Syariah

Hukum Meninggalkan Shalat Tarawih karena Kerja Shift Malam 

Rab, 13 Maret 2024 | 23:00 WIB

Hukum Meninggalkan Shalat Tarawih karena Kerja Shift Malam 

Ilustrasi kerja shift malam. (Foto: NU Online/Suwitno)

Ramadhan adalah bulan penuh berkah, pahala amal ibadah seorang muslim juga akan dilipatgandakan. Salah satu ibadah yang dianjurkan untuk dilaksanakan di bulan suci ini adalah shalat tarawih. Imam Nawawi dalam kitab Majmu' Syarah al-Muhadzab menjelaskan bahwa hukum shalat tarawih adalah sunnah muakkadah. 

 

Dengan demikian, shalat tarawih adalah ibadah sunnah yang sangat ditekankan dan dianjurkan untuk dikerjakan.  Bahkan, meninggalkan shalat tarawih tanpa alasan yang syar'i bisa dikatakan merugi karena melewatkan pahala yang besar

 

أما حكم المسألة ) فصلاة التراويح سنة بإجماع العلماء ، ومذهبنا أنها عشرون ركعة بعشر تسليمات وتجوز منفردا وجماعة ، وأيهما أفضل ؟ فيه وجهان مشهوران كما ذكر المصنف ، وحكاهما جماعة قولين ( الصحيح ) باتفاق الأصحاب أن الجماعة أفضل ، وهو المنصوص في البويطي ، وبه قال أكثر أصحابنا المتقدمين 

 

Artinya: “Tentang hukum masalah ini: shalat Tarawih adalah sunnah menurut ijmak (kesepakatan) para ulama. Mazhab kami (Syafi'i) berpendapat bahwa shalat Tarawih terdiri dari dua puluh rakaat dengan sepuluh salam. Shalat Tarawih boleh dilakukan secara sendiri [munfarid] maupun berjamaah. Mana yang lebih baik, shalat Tarawih individu atau berjamaah? Terdapat dua pendapat terkenal tentang hal ini, sebagaimana disebutkan oleh penulis kitab dan diriwayatkan oleh sekelompok ulama sebagai dua pendapat. Pendapat yang sahih: Menurut kesepakatan para ulama Syafi'i, shalat Tarawih berjamaah lebih baik. Hal ini berdasarkan teks yang terdapat dalam kitab Al-Buwaiti dan diamini oleh mayoritas ulama Syafi'i terdahulu." (Imam Nawawi, Majmu' Syarah al-Muhadzab, [Beirut; Darul Kutub Ilmiyah, 1971], Jilid III, halaman 525].

 

Mengenai waktu pelaksanaan shalat Tarawih, dalam kitab Asnal Mathalib dijelaskan bahwa shalat Tarawih dikerjakan setelah shalat Isya hingga sebelum waktu shalat Subuh. Simak penjelasannya;

 

فَرْعٌ وَوَقْتُ الْوِتْرِ، وَالتَّرَاوِيحِ مِنْ بَعْدِ أَنْ يُصَلِّيَ الْعِشَاءَ) وَإِنْ جَمَعَهَا تَقْدِيمًا (إلَى الْفَجْرِ الثَّانِي) لِنَقْلِ الْخَلْفِ عَنْ السَّلَفِ وَرَوَى أَبُو دَاوُد وَغَيْرُهُ خَبَرَ: إنَّ اللَّهَ قَدْ أَمَدَّكُمْ بِصَلَاةٍ هِيَ خَيْرٌ لَكُمْ مِنْ حُمْرِ النَّعَمِ، وَهِيَ الْوِتْرُ فَجَعَلَهَا لَكُمْ مِنْ الْعِشَاءِ إلَى طُلُوعِ الْفَجْرِ

قَالَ الْمَحَامِلِيُّ وَوَقْتُهُ الْمُخْتَارُ إلَى نِصْفِ اللَّيْلِ وَقَالَ الْقَاضِي أَبُو الطَّيِّبِ وَغَيْرُهُ إلَى نِصْفِهِ، أَوْ ثُلُثِهِ، وَالْأَقْرَبُ مِنْهُمَا أَنْ يُقَالَ إلَى بُعَيْدِ ذَلِكَ لِيُجَامِعَ وَقْتَ الْعِشَاءِ الْمُخْتَارَ مَعَ أَنَّ ذَلِكَ مُنَافٍ لِقَوْلِهِمْ يُسَنُّ جَعْلُهُ آخِرَ صَلَاةِ اللَّيْلِ

 

Artinya: “Cabang; shalat witir dan tarawih dilakukan setelah shalat Isya. Jika keduanya digabung dan dikerjakan di awal malam, maka waktunya adalah hingga fajar kedua. Hal ini berdasarkan riwayat dari para ulama terdahulu. Abu Dawud dan lainnya meriwayatkan hadits: ‘Sesungguhnya Allah telah memberikan kalian sebuah shalat yang lebih baik daripada unta merah, yaitu shalat witir. Dia menjadikannya untuk kalian dari waktu Isya hingga terbit fajar.’

 

Menurut Imam al-Mahalli, waktu terbaik untuk shalat witir adalah hingga tengah malam. Qadhi Abu Thayyib dan lainnya mengatakan waktunya hingga sepertiga malam, atau lebih dekat dengan sepertiga malam. Hal ini dimaksudkan agar waktu shalat witir berdekatan dengan waktu terbaik shalat Isya. Namun, pendapat ini bertentangan dengan pendapat yang mengatakan bahwa disunnahkan untuk mengerjakan shalat witir sebagai penutup shalat malam.” (Syekh Zakariya al-Anshari, Asnal Mathalib, [Beirut; Darul Kitab al-Islami, tt], Jilid I, halaman 203)

 

Tidak Shalat Tarawih karena Pekerjaan

Adapun terkait pekerja atau karyawan yang tidak bisa shalat Tarawih berjamaah di masjid karena tuntutan pekerjaan, misalnya karena mendapat giliran shift malam, maka tidak ada dosa baginya. Sebagai gantinya, ia dapat melakukan shalat Tarawih di waktu lain setelah shalat Isya hingga sebelum waktu shalat Subuh.

 

Selanjutnya, shalat tarawih dapat dilakukan berjamaah ataupun sendiri, di masjid ataupun di tempat kerjanya, tergantung pada kesempatan yang ada. Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu' Syarah Muhadzab, mengatakan bahwa shalat tarawih bisa dilaksanakan secara sendirian [munfarid]. 

 

فصلاة التراويح سنة بإجماع العلماء ، ومذهبنا أنها عشرون ركعة بعشر تسليمات وتجوز منفردا وجماعة

 

Artinya: “Maka shalat Tarawih hukumnya sunnah berdasarkan kesepakatan ulama. Sementara di mazhab kami [Syafi'i] pelaksanaanya dengan 20 rakaat dengan 10 kali salam, dan shalat tarawih boleh dikerjakan dengan munfarid dan berjamaah.” 

 

Selain boleh melaksanakan shalat tarawih sendirian, Imam As-Shawi dalam kitab Hasiyatus Shawi mengatakan, pun boleh melaksanakan shalat Tarawih di rumah bagi orang yang tidak bisa melaksanakan di masjid. Kebolehan melaksanakan shalat tarawih di rumah dengan tiga syarat; yaitu tidak membuat masjid kosong, terdapat semangat untuk melakukannya di rumahnya, bukan orang yang bermukim di dua tanah suci (Makkah dan Madinah), karena bagi mereka, dianjurkan untuk melakukan shalat Tarawih tersebut di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. 

 

  قوله: [وندب الانفراد بها] إلخ: حاصله أن ندب فعلها في البيوت مشروط بشروط ثلاثة: أن لا تعطل المساجد، وأن ينشط لفعلها في بيته، وأن يكون غير آفاقي بالحرمين، فإن تخلف منها شرط كان فعلها في المسجد أفضل   

 

Artinya: "Ungkapan Penulis: [Dianjurkan untuk melakukannya secara sendirian..]. Kesimpulannya, disunahkan melakukan shalat Tarawih di rumah dengan tiga syarat: Pertama, tidak menyebabkan masjid menjadi kosong. Kedua, orang yang shalat Tarawih di rumah benar-benar bersemangat untuk melakukannya. Ketiga, orang tersebut bukan penduduk Makkah atau Madinah. Jika salah satu syarat tersebut tidak terpenuhi, maka lebih baik melakukan shalat Tarawih di masjid." (Ahmad As-Shawi, Hasiyatus Shawi 'ala Syarhis Shagir, [Mesir, Maktabah Musthafa Al-babil Halaby: 1952], jilid I, halaman 146).

 

Sementara itu, bagi orang yang tidak dapat melaksanakan shalat Tarawih karena kesibukan bekerja, tidak perlu merasa berdosa. Hal ini dikarenakan shalat tarawih hukumnya sunnah, sehingga tidak ada dosa bagi yang meninggalkannya.

 

Justru, dalam situasi ini, pahala dan ganjaran tetap dapat diperoleh karena mereka telah melakukan ibadah lain yang sifatnya wajib, yaitu bekerja mencari nafkah. Bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup dan keluarga termasuk dalam kategori jihad di jalan Allah, sehingga pahalanya pun besar.[Dr. Syauqi Alam, Hukum Meninggalkan Shalat Tarawih karena Alasan Pekerjaan, Nomor 7640 [Mesir; Dar Ifta Mesir: 2023]. 

 

Dengan demikian, orang yang meninggalkan shalat Tarawih karena melaksanakan pekerjaan lain juga mendapatkan pahala, sebab mencari nafkah untuk anak, istri, dan keluarganya. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 286;

 

لَا يُكَلِّفُ اللّٰهُ نَفْسًا اِلَّا وُسْعَهَا

 

Artinya: “Allah tidak membebani seseorang, kecuali menurut kesanggupannya.”

 

Dalam kitab Tafsir as-Sam'ani, karya Abu Al Muzhaffar As-Sam'ani mengungkapkan, ayat ini menjelaskan bahwa Allah tidak membebani seseorang kecuali dengan sesuai kemampuannya. Artinya, Allah tidak membebani jiwa seseorang kecuali dengan apa yang mudah baginya.

 

 أَي: طاقتها. وَقيل: مَا (يشق) عَلَيْهَا. وَهُوَ مثل قَول الرجل: لَا أَسْتَطِيع أَن أنظر إِلَى فلَان، أَي: يشق عَليّ أَن أنظر إِلَيْهِ، فَكَذَلِك ذكر الوسع بِمَعْنى: السهولة، أَي: لَا يُكَلف الله نفسا إِلَّا مَا يسهل عَلَيْهَ

 

Artinya: "Maksudnya: Kemampuannya. Dikatakan juga: apa yang (sulit) baginya. Dan itu seperti perkataan seorang laki-laki: ‘Aku tidak mampu melihat si fulan’, artinya: sulit bagiku untuk melihatnya. Demikian pula penyebutan ‘kemampuan’ di sini bermakna: kemudahan, artinya: Allah tidak membebani jiwa seseorang kecuali dengan apa yang mudah baginya."

 

Dengan demikian, orang yang sibuk bekerja di malam hari, misalnya dokter, karyawan, security, dan perawat sehingga tidak bisa melaksanakan shalat di masjid, maka boleh melaksanakan shalat tarawih di tempat kerja atau rumahnya, dalam keadaan sendirian atau berjamaah. Pun, orang yang sibuk bekerja dan tidak punya kemampuan untuk melaksanakan shalat Tarawih maka tidak berdosa akibat meninggalkannya.

 

Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam Tinggal di Ciputat