Syariah

Hukum Membunuh Secara Sengaja dalam Perspektif Hukum Islam

Rab, 15 Februari 2023 | 06:00 WIB

Hukum Membunuh Secara Sengaja dalam Perspektif Hukum Islam

Pembunuhan terencana atau secara sengaja. (Ilustrasi: via al-arabiya.net)

Dalam hukum Islam, tindak pembunuhan adalah satu di antara beberapa dosa besar yang konsekuensinya sangat berat di hadapan Allah swt. Begitu berbahayanya dosa tindak pembunuhan, sampai Allah berfirman dalam Al-Quran Surat al-Maidah ayat 32 yang intinya ialah bahwa membunuh satu manusia sama seperti membunuh semua manusia:


مِنْ أَجْلِ ذَٰلِكَ كَتَبْنَا عَلَىٰ بَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ أَنَّهُۥ مَن قَتَلَ نَفْسًۢا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِى ٱلْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ ٱلنَّاسَ جَمِيعًا وَمَنْ أَحْيَاهَا فَكَأَنَّمَآ أَحْيَا ٱلنَّاسَ جَمِيعًا ۚ وَلَقَدْ جَآءَتْهُمْ رُسُلُنَا بِٱلْبَيِّنَٰتِ ثُمَّ إِنَّ كَثِيرًا مِّنْهُم بَعْدَ ذَٰلِكَ فِى ٱلْأَرْضِ لَمُسْرِفُونَ
 

Artinya: "Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi." (QS. Al-Maidah: 32).


Terlebih apabila pembunuhan tersebut dilakukan dengan cara yang disengaja, Allah mengancam pelakunya dengan neraka jahanam yang azabnya kekal. Dalam Al-Quran Surat An-Nisa ayat 93 Allah berfirman:


وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَآؤُهُۥ جَهَنَّمُ خَٰلِدًا فِيهَا وَغَضِبَ ٱللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُۥ وَأَعَدَّ لَهُۥ عَذَابًا عَظِيمًا


Artinya: "Barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya serta menyediakan azab yang besar baginya." (QS. An-Nisa: 93).


Dalam tinjauan kajian hukum Islam, Syekh Wahbah al-Zuhaily, dalam Kitab Al-Fiqh al-Islami mengutip pendapat Syekh Syarbini Khatib, mendefinisikan “pembunuhan” sebagai berikut:


القتل هو الفعل المز هك اي القاتل النفس


Artinya: “Pembunuhan ialah perbuatan yang menghilangkan atau mencabut nyawa seseorang.” 


Berikutnya, ulama mengklasifikasi delik pembunuhan menjadi tiga kategori, yakni ‘amd (sengaja), syibh ‘amd (menyerupai kesengajaan) dan khatha` (tidak sengaja).


Syekh Taqiyuddin al-Syafi’i dalam Kitab Kifayatul Akhyar fi Hilli Ghayah al-Ikhtishar, halaman 451, menjelaskan kriteria pembunuhan sengaja sebagai berikut:


فالعمد الْمَحْض أَن يقْصد الْفِعْل والشخص الْمعين بِشَيْء يقتل غَالِبا


Artinya: “Pembunuhan dengan delik murni kesengajaan ialah jika seseorang sengaja melakukan tindak pembunuhan pada orang tertentu dengan sesuatu yang secara umum bisa menyebabkan kematian.”


Dengan demikian, bisa dipahami bahwa pembunuhan sengaja ini memiliki tiga karakteristik, yakni pertama, korban yang dibunuh ialah manusia yang masih hidup dan dijaga darahnya (ma’shum; bukan musuh dalam peperangan) yang dituju kematiannya oleh pelaku, kedua, perbuatan si pelaku mengakibatkan kematian korban dan ketiga, ada niat dari pelaku untuk menghilangkan nyawa korban.


Dalam praktiknya, niat seseorang itu berada dalam hati sehingga sulit sekali untuk mengetahui isi hati seseorang. Oleh karena itu, yang dijadikan sebagai parameter bahwa seseorang memang berniat untuk membunuh ialah dengan melihat media yang dijadikan perantara tindak pembunuhan. Di sini penulis menggunakan kata media karena pembunuhan bukan hanya bisa dilakukan dengan menggunakan alat saja, namun bisa dengan cara yang lain sebagaimana dijelaskan lebih lanjut dalam kitab Kifayah, yakni:


والآلة أَعم من أَن تكون محددة أَو مثقل فالآلة المحددة كالسكين وَمَا فِي مَعْنَاهَا والمثقلة كالدبوس وَمَا فِي مَعْنَاهُ وَكَذَا لَو حرقه أَو غرقه أَو صلبه أَو هدم عَلَيْهِ حَائِطا أَو سقفاً أَو داسه بِدَابَّة أَو دَفنه حَيا أَو عصر خصيتيه عصراً شَدِيدا فَمَاتَ وَجب الْقصاص وَغير الْآلَة أَنْوَاع مِنْهَا لَو حَبسه وَمنعه من الطَّعَام وَالشرَاب والطلب حَتَّى مَاتَ وَجب الْقصاص وَلَو حَبسه وعراه حَتَّى مَاتَ بالبرد


Artinya: “Alat pembunuhan secara umum bisa berupa sesuatu yang tajam atau berat. Yang tajam misalnya pisau atau sejenisnya, yang berat semisal paku gada dan semisalnya. Demikian juga apabila pelaku membakar korban, menenggelamkannya, menyalib, meruntuhinya dengan tembok atau atap, meruntuhinya dari kendaraan, mencekiknya dengan remasan yang kuat kemudian mati. Semua itu menyebabkan qishash. Yang bukan alat namun bisa membunuh ada banyak cara seperti memasungnya dan tidak memberikan makan minum dan bantuan, maka wajib qishash. Atau memenjarakan kemudian menelanjanginya hingga ia mati kedinginan.”


Terakhir, hukuman bagi pelaku pembunuhan secara hukum Islam ialah pembalasan setimpal (qishash) yakni dengan balas dibunuh jika semua unsur delik kesengajaan bisa dibuktikan kecuali apabila pihak keluarga korban memberikan pengampunan maka bisa dialihkan dengan diyat atau denda.


Diyatnya sendiri ialah jenis diyat mughalladzah (denda berat) berupa 100 ekor unta dengan rincian 30 unta hiqqah, 30 unta jadza’ah, dan 40 khilfah. Diyat tersebut diambilkan dari harta pelaku, dan dibayarkan secara kontan. Demikian, semoga bermanfaat, wallahu a’lam bi shawab.


Ustadz Muhammad Ibnu Sahroji atau Ustadz Gaes