Syariah

Penghormatan Islam pada Eksistensi Agama yang Ada

Jum, 11 Agustus 2023 | 22:00 WIB

Penghormatan Islam pada Eksistensi Agama yang Ada

Penghormatan Islam pada Eksistensi Agama yang Ada. (Foto ilustrasi: NU Online/Freepik)

Salah satu ajaran penting dalam Islam yang perlu diketahui oleh semua kalangan adalah sikap saling menghormati, baik kepada mereka yang seagama ataupun yang tidak. Bentuk penghormatan dalam hal ini adalah dengan cara tidak mengganggu semua aktivitas orang lain, membiasakan diri untuk saling membantu, saling menyapa, dan hal-hal lain yang bisa semakin mempererat hubungan antar sesama manusia.


Selain itu, sikap menghormati juga mengharuskan setiap orang untuk tidak menghina dan mencela sesembahan-sesembahan pemeluk agama lain. Karena mereka juga bisa melakukan hal yang sama kepada orang yang mencelanya. Hal ini juga bisa menjadi penyebab perpecahan dan saling membenci antar sesama. Larangan ini sebagaimana ditegaskan oleh Allah swt dalam Al-Qur’an, yaitu:


وَلاَ تَسُبُّواْ الَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِ اللّهِ فَيَسُبُّواْ اللّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ كَذَلِكَ زَيَّنَّا لِكُلِّ أُمَّةٍ عَمَلَهُمْ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِم مَّرْجِعُهُمْ فَيُنَبِّئُهُم بِمَا كَانُواْ يَعْمَلُونَ


Artinya, “Dan janganlah kamu memaki sesembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa dasar pengetahuan. Demikianlah, Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan tempat kembali mereka, lalu Dia akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan.” (QS Al-An’am [6]: 108).


Merujuk pendapat Syekh Nawawi Banten, ayat ini diturunkan ketika para sahabat mencela dan memaki sesembahan orang kafir Quraisy ketika melihat sesembahan itu. Hingga pada akhirnya orang-orang Quraisy justru membalas dengan menghina Nabi Muhammad. Sejak saat itulah akhirnya Allah melarang umat Islam untuk tidak mengganggu dan mengusik pemeluk agama lain,


إِنَّ الصَّحَابَةَ مَتَى شَتَمُوْهُمْ كَانُوْا يَشْتَمُوْنَ رَسُوْلَ اللهِ 


Artinya, “Sungguh ketika para sahabat mencaci-maki (sesembahan) mereka (kafir Quraisy), maka mereka (membalas) mencaci-maki Rasulullah.” (Syekh Nawawi Banten, Murah Labid li Kasyfi Ma’anil Qur’an al-Majid, [Beirut, Darul Kutub Ilmiah: 1417], juz I, halaman 340).


Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Syekh Dr. Wahbah bin Musthafa az-Zuhaili dalam kitab karyanya, mengutip pendapat Syekh Abdurrazzaq dalam riwayat Imam Qatadah. Pada zaman dahulu umat Islam sering mencaci sesembahan orang-orang kafir, sehingga mereka membalas dengan mencaci Allah swt,


قَالَ عَبْدُ الرَّزَّاقِ: أَخْبَرَنَا مَعْمَرُ عَنْ قَتَادَة قَالَ: كَانَ الْمُسْلِمُوْنَ يَسُبُّوْنَ أَصْنَامَ الْكُفَّارِ فَيَسُبُّوا اللهَ


Artinya, “Berkata Syekh Abdurrazzaq: Ma’mar telah memberi khabar dari Imam Qatadah, bahwa ia berkata: Kaum muslimin terdahulu mencaci berhala-berhala orang kafir, kemudian mereka (membalas) mencaci Allah.” (Syekh az-Zuhaili, at-Tafsir Munir fil Aqidati wasy Syari’ati wal Manhaji, [Damaskus, Darul Fikr: 1418], juz VII, halaman 324).


Spirit ayat Al-Qur’an dan beberapa penjelasan ini adalah tidak mengusik keyakinan dan agama orang lain yakni dengan cara saling menghormati dan tidak saling menghina serta memaki sesembahan lainnya. Tujuannya tidak lain agar mereka tidak membalas hinaan dan cacian tersebut, sehingga permusuhan dan perpecahan akan terjadi. Sesama umat beragama akan saling benci dan saling mengganggu, bahkan bisa saja terjadi perang. Kedamaian tidak lagi ada, dan kerukunan tidak lagi bisa dirasakan bersama. Semua itu penyebabnya karena satu yaitu tidak saling menghormati sesembahan lainnya.


Oleh karena itu, Allah swt menegaskan kepada semua umat Islam untuk tidak memaki sesembahan pemeluk agama lain agar mereka tidak membalas dengan memaki Allah, dan tentunya juga agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.


Islam datang sebagai agama mandiri dan tidak pernah memaksa pemeluk agama lain untuk mengikutinya. Nabi menyebarkan ajaran Islam dengan caranya sendiri yang menjunjung tinggi nilai kesopanan, kemuliaan, kejujuran dan kebijaksanaan. Nabi tidak pernah memaksa siapa saja untuk mengikutinya, bahkan Al-Qur’an melarang sikap pemaksaan itu, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Baqarah, Allah berfirman:


لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ


Artinya, “Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat.” (QS Al-Baqarah [2]: 256).


Dalam ayat yang lain juga disebutkan:


لَكُمْ دِينُكُمْ وَلِيَ دِينِ


Artinya, “Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” (QS Al-Kafirun [109]: 6).


Beberapa ayat ini memberikan pelajaran penting bagi semua umat Islam, yaitu ketidakbolehan mengganggu dan mengusik pemeluk agama lain. Kata sederhana untuk menggambarkan semua itu adalah dengan cara menghargai dan menghormati keyakinan mereka. Dengan menghargai, maka sesama umat beragama tidak akan mengganggu pemeluk agama yang lain. Mereka akan saling menghargai akidah dan keyakinannya masing-masing.


Penjelasan ini selaras dengan apa yang disampaikan oleh Syekh Dr. Ahmad Arafah Mesir, bahwa Islam merupakan agama yang menghormati kebebasan beragama setiap orang. Bentuk penghormatan dalam hal ini dengan cara tidak memaksakan mereka untuk membenarkan apa yang kita yakini benar,


لقد وضع الاسلام قواعد واضحة للعائلة البشرية، لذلك احترم الاسلام حرية العقيدة، فمنع الاكراه في الدين


Artinya, “Sungguh Islam telah menetapkan suatu kaidah-kaidah yang jelas bagi setiap keluarga manusia, karena itu Islam menghormati kebebasan berkeyakinan (aqidah, beragama), maka dilarang memaksa dalam urusan agama.” (Syekh Ahmad Arafah, at-Tasamuh al-Islami wa Duwaruhu fi at-Ta’ayusy as-Silmi, [Mesir, Darut Ta’lim al-Jama’i: tt], halaman 73).


Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Grand Syekh Al-Azhar Mesir, Syekh Dr. Ahmad Thayyib bahwa setiap manusia berhak memilih untuk memeluk agama yang dia yakini. Dan umat Islam harus menghormati pilihan tersebut serta tidak berhak untuk memaksa mereka agar masuk Islam. Kewajiban umat Islam adalah mendakwahkan semua ajaran Islam, bukan memaksa orang lain agar masuk di dalamnya,


وَالْحُرِّيَّةُ حَقٌّ لِكُلِّ اِنْسَانٍ: اِعْتِقَادًا وَفِكْرًا وَتَعْبِيْرًا وَمُمَارَسَةً


Artinya, “Kebebasan merupakan hak setiap manusia: baik dalam berakidah (beragama), berpikir, berekspresi, dan bertindak.” (Syekh Ahmad Thayyib, Adabun wa Qiyamun, [Mesir: 2020], halaman 195).


Demikian penjelasan perihal penghormatan Islam pada eksistensi agama yang ada. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.


Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur.