Syariah

Pencegahan Covid-19 dan Hifzhun Nafs dalam Ushul Fiqih Lintas Zaman (1)

Kam, 2 April 2020 | 09:15 WIB

Pencegahan Covid-19 dan Hifzhun Nafs dalam Ushul Fiqih Lintas Zaman (1)

Ulama ushul fiqih kontemporer memperlebar manifestasi hifzhun nafs dari represif-kuratif ke preventif-antisipatif. Dengan demikian, jaminan atas keselamatan jiwa manusia tidak hanya diwujudkan melalui dimensi tindakan hukum (jinayah). (Ilustrasi: islamrf.org)

Kita mengenal ad-dharuriyyatul khams atau lima prinsip dasar yang menjadi landasan hukum atas pemberlakuan syariat tertentu. Prinsip ini yang disebut dengan nama lainnya ushulus syariah (pokok syariat). Salah satu prinsipnya adalah hifzhun nafs, hifzhun nufus, atau jaminan atas keselamatan jiwa manusia.

Di sini kami akan mengutip pandangan Imam Al-Haramain Al-Juwaini (419-478 H/1028-1085 M), ulama pertama (menurut Muhammad Musthafa As-Syalabi) yang merumuskan lima prinsip tersebut dalam karyanya Al-Burhan fi Ushulil Fiqhi.

هذا الذي ذكره هؤلاء أصول الشريعة ونحن نقسمها خمسة أقسام أحدها ما يعقل معناه وهو أصل ويئول المعنى المعقول منه إلى أمر ضروري لا بد منه مع تقرير غاية الإيالة الكلية والسياسية العامية وهذا بمنزلة قضاء الشرع بوجوب القصاص في أوانه فهو معلل بتحقق العصمة في الدماء المحقونة والزجر عن التهجم عليها 

Artinya, “Apa yang disebutkan para ulama adalah ushulus syariah atau prinsip pokok syariat. Kami membaginya menjadi lima. Pertama, prinsip yang maknanya dapat dinalar dan ini pokok. Prinsip yang ternalar berpulang kepada masalah mendasar (amrin dharuriyyin) yang tidak dapat tidak bersamaan dengan penetapan tujuan universal dan kebijaksanaan umum. Ini–seperti kedudukan putusan syariat atas kewajiban qishash pada waktunya–dapat dijadikan illat atau dasar hukum untuk mewujudkan kepastian keselamatan jiwa yang wajib dilindungi dan mewujudkan larangan atas ancaman keselamatan jiwa tersebut…” (Lihat Imam Al-Haramain Al-Juwaini, Al-Burhan fi Ushulil Fiqh, [Kairo, Darul Ansor: tanpa tahun], juz II, halaman 923).

Konsep hifzhun nafs dalam pandangan Imam Al-Haramain diwujudkan dalam pengendalian sosial dengan bentuk qishash sebagai pendekatan represif-kuratif hukum. Pemberlakuan qishash sebagai perwujudan konsep hifzhun nafs ini kemudian diikuti oleh kebanyakan ulama ushul fiqih lintas mazhab termasuk lingkaran mazhab Syafi’i sepeninggal Imam Al-Haramain yang dapat kita baca dari karya ushul fiqih mereka.

Pendekatan represif-kuratif hukum diduga kuat oleh para ulama sebagai cara efektif dan cocok dalam pengendalian sosial, yakni pencegahan atas tindakan pembunuhan karena orang akan berpikir dua kali untuk membunuh dengan melihat sanksi setimpal.