Syariah

Hukum Merokok saat Berkendara di Jalan Raya

Selasa, 12 November 2024 | 22:00 WIB

Hukum Merokok saat Berkendara di Jalan Raya

Merokok saat berkendara di jalan raya (www.gbu-taganskij.ru).

Dalam syariat Islam, penggunaan fasilitas umum seperti jalan raya memiliki aturan dan batasan tertentu untuk menjaga keselamatan dan kenyamanan pengguna lainnya. Merokok saat berkendara menjadi hal yang sering dijumpai di jalan raya. Tanpa disadari, perbuatan ini berpotensi mengganggu pengguna jalan lain.
 

Abu rokok atau percikan api dari rokok yang menyala bisa terbang terbawa angin dan mengenai pengendara lain, terutama pengendara sepeda motor, sehingga bisa menyebabkan cedera serius. Selain itu, aktivitas merokok saat mengemudi juga mengurangi fokus pengendara, sehingga meningkatkan risiko kecelakaan.
 

Bagaimana pandangan fiqih Islam mengenai perilaku merokok saat berkendara di jalan raya.
 

Allah swt berfirman:
 

وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
 

Artiya, "Dan jaganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan dan berbuat baiklah. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik." (QS Al-Baqarah: 195).
 

Ayat ini melarang umat Islam melakukan tindakan yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain. Merokok di jalan raya, dapat mengganggu pengguna jalan lain. Abu rokok yang mengenai mata pengguna lain, sangat membahayakan banyak nyawa. Demikian pula kurangnya konsentrasi berkendara akibat merokok juga sangat membahayakan. 

 

Hak dan Kewajiban dalam Penggunaan Jalan

Al-Khatib As-Syirbini menekankan, jalan umum atau at-tariqun nafidz tidak boleh digunakan untuk kegiatan yang merugikan pejalan kaki atau pengguna jalan lainnya:
 

الطَّرِيقُ النَّافِذُ أَيِ الشَّارِعُ لَا يَتَصَرَّفُ فِيهِ بِمَا يَضُرُّ الْمَارَّةَ فِي مُرُورِهِمْ فِيهِ؛ لِأَنَّ الْحَقَّ فِيهِ لِلْمُسْلِمِينَ كَافَّةً
 

Artinya, "Jalan umum tidak boleh digunakan untuk tindakan yang dapat membahayakan pengguna jalan lain yang melintasinya, karena hak atas jalan tersebut milik seluruh kaum Muslimin." (Mughnil Muhtaj, II/369).
 

Ini menunjukkan bahwa siapa pun yang menggunakan jalan umum berkewajiban memastikan perbuatannya tidak membahayakan orang lain.
 

Dalam pembahasan hak-hak pemanfaatan jalan, Syekh Wahbah Az-Zuhaili menyatakan bahwa penggunaan fasilitas umum harus memenuhi syarat keselamatan. Jika terdapat potensi bahaya atau gangguan bagi pengguna lain, maka penggunaan tersebut harus dihentikan:
 

لِحُقُوقِ الِارْتِفَاقِ أَحْكَامٌ عَامَّةٌ وَخَاصَّةٌ... فَيُزَالُ الْمَسِيلُ الْقَذِرُ فِي الطَّرِيقِ الْعَامِّ، وَيُمْنَعُ حَقُّ الشُّرْبِ إِذَا أَضَرَّ بِالْمُنْتَفِعِينَ، وَيُمْنَعُ سَيْرُ السَّيَّارَةِ فِي الشَّارِعِ الْعَامِّ إِذَا تَرَتَّبَ عَلَيْهَا ضَرَرٌ كَالسَّيْرِ بِالسُّرْعَةِ الْفَائِقَةِ، أَوْ فِي الِاتِّجَاهِ الْمُعَاكِسِ، عَمَلًا بِالْحَدِيثِ النَّبَوِيِّ الْمُتَقَدِّمِ: لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَارَ: وَلِأَنَّ الْمُرُورَ فِي الطَّرِيقِ الْعَامِّ مُقَيَّدٌ بِشَرْطِ السَّلَامَةِ فِيمَا يُمْكِنُ الِاحْتِرَازُ عَنْهُ
 

Artinya, "Hak-hak yang berkaitan dengan penggunaan properti umum dan orang lain memiliki aturan umum dan khusus. Misalnya, saluran air kotor di jalan umum harus dihilangkan, hak pengairan dilarang jika merugikan pengguna lainnya, dan kendaraan tidak boleh melintasi jalan umum jika menyebabkan bahaya, seperti melaju dengan kecepatan tinggi atau berlawanan arah.
 

Hal ini sesuai dengan hadits Nabi yang berbunyi, 'Tidak boleh ada bahaya dan tidak boleh membahayakan.' Selain itu, karena penggunaan jalan umum dibatasi dengan syarat keselamatan, selama memungkinkan untuk mencegah bahaya." (Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, juz IV, halaman 2904).
 

Penjelasan ini menegaskan bahwa setiap bentuk penggunaan jalan yang berpotensi membahayakan atau mengganggu pengguna lain, termasuk merokok, seharusnya dihindari untuk menjaga keselamatan dan ketertiban umum.

 

Batasan Hukum Penggunaan Jalan Raya

Dalam literatur fiqih, terdapat pembahasan khusus mengenai penggunaan jalan yang mengakibatkan dampak buruk pada pengguna jalan lainnya. Ibnu Hajar Al-Haitami menyatakan, perbuatan yang membahayakan orang lain di jalan umum adalah haram:
 

الْكَبِيرَةُ الرَّابِعَةَ عَشَرَ بَعْدَ الْمِائَتَيْنِ... التَّصَرُّفُ فِي الطَّرِيقِ الْغَيْرِ النَّافِذِ بِغَيْرِ إذْنِ أَهْلِهِ وَالتَّصَرُّفُ فِي الشَّارِعِ بِمَا يَضُرُّ الْمَارَّةَ إِضْرَارًا بَلِيغًا غَيْرُ سَائِغٍ شَرْعًا
 

Artinya, "Dosa besar ke 214 ... bertindak di jalan buntu tanpa izin para penghuni di sekitarnya  dan menggunakan jalan umum dengan cara yang sangat membahayakan pengguna jalan lain yang tidak diperbolehkan menurut syariat." (Az-Zawajir 'an Iqtirafil Kabair, juz I, halaman 430).
 

Sementara Syekh Zakariya Al-Anshari menegaskan, penggunaan jalan umum yang tidak membahayakan atau hanya menimbulkan kerugian kecil yang masih dapat ditoleransi adalah diperbolehkan:
 

وَخَرَجَ بِمَا يَضُرُّ مَا لَا يَضُرُّ فَيَجُوزُ التَّصَرُّفُ فِيهِ وَإِنْ لَمْ يَأْذَنْ الْإِمَامُ لِإِطْبَاقِ النَّاسِ عَلَى فِعْلِهِ مِنْ غَيْرِ إنْكَارٍ وَكَذَا مَا يَضُرُّ ضَرَرًا يُحْتَمَلُ عَادَةً كَعَجْنِ الطِّينِ
 

Artinya, "Tindakan yang tidak menimbulkan bahaya atau hanya menyebabkan gangguan yang masih ditoleransi secara umum, seperti membuat adonan tanah di jalan selama tidak menghalangi orang lain, diperbolehkan walaupun tanpa izin imam (pemimpin)."
(Al-Ghurarul Bahiyah, juz III, halaman 136).
 

Berdasar batasan dari kedua fuqaha ini, secara hukum penggunaan jalan yang berdampak negatif pada orang lain perlu diperinci, sebagai berikut:

 

1. Kondisi Jalan

Jika jalan dalam keadaan ramai, maka kemungkinan besar pengguna jalan lain bisa terganggu oleh tindakan seperti merokok. Dalam kondisi ini, hukum merokok sambil berkendara bisa diharamkan, terutama jika ada risiko abu atau api rokok mencelakai pengguna lain, atau mengurangi konsentrasi dalam berkendara.

Namun, jika jalan dalam keadaan sepi dan potensi gangguan sangat kecil, maka perbuatan ini bisa dihukumi makruh, meskipun tetap tidak dianjurkan karena mengandung risiko terhadap diri sendiri.

 

2. Potensi Gangguan

Jika merokok sekadar menimbulkan dampak yang sangat kecil dan masih bisa ditoleransi, seperti sekadar aroma asap yang tidak berlebihan, maka hal ini masih mungkin dibolehkan. Sebagaimana Syekh Zakariya Al-Anshari yang menyatakan bahwa penggunaan jalan umum yang menimbulkan gangguan ringan yang masih dapat diterima adalah dibolehkan.
 

Sementara jika merokok dinilai sangat mengganggu pengguna jalan lain atau dapat menyebabkan bahaya yang sangat serius, seperti kecelakaan, maka merokok di jalan diharamkan.

 

Tanggung Jawab Hukum Jika Terjadi Bahaya

Dalam kaitan tanggung jawab ketika terjadi kecelakaan atau bahaya (hukum wadh'i), Qadhi Muhammad Taqi Usmani, mufti Hanafiyah, menyebutkan bahwa setiap pelanggaran aturan lalu lintas yang menyebabkan bahaya akan menuntut adanya jaminan tanggung jawab:
 

فَإِنْ كَانَ سَائِقُ السَّيَّارَةِ مُتَعَدِّيًا فِي سَيْرِهِ بِمُخَالَفَةِ قَوَاعِدِ الْمُرُورِ... فَلَا خَفَاءَ فِي كَوْنِهِ ضَامِنًا؛ لِأَنَّ الضَّرَرَ إِنَّمَا نَشَأَ بِتَعَدِّيهِ، وَالْمُتَعَدِّي ضَامِنٌ فِي كُلِّ حَالٍ
 

Artinya, "Jika pengemudi melanggar aturan lalu lintas, seperti melaju dengan kecepatan tidak wajar di tempat yang tidak seharusnya, ia bertanggung jawab atas kerugian tersebut, karena kerusakan timbul akibat pelanggaran yang dilakukannya, dan pelanggar wajib bertanggung jawab dalam setiap kondisi." (Buhuts fi Qadhaya Fiqhiyah Mu'ashirah, [Damaskus, Darul Qalam: 2003], halalaman 312).
 

Siapapun yang melakukan tindakan membahayakan di jalan—termasuk merokok yang membahayakan pengguna lain—dapat diminta pertanggungjawaban jika terbukti menimbulkan kerugian.

 

Sanksi Merokok saat Mengemudi dalam Undang-Undang Lalu Lintas

Selain larangan dalam syariat, aturan hukum di Indonesia juga mengatur sanksi bagi pengendara yang merokok saat mengemudi. Berdasarkan Pasal 283 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, pengendara yang melakukan aktivitas yang mengganggu konsentrasi saat mengemudi—termasuk merokok—dapat dikenakan pidana kurungan paling lama tiga bulan atau denda hingga Rp 750 ribu.
 

Aturan ini dibuat untuk menjaga keselamatan di jalan, mencegah kecelakaan, dan memastikan pengendara dalam kondisi fokus dan tidak melakukan aktivitas yang dapat mengganggu kemudi. Dengan demikian, setiap pengendara perlu memperhatikan bahwa merokok sambil berkendara melanggar undang-undang dan dapat menimbulkan dampak negatif pada keselamatan diri dan pengguna jalan lain.
 

Mempertimbangan uraian di atas, penggunaan fasilitas umum, termasuk jalan raya, harus mempertimbangkan keselamatan bersama. Merokok saat berkendara di jalan raya secara hukum fiqih berhukum haram jika berpotensi mengganggu atau membahayakan orang lain, terutama di jalan ramai. Apalagi sudah ada undang-undang yang melarangnya, sehingga keharaman dalam hukum fiqih menjadi lebih kuat. 
 

Menghindari merokok saat berkendara di jalan raya menjadi bentuk kepatuhan terhadap hukum agama dan negara, serta tanggung jawab sosial dalam menjaga keselamatan bersama. Wallahu a'lam.
 


Ustadz Ahmad Maimun Nafis, Pengajar di Pondok Pesantren Darul Istiqamah Batuan, Sumenep.