Sunnatullah
Kolomnis
Shalat tarawih merupakan shalat sunnah yang sangat dianjurkan yang dilakukan pada bulan yang sangat mulia dan penuh keberkahan, yaitu bulan suci Ramadhan. Shalat Tarawih menjadi salah satu amaliah yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah saw selama hidupnya dan diteruskan oleh para sahabat dan umat Islam setelah kepergiannya.
Al-Hafidh Ibnu Hajar al-‘Asqalani mendefinisikan shalat Tarawih dengan shalat sunnah yang khusus dilakukan pada malam-malam Ramadhan. Dinamakan Tarawih karena orang yang melakukannya beristirahat sejenak di antara dua kali salam atau istirahat setiap empat rakaat. (Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Fathul Bâri Syaru Shahîhil Bukhâri, [Bairut, Dârul Ma’rifah, 1998], juz IV, halaman 250).
Hukum dan Waktunya
Shalat tarawih tidak hanya sebatas amaliah sunnah yang hanya dikhususkan untuk Rasulullah saw, namun juga untuk umatnya. Rasulullah saw juga menginginkan pahala luar biasa dari shalat Tarawih bagi umatnya. Rasulullah saw bersabda:
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (متفق عليه)
Artinya, “Barang siapa melakukan shalat (Tarawih) pada Ramadhan dengan iman dan ikhlas (karena Allah ta’âlâ) maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaq ‘Alaih).
Imam an-Nawawi dalam Syarhu Muslim menyatakan, yang dimaksud hadits di atas adalah shalat Tarawih. Dengan hadits ini mayoritas ulama sepakat bahwa hukumnya adalah sunnah. (An-Nawawi, Syarhun Nawawi alâ Muslim, [Bairut: Dârul Fikr, 1998], juz VI, halaman 39).
Shalat Tarawih memiliki waktu secara khusus, yaitu dilakukan secara berjamaah pada malam hari Ramadhan setelah melaksanakan shalat Isya’ dan sebelum melakukan shalat Witir. Menurut pendapat yang lebih sahih sebagaimana dikutip Syekh Wahbah Zuhaili, hukum berjamaah shalat Tarawih adalah sunnah kifâyah. Artinya, jika semua jamaah masjid meningglkan jamaah Tarawih maka semuanya mendapatkan dosa, namun jika ada yang melakukannya maka gugur dosa-dosa yang lain. (Syekh Wahbah Zuhaili, al-Fiqhul Islâmi wa Adillatuh, [Bairut-Damaskus, Dârul Fikr, 2010], juz II, halaman 1059).
Niat dan Teknisnya
Shalat Tarawih sebenarnya tidak punya perbedaan mencolok dengan shalat pada umumnya. Perbedaannya hanya terletak pada lafal niat yang akan diucapkan. Berikut niat shalat tarawih bagi Imam:
أُصَلِّي سُنَّةَ التَّرَاوِيْحَ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ اِمَامًا لِلهِ تَعَالَى
Ushallî sunnatat tarâwîhi rak’ataini mustaqbilal qiblati imâman lillâhi ta’âlâ.
Artinya, “Saya niat shalat Tarawih dua rakaat menghadap kiblat, menjadi imam karena Allah ta’âlâ.”
Berikut niat shalat Tarawih bagi makmum:
أُصَلِّي سُنَّةَ التَّرَاوِيْحِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ مَأْمُوْمًا لِلهِ تَعَالَى
Ushallî sunnatat tarâwîhi rak’ataini mustaqbilal qiblati ma’mûman lillâhi ta’âlâ.
Artinya, “Saya niat shalat Tarawih dua rakaat menghadap kiblat, menjadi makmum karena Allah ta’âlâ.”
Setelah niat, dilanjut dengan rukuk-rukun setelahnya, yaitu takbiratul ihram, membaca doa iftitah, membaca ta’awudz, surat Al-Fatihah, mambaca surat-surat pendek, ruku’, i’tidal, berdiri untuk melakukan sujud, sujud, tahiyat, membaca dua kalimat sahadat, membaca shalawat Ibrahimi, dan diakhiri salam.
Jumalah rakaat shalat Tarawih sebagaimana pendapat mayoritas mazhab Syafi’i adalah sebanyak 20 rakaat dengan sepuluh salam. Hal itu berdasarkan hadits Rasulullah saw riwayat al-Baihaqi melalui jalur Ibnu Abbas, yaitu:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُصَلِّي فِي شَهْرِ رَمَضَانَ فِي غَيْرِ جَمَاعَةٍ عِشْرِينَ رَكْعَةً وَالْوِتْرَ
Artinya, “Sungguh Nabi Muhammad saw melakukan shalat di bulan Ramadhan tanpa berjamaah sebanyak dua puluh rakaat dan (ditambah) shalat witir.”
Tidak hanya hadits di atas, dalil yang dijadikan pijakan oleh mayoritas ulama mazhab Syafi’i adalah tindakan sahabat Umar bin Khattab ra yang mengumpulkan umat Islam untuk melakukan shalat Tarawih sebanyak 20 rakaat secara berjamaah di masjid. Tindakan ini kemudian diikuti oleh para sahabat. Sementara Rasulullah saw memerintahkan umat Islam untuk selalu berpedoman pada sunnahnya dan sunnah al-Khulâfâ’ur Râsyidîn setelahnya (Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali ra). Rasulullah saw bersabda:
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ مِنْ بَعْدِيْ
Artinya, “Berpegang teguhlah kalian semua dengan sunnahku dan sunnah al-Khulâfâ’ur Râsyidîn sesudahku.” (az-Zuhaili, al-Fiqhul Islâmi, juz II, halaman 226).
Melalui dalil di atas, ulama mazhab Syafi’i menyepakati bahwa jumlah rakaat shalat Tarawih yang lebih utama adalah 20 rakaat. Mengenai teknisnya, ulama sepakat shalat Tarawih dilakukan dengan 10 kali salam. Artinya, setiap dua rakaat shalat Tarawih ditutup dengan salam, kemudian kembali melakukan dua rakaat dan salam, begitupun seterusnya sampai 20 rakaat.
Bacaan-bacaannya
Sebagaimana diketahui, shalat Tarawih merupakan shalat sunnah yang dilakukan pada malam hari Ramadhan dan tentu tidak boleh dilakukan di siang hari. Karenanya, ulama menjadikan shalat sunnah yang satu ini sebagai shalat sunnah yang dianjurkan untuk dikeraskan bacaan al-Fatihah dan surat setelahnya.
Bacaan-bacaan shalat Tarawih juga tidak jauh berbeda dengan bacaan shalat pada umumnya. Dalam shalat Tarawih disunnahkan membaca doa iftitâh, surat pendek, tasyahhud dan lainnya. Begitupun dalam shalat lain. Hanya saja Imam an-Nawawi dalam kitab al-Adzkâr mengatakan, yang dianjurkan bagi orang yang shalat Tarawih adalah mengkhatamkan bacaan Al-Qur’an selama Ramadhan. Caranya sebagaimana dijelaskan Imam an-Nawawi, yaitu:
فَيَقْرَأُ فِيْ كُلِّ لَيْلَةٍ نَحْوَ جُزْءٍ مِنْ ثَلَاثِيْنَ جُزْءًا، وَيُسْتَحَبُّ أَنْ يُرَتِّلَ الْقِرَاءَةَ وَيُبَيِّنَهَا، وَلْيَحْذَرْ مِنَ التَّطْوِيْلِ عَلَيْهِمْ بِقِرَاءَةٍ أَكْثَرَ مِنْ جُزْءٍ
Aertinya, “Maka imam shalat Tarawih membaca satu juz dari 30 juz dalam setiap malam, dan dianjurkan untuk membacanya dengan indah dan jelas, serta hendaklah ia tidak memperpanjang bacaan lebih dari satu juz yang merepotkan para makmum.” (Imam an-Nawawi, al-Adzkâr lin Nawawi, [Bairut, Dârul Kutub al-‘Ilmiyyah: 2002], halaman 183).
Ada tiga poin penting yang dapat diambil dari penjelasan Imam an-Nawawi di atas. Pertama, disunnahkan membaca satu juz dari 30 juz Al-Qur’an setelah surat Al-Fatihah bagi orang-orang yang melakukan shalat tarawih.
Kedua, meskipun shalat Tarawih dilakukan dengan 20 rakaat dan dikemas dengan 10 salam, tetap dianjurkan bagi orang yang melakukannya untuk memperindah bacaan-bacaannya. Artinya, membaca satu juz Al-Qur’an bukan berarti mengharuskan pembacanya segera menyelesaikan bacaannya. Ia tetap dianjurkan untuk membaca dengan tartil dan memperindah bacaannya.
Ketiga, menghindari bacaan surat yang melebihi satu juz. Poin terakhir ini memberikan warning bahwa bacaan yang banyak (melebihi satu juz) dalam shalat Tarawih sangatlah tidak dianjurkan. Betapa pun membaca Al-Qur’an sangat baik, namun jika dibaca terlalu panjang saat shalat Tarawih maka sangat tidak dianjurkan.
Keutamaan
Keutamaan shalat Tarawih tidak bisa diragukan. Banyak hadits yang sangat menganjurkan umat Islam untuk melakukannya. Di antara keutamaannya adalah:
Pertama, diampuni semua dosa yang telah lalu. Keutamaan pertama ini sesuai dengan teks hadits yang telah disebutkan di atas, yang artinya, “Barang siapa melakukan shalat (Tarawih) pada bulan Ramadhan dengan iman dan ikhlas (karena Allah ta’âlâ) maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘Alaih).
Kedua, mendapatkan pahala beribadah satu malam penuh. Keutamaan kedua ini berdasarkan hadits Rasulullah saw riwayat at-Tirmdzi, Ibnu Majah dan an-Nasa’i:
مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ، كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ
Artinya, “Barang siapa shalat Tarawih bersama imam sampai selesai, maka untuknya dicatat seperti beribadah semalam.”
Dua hadits di atas merupakan dalil yang sangat memotivasi umat Islam agar berusaha selalu tekun dan istiqamah melakukan shalat Tarawih. Di dalamnya terdapat banyak manfaat dan keistimewaan luar biasa. Sudah cukup menjadi bukti keistimewaannya adalah dibiasakan oleh Rasulullah saw, diampuninya semua dosa yang telah lalu dan terhitung beribadah selama satu malam penuh. Semua itu bisa didapatkan dengan melakukan ibadah shalat Tarawih. Wallâhu a’lam.
Ustadz Sunnatullah, pengajar di Pesantren Al-Hikmah Darussalam Kokop, Bangkalan.
Terpopuler
1
GP Ansor DIY Angkat Penjual Es Teh Sunhaji Jadi Anggota Kehormatan Banser
2
GP Ansor Jatim Ingin Berangkatkan Umrah Bapak Penjual Es Teh yang Viral dalam Pengajian Gus Miftah
3
Gus Miftah Sambangi Kediaman Bapak Penjual Es Teh untuk Minta Maaf
4
LD PBNU Ingatkan Etika dan Guyon dalam Berdakwah, Tak Perlu Terjebak Reaksi Spontan
5
PBNU Tunjuk Ali Masykur Musa Jadi Ketua Pelaksana Kongres JATMAN 2024
6
Respons Pergunu soal Wacana Guru ASN Bisa Mengajar di Sekolah Swasta
Terkini
Lihat Semua