Syariah

Hukum Mengganti Ajakan Shalat dengan Seruan Jihad

Kam, 3 Desember 2020 | 10:00 WIB

Hukum Mengganti Ajakan Shalat dengan Seruan Jihad

Ulama fiqih telah bersepakat bahwa lafal azan ditentukan berdasarkan riwayat-riwayat hadits Rasulullah SAW yang disebut “sifatul adzān” atau lafal azan.

Belakangan beredar sejumlah video orang mengumandangkan azan dan menyerukan jihad di dalamnya. Pada sebagian video, seruan jihad menjadi tambahan setelah seruan shalat. Tetapi pada sebagian video, seruan jihad mengganti lafal seruan shalat, “hayya alas shalāh.”


Masalah penggantian penambahan dan penggantian lafal azan ini dibahas oleh para ulama. Dalam masalah penggantian, ulama menyatakan ketidakabsahan azan karena lafal azan merupakan lafal pokok yang tidak dapat digantikan.


Ulama fiqih telah bersepakat bahwa lafal azan ditentukan berdasarkan riwayat-riwayat hadits Rasulullah SAW yang disebut “sifatul adzān” atau lafal azan. Kalau lafal pokok itu ditinggalkan baik tanpa lafal pengganti maupun dengan lafal pengganti seperti seruan jihad “hayya alal jihād,” maka azan maupun iqamahnya menjadi batal.


Keterangan ini dapat ditemukan pada Hasyiyatus Syarqawi ala Tuhfatit Thullab karya Syekh Abdullah As-Syarqawi sebagai berikut:


قوله (ويبطلهما)...(ترك كلمة منهما) لأن ما أتى به لا يعد أذانا ولا إقامة [مما لا بد منه لصحة الأذان]


Artinya, “(Salah satu yang membatalkan azan dan iqamah adalah meninggalkan salah satu kalimat dari keduanya) karena apa yang dilakukan itu tidak dapat disebut azan dan iqamah, [yaitu meninggalkan kalimat yang harus dilafalkan untuk keabsahan azan],” (Syekh Abdullah As-Syarqawi, Hasyiyatus Syarqawi, [Beirut, Darul Fikr: 2006 M/1426-1427 H], juz I, halaman 226).


Syekh Sulaiman bin Umar menambahkan bahwa penambahan seruan lain di samping seruan shalat dimakruh karena tidak berdasarkan pada riwayat-riwayat hadits, atau tidak ma’tsur. Tetapi pengurangan atau penggantian lafal azan-iqamah dengan seruan jihad atau seruan lainnya dapat menjadikan azan dan iqamah tidak sah.


وَيُكْرَهُ أَنْ يَقُولَ فِي الْحَيْعَلَتَيْنِ حَيَّ عَلَى خَيْرِ الْعَمَلِ ، فَإِنْ اقْتَصَرَ عَلَيْهِ لَمْ يَصِحَّ ا هـ مِنْ شَرْحِ م ر


Artinya, “(Muazin) dimakruh membaca ‘Hayya alā khairil amal’ pada ‘hay ‘alatain’ (hayya alas shalāh dan hayya alal falāh). Tetapi jika ia hanya membaca ‘Hayya alā khairil amal,’ maka azannya tidak sah. Selesai syarah Syekh Ramli,” (Syekh Sulaiman bin Umar, Hasyiyatul Jamal: juz III, halaman 143).


Penggantian lafal azan dengan seruan jihad “hayya alal jihād” atau seruan lainnya yang tidak berdasar pada riwayat hadits dan tentu meninggalkan lafal pokok azan yang ma’tsur mengubah bangunan ibadah azan dan iqamah menjadi wajah yang lain.


Dalam bahasa Syekh As-Syarqawi, penggantian lafal azan dengan seruan jihad atau seruan lainnya membuat ibadah azan dan iqamah tidak bisa disebut lagi sebagai azan dan iqamah karena ada unsur keduanya yang ditinggalkan. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)