Syariah

Pentingnya Gaji Guru menurut Pandangan Islam

Jum, 1 Maret 2024 | 23:00 WIB

Pentingnya Gaji Guru menurut Pandangan Islam

ILustrasi guru sedang mengajar peserta didik. (Foto: NU Online/Faizin)

Kesuksesan pelaksanaan pendidikan tidak bisa lepas dari adanya biaya. Dalam syi’ir masyhur tentang syarat mendapatkan ilmu dikatakan ada enam syarat untuk mendapatkan ilmu, yang salah satunya adalah “bulghoh” yaitu adanya biaya. 

 

Pendidikan termasuk bagian dari maslahat umum yang menjadi sasaran alokasi dana negara. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa pemerintah dalam menetapkan keputusan, termasuk dalam kaitan anggaran, harus berdasarkan maslahat, dan harus memprioritaskan kebutuhan yang lebih penting dan mendesak.  

 

Dilansir dari laman Kemdikbud, disebutkan bahwa Komisi X DPR RI mengesahkan pagu anggaran Kemendikbudristek Tahun 2024 sebesar Rp98 Triliun, sesuai hasil Rapat Panitia Kerja Kebijakan Belanja Pemerintah Pusat RUU RAPBN TA 2024. Pagu anggaran Kemendikbudristek yang telah disahkan ini meningkat dari pengajuan sebelumnya yakni Rp97 Triliun.

 

Peningkatan anggaran sebesar Rp1 Triliun adalah untuk belanja pegawai, dengan rincian yaitu 1) Tunjangan Profesi Guru (TPG) dan Tunjangan Khusus Guru (TKG) NonPNS sebesar Rp454 Milyar; 2) Tunjangan Profesi Dosen (TPD) dan Tunjangan Kehormatan Guru Besar (TKGB) NonPNS sebesar Rp210 Milyar; dan 3) Gaji Pokok dan Tunjangan melekat PNS Kemendikbudristek sebesar Rp620 Milyar.

 

Berdasarkan urutannya, kementerian yang mendapat anggaran terbesar tahun 2024 adalah Kementerian PUPR sebesar Rp147,37 triliun, lalu Kementerian Pertahanan Rp139,27 triliun, Polri Rp117,41 triliun, Kemendikbud Ristek Rp98,99 triliun, Kemenkes Rp90,48 triliun, Kemensos Rp79,21 triliun, dan Kemenag Rp74,07 triliun.

 

Dalam pandangan Islam, guru termasuk dari orang-orang yang memiliki dampak maslahat yang dapat dirasakan oleh masyarakat umum. Oleh karena itu, mereka berhak untuk diprioritaskan dan mendapatkan tunjangan dari pemerintah, dengan harapan agar dapat lebih fokus untuk mendidik dan mencerdaskan anak bangsa, tidak lagi perlu mencari pekerjaan sampingan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. 

 

Hak untuk mendapatkan tunjangan ini tidak didasari karena mereka tidak mampu dan kekurangan, melainkan karena besarnya pengaruh dan manfaat mereka dalam memperjuangkan kemerdekaan anak bangsa dari kebodohan, sehingga hak tunjangan tersebut tetap dapat diberikan meskipun mereka sudah kaya dan berkecukupan. Imam Al-Ghazali menjelaskan: 

 

قَالَ الْغَزَالِي مَالُ الْمَصَالِحِ لَايَجُوْزُ صَرْفُهُ إِلَّا لِمَنْ فِيْهِ مَصْلَحَةٌ عَامَّةٌ أَوْ هُوَ مُحْتَاجٌ عَاجِزٌ عَنِ الْكَسْبِ مِثْلُ مَنْ يَتَوَلَّى أَمْرًا تَتَعَدَّى مَصْلَحَتُهُ إِلَى الْمُسْلِمِيْنَ وَلَوِ اشْتَغَلَ بِالْكَسْبِ لَتَعَطَّلَ عَلَيْهِ مَا هُوَ فِيْهِ فَلَهُ فِي بَيْتِ الْمَالِ كِفَايَتُهُ فَيَدْخُلُ فِيْهِ جَمِيْعُ أَنْوَاعِ عُلَمَاءِ الدِّيْنِ كَعِلْمِ التَّفْسِيْرِ وَالْحَدِيْثِ وَالْفِقْهِ وَالْقِرَاءَةِ وَنَحْوِهَا وَيَدْخُلُ فِيْهِ طَلَبَةُ هَذِهِ الْعُلُوْمِ وَالْقُضَاةُ وَالْمُؤَذِّنُوْنَ وَالْأَجْنَادُ وَيَجُوْزُ أَنْ يُعْطَى هَؤُلَاءِ مَعَ الْغِنَى وَيَكُوْنُ قَدْرُ الْعَطَاءِ إِلَى رَأْيِ السُّلْطَانِ وَمَا تَقْتَضِيْهِ الْمَصْلَحَةُ وَيَخْتَلِفُ بِضَيْقِ الْمَالِ وَسَعَتِهِ 

 

Artinya:  “Al-Ghazali berkata; Dana maslahat tidak boleh dibelanjakan kecuali untuk orang yang mempunyai kepentingan umum atau orang yang membutuhkan dan tidak mampu mencari nafkah, misalnya seseorang yang menangani tugas yang maslahatnya kembali pada umat Islam, dan jika dia sibuk mencari nafkah, maka ia akan sulit untuk menjalankan tugasnya, maka dia mempunyai hak mendapatkan tunjangan dari kas negara. Termasuk di dalamnya, semua guru agama, seperti ilmu tafsir, hadits, fiqih, membaca Al-Quran dan sejenisnya, termasuk juga para pelajar ilmu-ilmu tersebut, hakim, muadzin, dan prajurit. mereka boleh diberi tunjangan meskipun kaya. Besarnya anggaran itu tergantung pada pendapat pemerintah dengan mempertimbangkan maslahat yang ada, dan itu bervariasi sesuai dengan kondisi keuangan negara.”(Abu Zakariya Yahya An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2011] Juz X, Halaman 380)

 

Pemerintah memang harus memperhatikan keberlangsungan pendidikan termasuk dalam hal kesejahteraan guru dan peserta didiknya. Bahkan keberlangsungan pendidikan dinilai lebih penting dari militer, karena tanpa adanya pendidikan, anak akan tumbuh tanpa ilmu, dan bisa jadi mereka memiliki pemahaman yang sesat dan radikal, sehingga akan membahayakan keamanan dan dapat menggerogoti negara dari dalam. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ibnu Muflih sebagaimana berikut: 

 

وَوَاجِبٌ عَلَى الْإِمَامِ أَنْ يَتَعَاهَدَ الْمُعَلِّمَ وَالْمُتَعَلِّمَ كَذَلِكَ وَيَرْزُقَهُمَا مِنْ بَيْتِ الْمَالِ لِأَنَّ فِي ذَلِكَ قِوَامًا لِلدِّيْنِ فَهُوَ أَوْلَى مِنَ الْجِهَادِ لِأَنَّهُ رُبَّمَا نَشَأَ الْوَلَدُ عَلَى مَذْهَبٍ فَاسِدٍ فَيَتَعَذَّرُ زَوَالُهُ مِنْ قَلْبِهِ 

 

Artinya: “Wajib bagi imam (pemerintah) untuk memberikan perhatian kepada guru dan peserta didik, dan membiayai mereka dari kas negara, karena itu dapat menegakkan agama, jadi lebih utama dari jihad, karena (tanpa pendidikan) mungkin anak-anak tumbuh dengan ajaran yang sesat, sehingga tidak mungkin bisa dihilangkan dari hatinya.” (Abdullah Muhammad Ibnu Muflih, Al-Adab Asy-Syar’iyah [Beirut, Muassasah Ar-Risalah: 1999] Juz II, Halaman 52)

 

Keputusan untuk menaikkan tunjangan gaji guru dan anggaran lainnya, tentu juga harus mempertimbangkan kebutuhan negara secara menyeluruh, seperti keamanan, kemiskinan, kesehatan dan kebutuhan-kebutuhan pokok lainnya, sehingga keputusan ini memang benar-benar memprioritaskan maslahat yang paling urgen. 

 

اَلْوَاجِبُ عَلَى الْإِمَامِ عِنْدَ صَرْفِ الْأَمْوَالِ أَنْ يَبْتَدِئَ فِى الْقِسْمَةِ بِالْأَهَمِّ فَالْأَهَمِّ مِنْ مَصَالِحَ الْمُسْلِمِيْنَ كَعَطَاءِ مَنْ يَحْصُلُ لِلْمُسْلِمِيْنَ مِنْهُمْ مَنْفَعَةٌ عَامَّةٌ اَوِ الْمُحْتَاجِيْنَ

 

Artinya: “Yang diwajibkan bagi seorang imam (pemerintah) ketika mengalokasikan dana adalah mulai membaginya dengan apa yang paling penting, kemudian kepentingan di bawahnya dari kepentingan umat Islam, seperti untuk orang-orang yang memberi manfaat untuk umat Islam secara umum, atau orang-orang yang membutuhkan.” (Abdullah bin Umar bin Sulaiman Ad-Damiji, Al-Imamatul Udhma ‘Inda Ahlis Sunnah Wal Jama’ah [Riyadh, Daru Thayyibah: 1403 H] Halaman 357-358)

 

Demikian pandangan Islam terkait kenaikan gaji guru. Guru adalah pahlawan bangsa. Peradaban dan masa depan negara tergantung pada keberhasilan mereka dalam mendidik murid-muridnya. Pengetahuan dan etika menjadi kunci utama keberhasilan negara di masa mendatang. Karenanya guru sangat patut untuk diperhatikan kesejahteraannya agar dapat maksimal dalam menjalankan tugasnya. Wallahu a’lam.

 

Muhammad  Zainul Millah, Pesantren Fathul Ulum Wonodadi Blitar Jawa Timur.