Syariah

Pesan KH Hasyim Asy’ari tentang Perayaan Maulid Nabi

Ahad, 24 September 2023 | 07:44 WIB

Pesan KH Hasyim Asy’ari tentang Perayaan Maulid Nabi

KH Hasyim Asy’ari. (Foto: NU Online)

Perayaan maulid Nabi Muhammad saw di berbagai penjuru dunia merupakan suatu kebiasaan dan tradisi yang sangat mulia. Semua itu tidak lain selain bentuk cinta dan kerinduan dari setiap umat kepada nabinya. Setiap umat Islam memiliki cara tersendiri dalam merayakan hari kelahiran manusia terbaik sepanjang zaman ini.


Ada yang mengundang para ulama, keluarga dan tetangga untuk berkumpul bersama-sama. Mereka mengisi perkumpulan tersebut dengan pembacaan shalawat, pembacaan maulid nabi, ceramah agama tentang sejarah perjuangan baginda nabi ketika beliau masih, dan lainnya. Perayaan maulid nabi juga sudah lumrah dilaksanakan di Indonesia, mulai dari pelosok desa hingga perkotaan.


Ada juga yang merayakan maulid nabi dengan mengadakan pawai berjamaah di jalanan sembari bershalawat dan bertakbir. Ada juga yang menggelar perayaan maulid nabi dengan mengadakan lomba puisi yang berisikan pujian, sanjungan, dan teladan yang dilakukan oleh nabi.


Tidak hanya itu, ada juga yang merayakan maulid dengan memainkan genderang di sepanjang jalanan kota sembari membaca shalawat dan sirah-sirah nabawiyah. Dan, ada juga yang berkumpul di masiid-masjid pada setiap tanggal 12 Rabiul Awal untuk membaca shalawat, dzikir, dan dilanjutkan dengan ceramah agama, kemudian ditutup dengan doa.


Beberapa cara yang berbeda di setiap daerah di Indonesia itu untuk menunjukkan bahwa setiap orang dan setiap daerah memiliki cara yang berbeda dalam mengekspresikan cintanya kepada Nabi Muhammad saw. Semua itu tidak lain adalah bentuk kebahagiaan dan syukur seorang umat karena kelahiran panutan dan nabinya.


Kendati demikian, ada hal penting yang perlu diketahui dalam perayaan maulid nabi, yaitu larangan agar dalam perayaan maulid tidak berisikan perbuatan-perbuatan maksiat yang justru menodai sakralitas dan kemuliaan hari kelahiran Nabi Muhammad.


Larangan ini sebagaimana ditegaskan oleh Rais Akbar Nahdlatul Ulama Hadratussyekh KH Hasyim Asy’ari. Ia menulis suatu kitab secara khusus yang menjelaskan beberapa larangan yang seharusnya tidak terjadi dalam perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad. Kitab itu berjudul at-Tanbihat al-Wajibat liman Yashna’ul Maulid bil Munkarat (peringatan-peringatan yang wajib [disampaikan] kepada orang yang merayakan maulid nabi dengan kemungkaran).


Dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa maulid yang pada dasarnya merupakan perbuatan yang dianjurkan dalam Islam, karena terdapat unsur memuliakan Nabi Muhammad dan bahagia atas kelahirannya. Tentu, jika tujuannya benar maka akan berpahala. Namun jika tujuannya tidak benar, maka tidak mendapatkan pahala, bahkan berdosa jika dalam perayaannya terdapat hal-hal yang diharamkan.


Menurut KH Hasyim Asy’ari, termasuk dari sesuatu yang diharamkan dan tidak seharusnya dilakukan dalam perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad adalah mengadakan maulid menggunakan alat-alat musik yang diharamkan. Meski nyanyian atau lagu-lagu yang dibacakan pada acara tersebut adalah shalawat, tetap saja hukum menggunakan alat musik yang diharamkan itu hukumnya tidak boleh dan dianggap tidak memuliakan nabi.


Termasuk juga hal-hal yang diharamkan dalam perayaan maulid Nabi Muhammad adalah campur-baur antara laki-laki dan perempuan yang bisa menimbulkan fitnah (keinginan atau hasrat tinggi untuk melakukan zina dan hal-hal lain yang berhubungan dengannya, seperti mencium dan bermesra-mesraan dengan orang yang tidak halal).


Maulid nabi yang di dalamnya terdapat hal-hal seperti ini tidak diperbolehkan dan bahkan haram untuk menghadirinya. Pasalnya, pada hakikatnya perayaan tersebut merusak sakralitas kemuliaan hari kelahiran nabi dan sama sekali tidak memberikan hormat kepadanya,


فَاعْلَمْ أَنَّ عَمَلَ الْمَوْلِدِ اِذَا أَدَّى اِلىَ مَعْصِيَةٍ رَاجِحَةٍ مِثْلَ الْمُنْكَرَاتِ وَجَبَ تَرْكُهُ وَحَرُمَ فِعْلُهُ


Artinya, “Ketahuilah! Sungguh setiap perayaan maulid jika menjadi penyebab terjadinya maksiat yang nyata, seperti terjadinya kemungkaran, maka wajib untuk meninggalkannya dan haram mengadakannya.” (KH Hasyim Asyi’ari, at-Tanbihat al-Wajibat liman Yashna’ul Maulid bil Munkarat, [Tebuireng, Maktabah Turats al-Islami: tt], halaman 19).


Selain itu, kemungkaran-kemungkaran yang tidak boleh dilakukan dalam perayaan maulid Nabi Muhammad adalah membelanjakan uang untuk perbuatan maksiat, seperti mengadakan maulid yang di dalamnya disediakan minuman keras untuk mabuk-mabukan, mengadakan maulid dengan acara orkes, dan hal lain yang tidak mencerminkan nilai-nilai Islam.


Perayaan hari kelahiran Nabi Muhammad dengan ragam acara yang di dalamnya terdapat kemungkaran hukumnya tidak diperbolehkan dan dosa besar. Bukan maulidnya yang diharamkan, tetapi karena terdapat perbuatan yang bisa menjerumuskan pada keharaman, seperti zina, mabuk-mabukan, dan lainnya.


Orang-orang yang mengadakan acara tersebut telah merendahkan nabi dan sama sekali tidak menunjukkan rasa hormat dan sopan kepada nabi, bahkan di khawatirkan akan mati dalam keadaan su’ul khatimah,


عمل المولد مع فعل المنكرات سوء أدب ونوع استهانة وايذاء برسول الله، وأن الذين يعملونه وقعوا في ذنب عظيم قريب من الكفر ويخشى عليهم من سوء الخاتمة ولا ينجيهم منه الا بالتوبة أو عفو الله تعالى. فلو قصدوا بذلك الاستخفاف والاستهزاء برسول الله فلا شك في كفرهم


Artinya, “Perayaan maulid nabi beserta kemungkaran di dalamnya merupakan bentuk tidak beradab, meremehkan dan menyakiti Rasulullah. Sungguh orang-orang yang mengadakannya akan terjerumus pada dosa besar dan dekat dengan kekafiran, serta dikhawatirkan mati dalam keadaan su’ul khatimah, dan tidak ada yang bisa menyelamatkan mereka dari (dosa tersebut) selain tobat atau ampunan dari Allah. Jika mengadakan acara tersebut bertujuan untuk menganggap remeh dan merendahkan Rasulullah, maka tidak perlu diragukan dalam kekafirannya.” (KH Hasyim Asyi’ari, 45).


Dari beberapa penjelasan ini, dapat disimpulkan bahwa perayaan maulid Nabi Muhammad yang di dalamnya terdapat kemungkaran atau bisa menimbulkan kemaksiatan harus ditinggalkan dan tidak boleh diadakan, karena hal itu pada hakikatnya merendahkan kemuliaan dan keagungan nabi. Wallahu a’lam.


Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur.