Syariah

Tata Kelola Dana Panti Asuhan Perspektif Kajian Fiqih

Jum, 23 Februari 2024 | 19:00 WIB

Tata Kelola Dana Panti Asuhan Perspektif Kajian Fiqih

Ilustrasi Tata Kelola Dana Panti Asuhan. (NU Online - alhafiz kurniawan)

Dalam pandangan fiqih, pengelola panti asuhan bukan termasuk pihak yang berhak mengelola harta atau dana milik anak yang di bawah asuhannya.
 

Panti asuhan secara sederhana dapat dipahami sebagai lembaga yang menangani anak yatim piatu, anak terlantar, anak keluarga miskin yang kurang mendapat perhatian dari keluarga. Panti asuhan bisa diibaratkan orang tua kedua yang menggantikan peran orang tua untuk mengasuh dan mendidik anak.


 

Panti asuhan beraneka ragam. Ada yang mengkhususkan untuk mengasuh anak yatim dan ada yang juga mengasuh anak anak terlantar atau dari masyarakat kurang mampu.

 

Aktivitas pengelola panti asuhan dalam tradisi Islam mirip dengan kafalah. Di antara yang paling dikenal adalah kafilul yatim (penanggung jawab anak yatim). Imam An-Nawawi mendefinisikan kafilul yatim sebagai pihak yang berdiri untuk mengurusi segala hal terkait perkembangan anak yatim baik urusan dunia maupun agama.
 


كافل اليتيم القائم بأموره من نفقة وكسوة وتأديب وتربية وغير ذلك وهذه الفضيلة تحصل لمن كفله من مال نفسه أو من مال اليتيم بولاية شرعية

 

Atinya, "Kafilul yatim adalah orang yang menangani hal-hal terkait anak yatim, meliputi makanan, pakaian, pendidikan tata krama, pengajaran, dan lain-lain.(Syarafuddin An-Nawawi, Syarhu Shahih Muslim, [Beirut,Dar Ihya Turats Arabi: 1392 H], juz XVIII, halaman 113).
 

 


Mengasuh anak yatim atau anak lain yang kurang mendapat perhatian termasuk amal yang sangat besar. Setidaknya hal ini masuk dalam kategori tolong-menolong dalam kebaikan (ta'awanu 'alal birri wat taqwa) dan keterangan ajaran agama menjelaskan keutamaan menolong orang yang berada dalam kesulitan.
 

 

Khusus anak yatim, ada sebuah hadits terkenal yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari sahabat Abu Hurairah sebagai berikut:
 


كَافِل الْيتيمِ لَهُ أَوْ لِغَيرِهِ. أَنَا وهُوَ كهَاتَيْنِ في الجَنَّةِ

Artinya, "Penanggung jawab anak yatim dari keluarganya atau orang lain, aku dan dia seperti ini (jari telunjuk dan jari tengah) di surga.

 

Tata Kelola Dana Panti Asuhan

Dalam pandangan fiqih, pengelola panti asuhan bukan termasuk pihak yang berhak mengelola harta milik anak yang di bawah asuhannya. Menurut Syafiiyah, urutan pengelola harta anak pra baligh adalah:

  1. Ayah.
  2. Kakek dari jalur ayah.
  3. Penerima wasiat dari orang tua.
  4. Hakim atau pihak yang ditunjuk oleh hakim sebagai pengasuh.


 

Dalam Kitab Al-Fiqhul Islami disebutkan:
 


وقال الشافعية : ولي الصبي: أبوه، ثم جده، ثم وصي من تأخر موته من الأب أو الجد، ثم القاضي أو نائبه، لخبر «السلطان ولي من لا ولي له». ولا ولاية لسائر العصبات كالأخ والعم، كما لا ولاية للأم في الأصح

 

Artinya, "Ulama Syafi'iyah mengatakan, wali anak kecil adalah ayahnya, kemudian kakeknya (dari jalur ayah), kemudian penerima wasiat dari orang ayah atau kakek yang lebih akhir meninggal, kemudian qadhi atau penerima mandat qadhi berdasarkan hadits: "Sultan adalah wali bagi orang yang tak memiliki wali". Tidak ada hak wali bagi waris 'ashabah lain seperti saudara lelaki dan paman, sebagaimana tak ada hak kewalian bagi ibu menurut pendapat ashah.
(Wahbah Az Zuhaili, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuh, [Beirut, Darul Fikr], juz VI, halaman 292).

 


Menurut satu pendapat dalam mazhab Syafi'iyah seperti Syekh Ibnu Ujail dan Al-Hadhrami, ibu bisa menjadi wali pengelolaan harta.Sedangkan urutan posisinya setelah kakek sebelum washi atau orang yang diwasaiti. (Abdurrahman Al-Masyhur, Bughyatul Mustarsyidin, [Surabaya, Al Hidayah ], halaman 140). 

 

Karena tak berstatus wali, pengelola panti asuhan tak berhak menerima pemberian yang diperuntukkan anak yang belum baligh dan mengelola harta mereka. Ia hanya berhak menerima dan mengelola sumbangan yang ditujukan atau diperuntukkan kepada lembaga, baik secara umum atau dengan alokasi khusus sesuai ketentuan dari pemberi sumbangan. Sumbangan tersebut menjadi milik lembaga, bukan penghuni panti.

 

Sumbangan dengan ketentuan khusus harus dialokasikan sesuai peruntukannya semisal ada yang menyumbang ke lembaga untuk buka puasa atau pakaian penghuni panti. Sumbangan tersebut tak boleh dialihkan ke hal lain. Hal ini sesuai dengan prinsip hibah muqayyadah sebagai berikut:
 


أعطى آخر دراهم ليشتري بها عمامة مثلا ولم تدل قرينة حاله على أن قصده مجرد التبسط المعتاد لزمه شراء ما ذكر وإن ملكه؛ لأنه ملك مقيد يصرفه فيما عينه المعطي

 

Arinya, "Seseorang memberikan beberapa dirham kepada orang lain agar digunakan untuk membeli semisal sorban dan tak ada qarinah bahwa tujuan ucapan tersebut sekedar bumbu perbincangan, maka penerima harus membeli hal tersebut meskipun dirham telah menjadi miliknya. Sebab ini adalah kepemilikan terikat yang harus dialokasikan sesuai maksud yang ditentukan pemberi." (Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj, dalam Hasyiyah As-Syirwani, [Mesir, Maktabah Tijariyah Kubra: 1983], juz VI, halaman 309).

 

Sementara sumbangan umum berarti menjadi milik panti dan sepantasnya digunakan untuk kemaslahatan panti dan penghuninya. Begitu juga sumbangan tanpa kejelasan apakah bersifat khusus atau umum, berarti juga menjadi milik panti dan sepantasnya dialokasikan seperti sumbangan umum. Hal ini sebagaimana keterangan berikut:
 


(وما يحصل خادم الصوفية لهم) من السوق وغيره (يملكه دونهم) لأنه ليس بولي لهم ولا وكيل عنهم (و) لكن (وفاؤه) لهم (مروءة) منه أي المروءة تقتضي الوفاء لهم بما تصدى له

 

 

Artinya, "Apa yang dihasilkan oleh pelayan kaum sufi dari pasar dan lainnya menjadi milik pelayan tersebut, bukan milki kaum sufi. Karena pelayan itu bukan wali mereka dan bukan wakil mereka. Namun membelanjakannya untuk kaum sufi tersebut bentuk sikap terhormat. Artinya kehormatan mengharuskan membelanjakan pada mereka apa yang diberikan kepada pelayan tadi. (Zakariya Al-Anshari, Asnal Mathalib, [Darul Kitab Al-Islami], juz II, halaman 480).

 


Sementara bila ada sumbangan yang ditujukan untuk dimiliki anak, pihak panti tidak berhak menerima dan mengelola, kecuali mendapat kewenangan dan mandat dari pemerintah sehingga berstatus sebagai naibul qadli.

 

Uraian ini sesuai dengan keputusan Bahtsul Masail ke-3 FORBASMA (Forum Bahtsul Masail Santri Magelang) pada tanggal 28-29 Januari 2024 di PP.Al Inayah Ngalarangan, Sidoagung, Tempuran, Magelang. Wallahu a'lam.


 

Ustadz Muhammad Masruhan, Pengajar di Pesantren Al-Inayah Wareng Tempuran dan pengurus LBM PCNU Kabupaten Magelang