya adalah haram disebabkan kemampuan ayam petarung merupakan sesuatu yang spekulatif. Alhasil tidak layak diijarahkan. Karena tidak masuk dalam rumpun ijarah disebabkan illat gharar maka melombakannya adalah termasuk ajang perjudian (muqamarah).

 

Hal yang sama juga berlaku pada olahraga tinju (sebelum ada sasana tinju). Hal ini pernah disampaikan oleh Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy'ari dalam salah satu kitab beliau.

 

Lain halnya dengan pencak silat dan gulat. Sejak dulu, olahraga pencak silat dan gulat senantiasa dicirikan dengan adanya jurus dan teknik bermain. Pihak yang tidak menguasai teknik, dapat dengan mudah dikalahkan.

 

Tinju dalam kancah modern, setelah adanya sasana tinju, sebenarnya juga memiliki unsur keterlatihan sehingga berbeda dengan tinju di masa Hadratussyekh Muhammad Hasyim Asy’ari. Keterlatihan ini membedakanya dari tinju sebelum ada sasana.

 

Illat yang mungkin menjadi bahan perselisihan adalah adanya dlarar (hal yang bersifat merugikan) terhadap salah satu pihak yang bertinju. Akan tetapi, bukankah dlarar yang sama juga bisa terjadi pada olahraga pencak silat dan olahraga gulat, khususnya bila tidak ada pengadil di tengah-tengah mereka!? Alhasil, illat dlarar permainan bisa diperlunak dengan adanya keterlatihan.

 

Dari berbagai uraian di atas, yakni tentang illat larangan perlombaan seperti terjadinya gharar (spekulasi), diketahui bahwa llat larangan tersebut tidak kita temui pada praktik perlombaan dengan konsol game PS.

 

Secara ringkas illat-illat kebolehan menjadikan konsol game sebagai media perlombaan dapat kita uraikan sebagai berikut:

 

  1. Alat perlombaan bersifat terkontrol, sehingga pihak yang berlomba adalah murni pemain game-nya
  2. Klub yang dipergunakan sebagai wasilah perlombaan adalah klub yang setara dengan dunia riil dengan kelas yang setara pula. Alhasil, dalam konteks ini, keberadaan “sistem virtual penyusun klub” merupakan yang seragam, sebagaimana seragamnya kaliber senapan atau busur serta anak panah untuk diperlombakan.
  3. Kriteria menang dan kalah dalam perlombaan juga diketahui, yaitu efektivitas permainan dan jebolnya gawang lawan (secara virtual). Alhasil, tidak ada gharar (ketidakpastian game) dan dlarar (merugikan) terhadap pemain game lainnya.

 

Adapun jika diuraikan berdasarkan rukunnya perlombaan, maka perlombaan konsol game memenuhi rukun-rukun perlombaan (musabaqah), antara lain:

 

  1. Pemain virtual klub dan jenis liga menempati derajatnya anak panah (jika dianalogikan dengan lomba penahan dalam sejarah Islam).
  2. Alat PS dan Joy Stick menempati derajatnya busur.
  3. Pemain game (user) menempati derajatnya pihak yang berlomba.
  4. Pemain memiliki keahlian dalam menggunakan alat/media bertanding
  5. Sasaran perlombaan adalah koordinasi tim dan menjebol gawang lawan

 

Karena terpenuhi berbagai illat kebolehan menjadikan konsol game sebagai media untuk diperlombakan maka melombakan sepakbola dalam konsol game dalam betuk liga dan sejenisnya hukumnya adalah boleh sebab terpenuhi adanya keterampilan dan ketangkasan serta standarnya alat yang dipergunakan. Illat spekulatif bisa diminimalisasi dengan adanya keterampilan user, kelas klub, kelas liga di konsol game, dan lain-lain.

 

Muhammad Syamsudin, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah - Aswaja NU Center PWNU Jatim