Syariah

Kemuliaan Bekerja di Sektor Pertanian dalam Islam

Kam, 30 November 2023 | 16:00 WIB

Kemuliaan Bekerja di Sektor Pertanian dalam Islam

Ilustrasi: pertanian (freepik)

“Pa’ Tani itoelah penolong Negeri ...”, demikian kata KH Hasyim Asy’ari dalam tulisannya yang berjudul "KEOETAMAAN BERTJOTJOK TANAM DAN BERTANI; Andjoeran Memperbanyak Hasil Boemi dan Menjoeboerkan Tanah, Andjuran Mengoesahakan Tanah dan Menegakkan Ke’adilan".(Majalah Soeara Moeslimin Indonesia No. 2 Tahun ke-2, 19 Muharom 1363).

 

Pernyataan menggugah dari sosok Hadrotusy Syaikh KH Hasyim Asy’ari ini perlu kita resapi. Boleh jadi, tidak banyak generasi muda yang mau mendalami profesi sebagai petani, bahkan tidak begitu peduli dengan nasib pekerjaan dalam bidang sektor pertanian.

 

Merujuk kepada Jurnal Studi Pemuda dengan judul “Sulitnya Regenerasi Petani pada Kelompok Generasi Muda” bahwa faktor menurunnya minat generasi muda pada pertanian di antaranya adalah rendahnya daya beli dan produktivitas, juga tingkat kesejahteraan para buruh tani.

 

Meningkatnya alihfungsi lahan pertanian menjadi sektor non-pertanian seperti sektor bisnis properti oleh pengembang menjadi tantangan sendiri bagi para petani sepuh untuk mengader anak-anak muda supaya mau melakoni profesi tani.

 

Persoalan menurunnya minat dalam bidang profesi tani tidak hanya terjadi di Indonesia, namun negara-negara lainnya yang aktif dalam bidang agraria pun mengalami penurunan dalam menjaring anak mudanya untuk berprofesi menjadi tani.

 

Jurnal tersebut mengutip satu penelitian yang menyatakan menggeluti kehidupan pertanian dianggap jauh dari gengsi, dibanding jika pergi melakukan migrasi ke kota untuk mencari pekerjaan yang lebih menjanjikan.

 

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) per-Agustus 2023, sebanyak 39,45 juta dari 139,85 juta penduduk bekerja di sektor pertanian atau sama dengan 28,21% dari total penduduk yang memiliki profesi. Tentunya jumlah ini mengalami penurunan jika melihat data di tahun 2020, dengan angka 29,76% penduduk Indonesia yang bekerja di sektor pertanian.

 

Dalam Islam, pertanian dan bercocok tanam atau menanam pohon adalah aktivitas dan profesi yang sangat mulia. Hal ini didasarkan pada kemanfaatan dari pohon yang tiada habisnya, baik bagi manusia maupun hewan dan alam sekitar.

 

Kemuliaan profesi di sektor pertanian telah dijamin oleh Rasulullah saw dalam haditsnya, bahwa pahalanya adalah pahala jariyah yang tak putus walaupun si penanam sudah wafat, selama yang ditanamnya masih tumbuh di muka bumi. Nabi saw pernah bersabda:

 

فلا يَغْرِسُ المُسْلِمُ غَرْسًا، فَيَأْكُلَ منه إنْسَانٌ، وَلَا دَابَّةٌ، وَلَا طَيْرٌ، إلَّا كانَ له صَدَقَةً إلى يَومِ القِيَامَةِ

 

Artinya, “Tidaklah seorang muslim menanam tanaman, kemudian manusia, hewan melata begitu pun burung memakan [hasil]nya, melainkan baginya sedekah hingga hari kiamat nanti.” (HR Muslim).

 

Meninjau hadits ini, Ibnu Hajar Al-‘Asqallani dalam Fathul Bari jilid V, halaman 4, menyatakan bahwa bertani dan menanam tumbuh-tumbuhan akan menuai pahala jariyah, bahkan ketika pohon tersebut berpindah kepemilikan, beliau menyebutkan:

 

أن أجر ذلك يستمر ما دام الغرس أو الزرع مأكولا منه ولو مات زارعه أو غارسه ولو انتقل ملكه إلى غيره

 

Artinya, “Pahalanya tetap ada selama tanaman atau hasil panen tersebut dimakan, meskipun penanam atau petaninya telah meninggal dunia, walaupun kepemilikannya berpindah kepada orang lain.”

 

Senada dengan Ibnu Hajar, Al-Walawi dalam Al-Bahruts Tsajjaj syarh Muslim menegaskan:

 

حصول الأجر للغارس والزارع، وإن لم يقصدا ذلك، حتى لو غَرَس، وباعه، أو زرع وباعه، كان له بذلك صدقة؛ لتوسعته على الناس في أقواتهم، كما ورد الأجر للجالب، وإن كان يفعله للتجارة والاكتساب

 

Artinya, “Pahala diperoleh bagi yang menanam dan yang menggarap pertanian, meskipun tanpa sengaja. Sekalipun dia menanam atau bertani kemudian menjualnya, maka itu menjadi sedekah baginya sebab apa yang ia tanam menjadi penghidupan masyarakat. Begitupun bagi si pembawa hasil panen ada pahala, meskipun aktivitasnya ditujukan untuk berdagang dan mendapatkan penghasilan.” (Al-Walawi, Al-Bahrul Muhith ats-Tsajjaj, [Dar Ibnil Jauzi, 1436], jilid 27, hal. 314).

 

Memilih profesi sebagai petani dahulu kala menurut para ahli fiqih adalah pekerjaan terbaik yang dapat dipilih kaum muslimin. Alasannya adalah dengan pertanian, manfaat yang dituai sangat meluas karena berkaitan dengan hajat orang banyak dan kebutuhan pokok manusia, yaitu makan.

 

Selain itu, dengan profesi sebagai petani, seseorang akan lebih dekat kepada sifat dan sikap tawakal kepada Allah, dibanding dengan pekerjaan lainnya. Barangkali, rasionalisasi dari kedekatan pada ketawakalan ini dimaknai dengan hasilnya yang dapat dimakan sendiri tanpa harus ia bersusah payah untuk mencari penghidupan lainnya.

 

Syekh Zakariya Al-Anshari dalam Asnal Mathalib menyebutkan:

 

أَفْضَلُ ما أَكَلَتْ منه كَسْبُكَ من زِرَاعَةٍ لِأَنَّهَا أَقْرَبُ إلَى التَّوَكُّلِ وَلِأَنَّهَا أَعَمُّ نَفْعًا وَلِأَنَّ الْحَاجَةَ إلَيْهَا أَعَمُّ 

 

Artinya, “Makanan terbaik yang ia konsumsi yaitu yang bersumber dari [profesi dalam sektor] pertanian, karena lebih mendekati sifat tawakal, juga manfaatnya lebih luas, begitupun kebutuhan [pada hasil pertanian] lebih banyak.” (Zakariya Al-Anshari, Asnal Mathalib fi Syarh Raudhith Thalib, [Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, 2000], jilid I, halaman 569).

 

Menurut para ahli fiqih bercocok tanam atau mendalam profesi di sektor pertanian merupakan salah satu pekerjaan terbaik selain berdagang dan memproduksi barang.Hal ini diperkuat dengan keterangan An-Nawawi dalam kutipannya atas pendapat Al-Mawardi:

 

قَالَ الْمَاوَرْدِيُّ أُصُولُ المكاسب الزارعة وَالتِّجَارَةُ وَالصَّنْعَةُ وَأَيُّهَا أَطْيَبُ فِيهِ ثَلَاثَةُ مَذَاهِبَ لِلنَّاسِ (أَشْبَهُهَا) بِمَذْهَبِ الشَّافِعِيِّ أَنَّ التِّجَارَةَ أَطْيَبُ قَالَ وَالْأَشْبَهُ عِنْدِي أَنَّ الزِّرَاعَةَ أَطْيَبُ لِأَنَّهَا أَقْرَبُ إلَى التَّوَكُّلِ

 

Artinya, “Al-Mawardi berkata: “Pangkal penghasilan manusia adalah pertanian, perdagangan, dan produksi. Manakah yang terbaik di antara tiga profesi tersebut? Pendapat Al-Asyhbah dalam Mazhab Syafi'i bahwa berdagang adalah profesi terbaik, sedangkan menurutku bertani adalah profesi terbaik karena lebih dekat pada sifat tawakal.” (An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, [Beirut: Darul Fikr,], jilid IX, halaman 59).

 

Dengan demikian, Islam memandang bertani dan pekerjaan dalam sektor pertanian sangat mulia dan dianjurkan, di saat regenerasi anak muda dalam sektor ini kian menurun jumlah peminatnya. Wallahu a'lam.

 

Ustadz Amien Nurhakim, Musyrif Pesantren Ilmu Hadits Darus-Sunnah