Syariah

Hukum Menjadi Influencer Politik dalam Pandangan Islam

Sen, 30 Oktober 2023 | 16:00 WIB

Hukum Menjadi Influencer Politik dalam Pandangan Islam

Influencer Politik dalam Pandangan Islam. (Foto ilustrasi: NU Online/Freepik)

Di era digital seperti saat ini, profesi content creator menjadi salah satu profesi yang banyak diminati. Profesi ini memungkinkan seseorang untuk menjadi influencer. Secara singkat, influencer adalah orang yang memiliki pengaruh besar terhadap publik, baik secara online maupun offline.


Sejatinya, para influencer biasanya memiliki pengikut yang banyak di media sosial, dan konten yang mereka bagikan dapat mempengaruhi keputusan pembelian, opini, dan perilaku pengikutnya.


Influencer banyak ragamnya, di era tahun politik ini, muncul juga para influencer politik, orang yang memiliki pengaruh besar terhadap opini publik dalam bidang politik. Para influencer politik ini menggunakan platform media sosial untuk menyebarkan informasi, sekaligus  membentuk opini publik tentang berbagai isu politik.


Di Indonesia, influencer politik dapat berasal dari berbagai kalangan, mulai dari selebritas, tokoh masyarakat, akademisi, hingga aktivis digital. Mereka dapat memiliki pengaruh yang besar karena memiliki basis pengikut yang besar hingga jutaan dan loyal.


Dalam percaturan politik, harus diakui bahwa peran influencer politik dalam sistem politik semakin penting di era digital. Dengan memanfaatkan media sosial [Instagram, Youtube, Twitter, Threads, dan TikTok] mereka mampu menjangkau jutaan orang dan menyebarkan pesan politik dengan cepat dan efisien.


Lantas, bagaimana hukum menjadi influencer politik dalam Islam?


Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBMNU) Jawa Timur pada 29 Agustus 2023 mengeluarkan fatwa bahwa penghasilan yang diperoleh oleh seorang content creator [influencer] ini halal menurut dalil ashalnya. Hal ini karena penghasilan tersebut berasal dari hasil kerja keras dan kreativitas seorang content creator dalam membuat konten yang bermanfaat bagi orang lain. Akan tetapi, untuk bisa halal dengan catatan bahwa memenuhi segala ketentuan yang berlaku dalam  akad yang membentuknya, dan tidak ada mawani’ syar’i (larangan Syari’at) yang dilakukan oleh influencer


وقد يقال الاصل في العقود الصحة و نعني بالاصل هنا الظاهر، وتردد الشيخ الامام والدي رحمه الله في كتابه التحقيق : ان تصرفات الشخص في العقود هل الاصل فيها الصحة الا ما دل الشرع على فساده بمعنى أن الشارع أقر معاملات الناس على مايتعارفون و منعهم من بعضها، او الاصل الفاسد الا ما دل على صحته؟ قال: و هذا هو الراجح، لأن الصحة حكم شرعي فمن ادعى ورودها من الشرع في التصرفات كلها ، ثم استثنى بعضها فعليه الدليل، ايضا يلزمه التخصيص وهو خلاف الاصل نعم،  لا يقال: انه فاسد، لان الفاسد حكم شرعي، فلا بد من دليله ، بل نقول : باق على حكم الاصل.


Artinya: "Terkadang dinyatakan “Secara asal dalam hal akad hukumnya adalah sah”. Yang kami maksud dengan ‘Asal’ adalah yang dhahir. Asy-Syaikh Al-Imam, yakni ayahku rahimahullah dalam kitab  Al-Tahqiq menyatakan: “Tindakan seseorang dalam akad apakah secara asal hukumnya sah, selain apa yang ditunjukkan kerusakannya oleh dalil, yang artinya bahwa Nabi menetapkan transasksi seseorang berdasarkan apa yang telah mereka ketahui, dan mereka melarang sebagiannya. Atau secara asal hukumnya rusak, selain apa yang ditunjukkan keabsahannya?


Ia berkata: “Inilah yang unggul, karena sah adalah hukum syar’i, maka barangsiapa yang menganggap syara’ membenarkan hal tersebut pada keseluruhannya, lalu mengecualikan sebagiannya, maka ia harus menunjukkan dalilnya. Demikian pula wajib baginya menentukannya. Inilah perkara yang berbeda dengan yang secara asal”. Benar, tidak bisa dikatakan: “Sesungguhnya hal itu fasid (rusak), karena fasad (rusak) itu adalah hukum Syar’i, sehingga wajib adanya dalil”. Bahkan kami menyatakan: “Hal itu tetap pada hukum asal”.


Adapun akad dalam influencer politik merupakan akad ijarah, apabila relasi itu terjadi antara influencer dengan tokoh publik [politik]. Akad ijarah adalah akad sewa-menyewa, di mana influencer menyewakan jasanya untuk mempromosikan tokoh publik kepada masyarakat atau konstituennya.


Dalam akad ijarah ini, influencer bertindak sebagai pihak penyewa dan tokoh publik bertindak sebagai pihak penyewa. Influencer menyewakan jasanya untuk mempromosikan tokoh publik, sedangkan tokoh publik menyewa jasa influencer untuk mempromosikan dirinya kepada khalayak atau konstituen yang akan memilihnya.


Objek akad dalam influencer politik adalah jasa promosi. Adapun jasa promosi yang diberikan oleh influencer dapat berupa konten-konten di media sosial, seperti video, foto, artikel, infografis, meme, animasi atau tulisan. Konten-konten tersebut berisi tentang informasi atau pesan yang bertujuan untuk mempromosikan tokoh publik atau isu politik tertentu.


Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Zainuddin Al-Malibari dalam kitab Fath al-Mu’in halaman 374:


باب في الإجارة; هي لغة: اسم للأجرة وشرعا تمليك منفعة بعوض بشروط آتية. تصح إجارة بإيجاب كأجرتك هذا أو أكريتك أو ملكتك منافعه سنة: بكذا. وقبول كاستأجرت واكتريت وقبلت. قال النووي في شرح المهذب إن خلاف المعاطاة يجري في الإجارة والرهن والهبة. وإنما تصح الإجارة بأجر صح كونه ثمنا.


Artinya: "Ijarah secara bahasa adalah nama bagi upah. Sedangkan secara syar’i adalah memberikan hak  kepemilikan manfaat dengan bentuk pengganti. Ijarah dihukumi sah dengan adanya ijab  (ungkapan penyerahan) seperti “Saya menyewamu dengan upah sekian” atau “Saya memberikan  manfaat benda ini kepadamu selama setahun dengan pengganti sekian”. Juga (dihukumi sah dengan adanya) qabul (ungkapan penerimaan) seperti “Saya terima”. Imam Nawawi dalam kitab al-Majmu' Syarah al Muhadzab mengatakan bahwa akad ijarah, rahn [gadai], dan hibah [hadiah], tidak boleh dilakukan dengan cara mu'awadhah (tukar menukar). Ijarah hanya sah dengan upah yang sah sebagai harga.


9 Hal yang Dilarang Dilakukan Influencer 

Lebih lanjut, kendati diperbolehkan menjadi influencer politik, akan tetapi ada 9 hal yang dilarang dilakukan content creator. Jika ini ada yang dilanggar, maka akad jualah atau ijarah tersebut rusak. Adapun bagian dari mawani’ syar’i yang terlarang secara syara’ dan  dapat membuat rusaknya jasa para pelaku influencer sebagai berikut; 


Pertama, menjual atau mempromosikan barang dan jasa yang dilarang oleh syara’. Conten creator dilarang mengajak melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama, seperti mengajak berjudi, berzina, atau berbuat syirik. Hal ini bertujuan untuk menjaga akidah dan moral masyarakat.


Selain hal-hal di atas, LBM NU Jawa Timur juga mengingatkan conten creator untuk selalu menjaga etika dan moral dalam membuat konten. conten creator harus menghindari konten yang bersifat vulgar, SARA, atau yang dapat menimbulkan keresahan di masyarakat.


Kedua, mengajak melakukan perbuatan yang dilarang oleh syara’, seperti mengajak riba. Pasalnya,  perbuatan yang tercela dan berdosa. Allah swt telah melarang perbuatan riba dalam Al-Quran, dan Rasul-Nya saw juga telah memperingatkan tentang bahaya riba. Dalam Al-Baqarah [2] ayat 275;


اَلَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبٰوا لَا يَقُوْمُوْنَ اِلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِيْ يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطٰنُ مِنَ الْمَسِّۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ قَالُوْٓا اِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبٰواۘ وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ


Artinya: "Orang-orang yang memakan (bertransaksi dengan) riba tidak dapat berdiri, kecuali seperti orang yang berdiri sempoyongan karena kesurupan setan. Demikian itu terjadi karena mereka berkata bahwa jual beli itu sama dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba."


Ketiga, mengajak berjudi [maisir]. Sejatinya, influencer dilarang mengajak berjudi atau maisir karena dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat. Judi dan maisir adalah kegiatan yang mengandung unsur spekulasi dan dapat menimbulkan kerugian finansial. Selain itu, judi dan maisir juga dapat menimbulkan dampak sosial dan psikologis yang negatif, seperti kecanduan, kriminalitas, dan kerusakan moral.


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ


Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung." (QS Al-Maidah: 90).


Keempat, influencer dilarang menipu orang lain dan mengajak berspekulasi terhadap barang atau jasa/ taghrir. Kelima, Menyembunyikan cacat barang atau jasa. Dalam konteks ini, influencer dilarang menipu orang lain dengan cara memberikan informasi yang tidak benar atau menyesatkan. Selain itu, influencer juga dilarang mengajak berspekulasi terhadap barang atau jasa, karena hal ini dapat menimbulkan kerugian bagi orang lain.


Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Imam As-Subuki, Takmilat al-Majmu’ Syarh al-Muhaddzab, juz XII, halaman 116; 


فالتدليس حرام بالقصد في نفسه والبيع ليس حراما لذاته ولكن حرام لغيره وهو كتمان العيب.


Artinya: "(Tadlis) Penipuan atau pemalsuan adalah haram dengan adanya kesengajaan. Jual beli asalnya tidak haram namun berubah menjadi haram karena hal lain. Tadlis adalah menyembunyikan kekurangan."

 
Keenam, menebarkan informasi palsu, bohong atau hoaks/tadlis, fitnah, dan lain sebagainya yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya baik secara data ilmiah maupun sumber pemanfaatannya. Imam Mawardi mengatakan bahwa dampak dari hoaks adalah kebencian yang mengakar. Ia berkata;


والكذب جماع كل شر، وأصل كل ذم لسوء عواقبه، وخبث نتائجه؛ لأنه ينتج النميمة، والنميمة تنتج البغضاء، والبغضاء تئول إلى العداوة، وليس مع العداوة أمن ولا راحة


Artinya: "Dan kebohongan adalah sumber segala kejahatan, dan asal segala celaan karena buruknya akibatnya, dan busuknya hasilnya; karena ia menghasilkan fitnah, fitnah menghasilkan kebencian, dan kebencian mengarah pada permusuhan, dan tidak ada keamanan atau ketenangan bersama permusuhan".


Ketujuh, mengandung unsur porno aksi atau pornografi. Kedelapan, konten yang tidak menutup aurat. Kesembilan, berisi sesuatu yang menghina sesama Muslim.


Sejatinya, konten porno aksi atau pornografi adalah konten yang menampilkan adegan seksual secara eksplisit. Konten berbau pornografi dan aksi sangat berbahaya dan dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat, terutama anak-anak dan remaja. Oleh karena itu, konten ini dilarang untuk disebarkan di media sosial.


Dalam kitab al-Bujairimi, disebutkan bahwa melihat sesuatu dengan syahwat hukumnya haram, baik itu benda hidup maupun benda mati. Hal ini berdasarkan pendapat Imam Ali asy-Syibramalisi yang menyatakan bahwa keumuman keharaman melihat dengan syahwat mencakup pada benda-benda yang mati.


اما نظر بشهوة فحرام قطعا لكل منظور اليه من محرم وغيره غير زوجته وامته. وقال علي الشبر مليزي عمومه يشمل الجمادات فيحرم النظر اليها بشهوة


Artinya: "Adapun melihat sesuatu dengan syahwat seperti mahram dan lain sebagainya kecuali istri dan budaknya pasti adalah haram, Imam Ali asy-Syibramalisi menyatakan bahwa keumuman keharaman mencakup pada benda-benda yang mati."


Dengan demikian, fatwa tentang kebolehan menjadi konten kreator atau influencer dalam bidang marketing, politik dan sosial tidaklah mutlak. Artinya, ada norma dan etika yang wajib dipatuhi dan tidak dilanggar. Untuk itu, diharapkan influencer politik dapat menjalankan perannya secara bertanggung jawab dan bermanfaat bagi masyarakat.


Zainuddin Lubis, Pegiat kajian tafsir, tinggal di Ciputat