Syariah

Ini 9 Macam Puasa Sunah dan Keutamaannya, yang Paling Akhir Unik

Sab, 22 April 2023 | 17:00 WIB

Ini 9 Macam Puasa Sunah dan Keutamaannya, yang Paling Akhir Unik

Ilustrasi: Puasa (NU Online).

Di samping puasa wajib, ada pula puasa sunat sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah saw. Hikmahnya secara umum adalah menambah penghambaan dan pendekatan diri kepada Allah, juga meraih kecintaan dan keridaan-Nya, serta keselamatan diri dari siksa api neraka. Rasulullah saw. dalam salah satu haditsnya pernah menyampaikan:

 

مَنْ صَامَ يَوْماً في سَبيل الله بَاعَدَ اللهُ تَعَالضى وَجْهَهُ عَن النار سَبْعينَ خَريفاً   

 

Artinya, “Siapa saja yang berpuasa satu hari di jalan Allah—semata karena-Nya—maka Allah akan menjauhkan wajahnya dari api neraka sejauh tujuh puluh musim,” (HR. al-Bukhari dan Muslim).   

 

Macamnya cukup banyak. Sifatnya ada yang tahunan, bulanan, dan ada yang mingguan, sebagaimana yang telah diuraikan oleh Syekh Mushthafa Al-Khin dalam Al-Fiqhul Manhaji. Antara lain sembilan (9) puasa sunah​​​​​​ sebagai berikut: 

 

1. Puasa Arafah dan Delapan Hari Sebelumnya 

Puasa Arafah disunahkan pada tanggal 9 Dzulhijjah, dan disunahkan pula 8 hari sebelumnya dimulai dari tanggal 1. Sehingga total puasa menjadi 9 hari dan berlebaran pada tanggal 10-nya atau Hari Raya Idul Adha. 

 

Keutamaan adalah menebus dosa satu tahun yang lalu dan yang akan datang. Selain itu, hari Arafah termasuk hari di mana Allah banyak membebaskan hamba-Nya dari siksa api neraka.   

   

صَوْمُ عَرَفَةَ يُكَفر السنةَ الْمَاضيَةَ وَالبَاقيَةَ 

 

Artinya, “Puasa Arafah melebur dosa satu tahun lalu dan satu tahun yang akan datang,” (HR Muslim). 

 

مَا من يوم أكثر من أن يعتق الله فيه عبداً من النار من يوم عرفة 

 

Artinya, “Tidak ada satu hari yang di dalamnya Allah lebih banyak membebaskan hamba dari siksa neraka selain hari Arafah,” (HR. Muslim). 

 

Hanya saja orang yang sedang menunaikan ibadah haji tidak disunahkan menunaikan puasa ini. Mereka dianjurkan berbuka karena mengikuti apa yang dilakukan Nabi saw. Salah satu tujuannya untuk lebih menguatkan doa pada hari itu. (Mushthafa Al-Khin, Al-Fiqhul Manhaji, [Damaskus, Darul Qalam: 1992], jilid II, halaman 98;  dan Ibnu Hajar Al-Haitami, Al-Minhajul Qawim, [Beirut, Darul Kutub: 2000], jilid I, halaman 263).   

 

2. Puasa Asyura dan Tasu’a 

Puasa ini disunahkan pada tanggal 10 dan 9 Muharram. Keutamaannya menghapus dosa satu tahun ke belakang. 

 

صيام يوم عاشوراء يكفر السنة الماضية 


Artinya, “Puasa Asyura melebur dosa satu tahun yang lalu,” (HR Muslim).

 

Puasa Asyura ini disandingkan dengan puasa Tasu’a berdasarkan perintah Rasulullah saw. meskipun beliau tidak sempat menunaikannya karena usia. 

 

Hikmahnya adalah demi menjaga kesalahan dalam penentuan awal bulan dan juga untuk menyelisihi kebiasaan Yahudi, karena mereka juga biasa berpuasa pada tanggal sepuluh. Sehingga jika tidak sempat pada tanggal sembilan, disunahkan pula pada tanggal sebelasnya.     

 

3. Puasa Senin-Kamis 

Puasa ini disunahkan setiap hari Senin dan Kamis setiap minggunya. Keutamaannya adalah menyertai dilaporkannya amal manusia pada hari-hari tersebut. Sebagaimana disampaikan oleh Rasulullah saw. 

 

تعرض الأعمال يوم الاثنين والخميس، فأحب أن يعرض عملي وأنا صائم 

 

Artinya, “Amal-amalan itu ditunjukkan (kepada Allah) pada hari Senin dan Kamis. Maka aku ingin amalku ditunjukkan saat aku sedang berpuasa,” (HR At-Tirmidzi).  

 

4. Puasa Bulan Sya’ban

Termasuk bulan yang dianjurkan Nabi saw kepada kita untuk memperbanyak puasa karena menjadi bulan diangkatnya amal hamba seperti hari Sen​​​​​​in dan ​Kamis​​​ adalah bulan Sya’ban. 

 

أَنَّهُ - صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ - سُئِلَ عَنْ إكْثَارِهِ الصَّوْمَ فِي شَعْبَانَ فَقَالَ إنَّهُ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

 

Artinya: Saat Nabi saw. ditanya karena memperbanyak puasa di bulan Sya’ban, beliau menjawab, “Ini adalah bulan di mana amal-amal diangkat. Aku ingin amalku diangkat pada saat aku berpuasa,” (HR. Ahmad). 

 

5. Puasa Ayyamul Bidh 

Menurut sebagian ulama, yang lebih tepat istilahnya adalah puasa Layalil Bidh, sebab siang hari yang disunahkan puasa itu, yaitu tanggal 13, 14, dan 15 dalam setiap bulan Hijriah, malam-malam harinya sedang terang bulan. Dikecualikan, pada bulan Dzulhijjah karena tanggal 13 bertepatan dengan hari Tasyriq. Keutamaan puasa ini luar biasa, yakni menandingi puasa satu tahun. 

 

صوم ثلاثة من كل شهر صوم الدهر 

 

Artinya, “Puasa tiga hari dalam setiap bulan laksana puasa satu tahun,” (HR. Muslim).   

 

Selain puasa ayyamul bidh, juga disunahkan puasa ayyamus siwad, atau malam-malam gelap, yakni tanggal 28, 29, 30. Namun sebagai kehati-hatian dan mengantisipasi bulan kurang dari 30 hari, maka puasa ini biasa dimulai pada tanggal 27 setiap bulannya.     

 

6. Puasa Enam Hari Bulan Syawal 

Puasa ini disunahkan selama enam hari di bulan Syawal, baik ditunaikan berturut-turut sejak tanggal 2 Syawal, di pertengahan, atau di enam hari terakhir. Namun boleh juga ditunaikan secara berangsur dan tidak berturut-turut. Hanya saja, bagi yang memiliki hutang puasa wajib di bulan Ramadhan, hendaknya dibayar terlebih dahulu sebelum menunaikan puasa sunah enam hari ini.    

 

من صام رمضان ثم أتبعه ستا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ

 

Artinya, “Siapa saja yang berpuasa Ramadhan, kemudian diikuti enam hari di bulan Syawal, maka seakan-akan ia berpuasa selama satu tahun,” (HR. Abu Dawud). 

 

7. Puasa Dawud

Maksud puasa Dawud adalah selang sehari: sehari berpuasa, sehari berbuka. Demikian seterusnya. Disampaikan Rasulullah saw. puasa ini termasuk puasa sunah yang paling utama. Sebab, tidak ada puasa yang memakan waktu sampai setengah tahun kecuali puasa Dawud ini dan tidak ada nabi yang kuat menunaikannya kecuali Nabi Dawud a.s. 

 

أَفْضَلُ الصَّوْمِ صَوْمُ أَخِي دَاوُدَ كَانَ يَصُومُ يَوْمًا، وَيُفْطِرُ يَوْمًا
 

Artinya, “Sebaik-baiknya puasa adalah puasa saudaraku, yaitu Dawud. Ia berpuasa satu hari dan berbuka satu hari,” (HR. Ahmad). 

 

Pada ulama fiqih berkesimpulan, jika tidak mampu menunaikan puasa Dawud, satu hari berpuasa dan satu hari berbuka, maka boleh pula dengan satu hari berpuasa dan dua hari berbuka. 

 

8. Puasa Bulan-bulan Haram 

Bulan-bulan haram maksudnya adalah Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Dalam Syarah Shahih Muslim, Imam An-Nawawi menyebutkan bahwa Nabi saw. menganjurkan berpuasa pada bulan-bulan tersebut. 

 

Termasuk di dalamnya bulan Rajab yang kerap diperdebatkan landasannya. Menurutnya, tidak ada larangan puasa di bulan tersebut, tidak pula ada anjuran secara khusus. Dalam setiap bulannya, disunahkan berpuasa sebanyak 7 hari, baik di awal, di tengah ataupun di akhir. (An-Nawawi, Syarhun Nawawi ala Muslim, [Beirut, Daru Ihya At-Turats: 1392 H], jilid VIII, halaman 39).    

 

9. Puasa Ketiadaan Makanan

Rasulullah saw sendiri mencontohkan puasa ini saat pagi hari tidak mendapati makanan di rumah istrinya. Puasa ini bisa langsung dilaksanakan dan diniatkan selama pagi harinya belum makan apa-apa dan belum melewati waktu zhuhur. 

 

Adapun puasa dahri atau sepanjang waktu, menurut ulama Syafi’i, hukumnya boleh selama tidak dilakukan pada hari-hari terlarang dan tidak mendatangkan madharat serta tidak melemahkan puasa fardu. Sementara jika dilakukan pada waktu terlarang, hukumnya haram; dan jika mendatangkan madharat atau melemahkan yang fardhu, hukumnya makruh. Wallahu a’lam.

 

Ustadz M Tatam Wijaya, Penyuluh dan Petugas KUA Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat.