Wajib Mundur: Ketika Pejabat Tidak Kompeten Menurut Islam
NU Online ยท Rabu, 3 September 2025 | 16:00 WIB
Shofi Mustajibullah
Kolomnis
Pemerintahan adalah kerangka organisasi berskala makro yang mengelola, merancang kebijakan, mengambil keputusan serta menjalani negara. Anggota dalam strukturnya adalah pejabat. Negara adalah wadahnya.ย
ย
Sudah sewajarnya, bilamana anggota dari organisasi bernama pemerintahan tidak berkompeten menjalankan tugasnya, tanpa intervensi siapa pun segera mengundurkan diri. Sebab agungnya cita-cita sebuah negara dan tingginya harapan masyarakat bergantung pada kebijakan pejabatnya. Saat negara tidak kondusif, ada di situasi chaos, jelas yang bertanggung jawab sepenuhnya adalah pejabat. Dalam Islam, mundur dari jabatan yang diampu lantaran tidak memiliki kompetensi hukumnya wajib.
Perlu diketahui, pengunduran diri seorang pejabat dalam konsep Islam ada dan diperbolehkan. Apabila seorang pemimpin terdampak faktor-faktor seperti menurunnya produktivitas dikarenakan sakit, sehingga mempengaruhi kepemimpinannya, maka diperbolehkan. Terlebih ada sosok atau figur yang mampu mengisi posisi yang kosong. (Abu Bakar Al-Khawarizmi,ย Mufidul Ulum wa Miubidul Humum, [Beirut, Maktabah Al-Unshuriyah: 1997], halaman 436).
Stereotip sosial yang tersebar di tengah masyarakat mengenai langkah pengunduran diri seorang pejabat dianggap sebagai sebuah kelemahan, ketidakmampuan dan sifat rendahan. Padahal, hal yang demikian merupakan representasi dari kesadaran jabatan berartikan amanah yang dibebankan masyarakat. Bahkan, Islam tegas mewajibkan seorang pemimpin mengundurkan diri atau melepas jubah jabatan saat tidak berkompetensi dalam memimpin.
Menjalankan suatu bidang apapun itu, tentu harus menguasai kompetensi yang berkaitan. Seorang pebisnis harus menguasai segala kompetensi yang berkaitan dan bersinggungan dengan bisnis. Pun demikian dengan pemimpin, harus memiliki kompetensi kepemimpinan. Ketika tidak memiliki kompetensi, seorang pemimpin wajib hukumnya melepas jabatannya. Sebagaimana yang dikatakan Al-Qurthubi:
ููููุฌูุจู ุนููููููู ุฃููู ููุฎูููุนู ููููุณููู ุฅูุฐูุง ููุฌูุฏู ููู ููููุณููู ููููุตูุง ููุคูุซููุฑู ููู ุงููุฅูู ูุงู ูุฉู
Artinya, โWajib bagi seorang pemimpin melepas jabatannya ketika ia mendapati ketidak kompetensi sehingga berpengaruh pada kepemimpinannya.โ (Tafsir Al-Qurthubi, [Kairo, Dar Mishriyah: 1964], juz I, halaman 272).
Model nyata dari bentuk ketidak kompetensi seorang pejabat banyak macamnya. Bisa karena menurunnya kesehatan, penurunan nalar seperti pikun, atau memang tidak layak dalam memimpin. Untuk menghindari dampak buruk dalam memimpin, pejabat wajib turun dari jabatannya.
Menurut Wahbah Zuhaili, proses pencopotan jabatan terjadi saat perubahan kondisi dari seorang pemimpin yang didasarkan pada dua hal, melemahnya badan dan cacatnya keadilan. Hal ini pun berlaku pada tindakan pengunduran diri dari jabatan yang dipegang. Adapun cacat pada aspek keadilan secara rinci mencakup kebijakan yang tidak berpihak pada rakyat dan hanya memikirkan diri sendiri.
ุฃูู ููุง ุฌูุฑูุญู ุงูุนูุฏูุงููุฉู ูููููู ุงูููุณููู: ูููููู ุงุฑูุชูููุงุจููู ุงูู ูุญูุธููุฑูุงุชูุ ููุฅูููุฏูุงู ููู ุนูููู ุงูู ูููููุฑูุงุชูุ ููุงููููููุงุฏููู ููููุฃูููููุงุกู ููุงูุดููููููุงุชู
Artinya, โcacat pada keadilan adalah kefasikan: yakni melakukan hal-hal yang dilarang, berani melakukan kemungkaran, serta berpihak pada ambisi pribadi dan hasrat.โ (Al-Fiqhul Islam wa Adillatuhu, [Beirut, Darul Fikr: 1985], juz VIII, halaman 6188).
Dapat disimpulkan, saat seorang pemimpin tidak memiliki kompetensi dalam memimpin sebuah negara, maka wajib melepas jabatannya. Keputusan wajib pengunduran diri seorang pejabat dilandaskan pada antisipasi kerusakan arah negara yang disebabkan buruknya kualitas pemimpin.
Pengunduran Diri Pejabat Di Indonesia
Sayangnya, kultur melepas jabatan yang didasarkan pada kesadaran atas tidak memiliki kompetensi sangat jarang ditemuiย di negara ini. Paling tidak pencopotan jabatan terjadi karena skandal politik, tindakan korupsi, atauย perbedaan arah politik. Pejabat indonesia jarang sekali melepas jabatannya, yang sering dilepas secara tidak hormat.
Berbeda dengan negara di belahan dunia lainnya. India misalnya, saat terjadi tindakan agresif teroris di Mumbai dan aparat tidak mampu mengantisipasi koran yang terus berjatuhan, Shivraj Patil yang pada saat itu menjabat sebagai Mendagri India, mengundurkan diri. Atau pengunduran diri seorang Perdana Menteri Jepang bernama Yukio Hatoyama, yang disebabkan menanggung beban moral dari gagalnya menepati janji memindahkan pangkalan militer AS dari Okinawa.
Tokoh-tokoh yang sudah disebutkan sebelumnya hanya segelintir dari figur yang memiliki kesadaran penuh melepas jabatannya dan tidak keras kepala mempertahankannya. Lantas bagaimana dengan Indonesia? Jamak diketahui, banyak pejabat yang menghalalkan segala cara untuk melanggengkan jabatan yang dimiliki. Nuansa korupsi, kolusi, dan nepotisme masih melekat dan membudaya di negara ini. Sehingga kultur seorang pejabat mengundurkan diri sulit ditemukan.
Terakhir, tulisan ini bertujuan untuk menegaskan, bahwa Islam mewajibkan seorang pemimpin atau pejabat untuk mengundurkan diri apabila tidak berkompeten dalam memimpin. Dengan adanya penegasan ini, diharapkan warga negara Indonesia memiliki kesadaran untuk tidak melanggengkan jabatan mati-matian. Puncaknya, pejabat yang sudah sadar, akan sukarela mencopot jabatannya tanpa intervensi siapapun. Semua demi kemaslahatan bangsa Indonesia. Wallahu aโlam.
Ustadzย Shofi Mustajibullah, Mahasiswa Pascasarjana UNISMAย
Terpopuler
1
Instruksi Kapolri soal Tembak di Tempat Dinilai Berbahaya, Negara Harus Lakukan Evaluasi
2
Haul Ke-44 KH Abdul Hamid Pasuruan, Ini Rangkaian Acaranya
3
Gusdurian Desak Kapolri Mundur usai Marak Kekerasan Aparat
4
Prabowo Batalkan Kunjungan ke Tiongkok, Pilih Fokus Tangani Situasi Dalam Negeri
5
Koalisi Masyarakat Sipil Nilai Pidato Prabowo Tak Singgung Ketidakadilan Sosial dan Kebrutalan Aparat
6
Prabowo Instruksikan TNI-Polri Tak Ragu Ambil Langkah Tegas saat Hadapi Kerusuhan
Terkini
Lihat Semua