Syariah

Larangan Perundungan Senior ke Junior dalam Islam

Sab, 2 Maret 2024 | 15:30 WIB

Larangan Perundungan Senior ke Junior dalam Islam

Perundungan atau bullying. (Foto: NU Online/Freepik)

Kasus bullying atau perundungan sering terjadi antar siswa di lembaga pendidikan berasrama mengingat interaksi antar siswa tidak hanya ketika proses jam sekolah saja akan tetapi juga di luar kegiatan sekolah seperti ketika di dalam kamar atau bahkan ketika mengantre layanan asrama.


Kasus bullying itu ditengarai karena para siswa setelah pembelajaran tidak pulang ke rumah. Mereka menetap di asrama dan hidup bersama siswa-siswa yang lain dan dididik untuk memenuhi segala kebutuhannya sendiri tanpa kontrol langsung dari orang tua. 


Faktor mendasar dari kasus bullying dalam lembaga berasrama adalah senioritas antar siswa yang memicu adanya tindakan semena-mena dari kakak tingkat kepada juniornya. Tindakan itu seperti menyuruh, menyela antrean, menuntut untuk hormat dan sopan, menggunakan bahasa paternalistik sedangkan tidak adanya keseimbangan sikap yang baik dari para senior itu sendiri.


Pada dasarnya menghormati sosok yang lebih tua adalah sebuah keniscayaan bagi yang lebih muda, akan terapi perlu diimbangi dengan sikap menyayangi dari senior kepada junior dan tentunya tidak dengan berprilaku semena-mena yang menimbulkan sikap dan tindakan negatif kepada junior. 


Sikap timbal balik antara senior dan junior sudah diingatkan oleh Nabi Muhammad dalam Haditsnya sebagai berikut: 


لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يَرْحَمْ صَغِيْرَنَا وَيُوَقِّرْ كَبِيْرَنَا


Artinya: “Tidak termasuk golongan kami, orang yang tidak mengasihi juniornya dan tidak memuliakan seniornya”. (Imam al-Bukhari, Adabul Mufrad, [Beirut: Darul Shidiq, 2000], hal. 126). 


Hadits itu menjelaskan kepada masyarakat Muslim tentang berbuat baik dan memperhatikan hak-hak sesuai dengan usia dan kondisinya. Hadits itu juga mengingatkan kepada masyarakat Muslim untuk saling bersikap seimbang sesuai dengan hak dan tugas masing-masing. 


Hadits itu juga tentunya sangat menentang tindak senioritas yang semena-mena terhadap junior, dan juga menentang sikap ketidaksopanan junior kepada seniornya.


Hadits itu juga menjelaskan bahwa tindak perundungan dan senioritas bukan merupakan ajaran Nabi dan bukan juga merupakan akhlak seorang Muslim. Dalam Tuhfatul Ahwadzi sebagai berikut :


قَالَ بَعْضُ أَهْلِ العِلْمِ: مَعْنَى قَوْلِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم: "لَيْسَ مِنّا يَقُوْلُ: لَيْسَ مِنْ سُنَّتِنَا، لَيْسَ مِنْ أَدَبِنَا".


Artinya: “Sebagian pakar mengatakan: makna ucapan Nabi Muhammad “tidak termasuk golongan kami” adalah bukan termasuk ajaran kami, dan bukan termasuk etika kami”. (Abdurrahman al-Mubarakfuri, Tuhfatul Ahwadzi Syarh Jami’ Turmudzi, [Beirut: Darul Kutub Ilmiyah, tt], juz XI, hal. 41.)


Keseimbangan sikap dan saling memberikan umpan balik merupakan suatu hal yang harus difahami dan diwujudkan oleh senior dan juniornya agar tidak terjadi sikap standar ganda sehingga menyebabkan terjadinya tindakan perundungan dan tindakan semena-mena. Dijelaskan oleh al-Munawi dalam Faidhul Qadir sebagai berikut: 


 فَالتَّحْذِيْرُ مِنْ كَلٍّ مِنْهُمَا وَحْدَهُ فَيَتَعَيَّنُ أَنْ يُعَامِلَ كُلٌّا مِنْهُمَا بِمَا يَلِيْقُ بِهِ فَيُعْطَى الصَّغِيْرُ حَقَّهُ مِنْ الرِّفْقِ بِهِ وَالرَّحْمَةِ وَالشَّفَقَةِ عَلَيْهِ وَيُعْطَى الكَبِيْرُ حَقَّهُ مِنْ الشَرَفِ وَالتَّوْقِيْرِ.


Artinya: “Peringatan yang ditunjukkan oleh hadits dipertuntukkan bagi masing-masing dari keduanya (senior dan junior). Maka masing-masing keduanya harus berinteraksi dengan sikap yang pantas dan layak, memberikan hak kasih sayang kepada junior dan hak kehormatan dan kemuliaan kepada senior”. (Abdurrauf al-Munawi, Faidhul Qadir Syarh Jamius Shagir, [Beirut: Darul Kutub Ilmiyah, 1994], juz V, hal. 388.).


Oleh karena itu pentingnya kesadaran masing-masing antara junior dan senior untuk bersikap sebagaimana mestinya dan tidak saling menuntut hak masing-masing untuk diperlakukan sesuai dengan haknya. Karena jika senior menuntut untuk diperlakukan sesuai haknya maka akan terjadi praktik senioritas yang berujung kepada perundungan yang tentunya sangat tidak mencerminkan sikap seorang Muslim yang baik. Wallahu a’lam bisshawab


Ustadz Muh Fiqih Shofiyul Am, Tim LBM MWC NU Tannggulangin dan Tim Aswaja Center PCNU Sidoarjo