Uang Amplop dari Tamu Resepsi Pernikahan, Milik Siapa?
NU Online · Jumat, 13 Juni 2025 | 20:00 WIB
Ahmad Maimun Nafis
Kolomnis
Dalam tradisi resepsi pernikahan, amplop berisi uang adalah hal yang lazim. Pemberiannya memiliki variasi baik dari segi cara maupun pihak yang menerimanya. Ada yang meletakkannya di kotak khusus, memberikannya kepada penerima di pintu masuk, atau langsung menyerahkannya kepada mempelai saat bersalaman. Namun, muncul pertanyaan penting: siapa sebenarnya pemilik sah uang tersebut? Apakah itu hak mempelai atau orang tua mereka?
Memberi amplop pada undangan resepsi termasuk dalam kategori hadiah. Hukum asal memberi hadiah dalam islam adalah sunnah. Kesunnahan itu didasarkan pada sabda baginda Nabi Muhammad SAW:
تَهَادَوْا فَإِنَّ الْهَدِيَّةَ تُذْهِبُ وَحَرَ الصَّدْرِ [أخرجه الترمذي
Artinya, "Berilah hadiah satu dengan yang lain, karena sungguh hadiah dapat menghilangkan dendam dalam hati." (HR. Tirmidzi)
Baca Juga
Hukum Undangan Kawinan dan Kondangan
Sementara untuk kepemilikan uang dalam amplop, terjadi perbedaan pendapat antar dua mazhab. Mazhab Syafi'i menetapkan kepemilikan berdasar niat dari pihak pemberinya, berbeda dengan mazhab Hanafi yang menetapkan pada dasar hubungan antara pemberi hadiah dan penerimanya.
Perspektif Mazhab Syafi'i
Menurut pandangan Mazhab Syafi'i, kepemilikan uang dalam amplop tergantung pada niat pemberi. Jika pemberi secara eksplisit menentukan kepada siapa uang itu diberikan, maka penerima yang dimaksud adalah pemiliknya. Sebaliknya, jika pemberi tidak menyebutkan secara spesifik, maka kepemilikan jatuh kepada orang yang secara langsung menerima amplop tersebut.
Hal ini ditegaskan dalam kitab Hasyiyah Qalyubi, yang menyatakan:
جَرَتْ الْعَادَةُ لِذَوِي الْأَفْرَاحِ بِحَمْلِ الْهَدَايَا إلَيْهِمْ وَوَضْعِ نَحْوِ طَاسَةٍ لِوَضْعِ الدَّرَاهِمِ فِيهَا، وَإِعْطَاءِ خَادِمِ الصُّوفِيَّةِ الدَّرَاهِمَ وَنَحْوَهَا وَحُكْمُ ذَلِكَ أَنَّ الْمِلْكَ لِمَنْ قَصَدَهُ الدَّافِعُ مِنْ صَاحِبِ الْفَرَحِ أَوْ ابْنِهِ أَوْ الْمُزَيِّنِ مَثَلًا أَوْ الْخَادِمِ أَوْ الصُّوفِيَّةِ انْفِرَادًا وَشَرِكَةً وَإِلَّا فَلِآخِذِهِ
Artinya, "Sudah menjadi kebiasaan bagi orang-orang yang mengadakan acara bahagia untuk menerima hadiah yang dibawa kepada mereka. Biasanya, disediakan tempat seperti sebuah mangkuk untuk meletakkan uang dirham di dalamnya. Uang tersebut kemudian diberikan kepada pelayan tarekat sufi, atau yang semisalnya. Hukum mengenai hal ini adalah bahwa kepemilikan uang tersebut ditentukan oleh niat pemberinya, apakah ditujukan kepada tuan rumah acara, anaknya, tukang hias (misalnya), pelayan, atau kepala tarekat sufi, baik secara individu maupun bersama-sama. Jika niat tersebut tidak ditentukan, maka kepemilikan uang jatuh kepada siapa saja yang mengambilnya." (Ahmad Salamah al-Qalyubi, Hasyiyah Qalyubi, [Beirut, Dar al-Fikr: 1415 H/1995 M], juz III, halaman 115).
Perspektif Mazhab Hanafi
Pandangan Mazhab Hanafi memberikan pendekatan yang sedikit berbeda. Dalam mazhab ini, kepemilikan ditentukan oleh hubungan antara pemberi dan penerima dalam konteks sosial. Jika pemberi adalah kerabat atau teman dekat ayah mempelai, maka uang tersebut menjadi milik ayah. Jika berasal dari kerabat atau teman dekat ibu, maka uang tersebut menjadi milik ibu. Namun, jika pemberi secara eksplisit menyatakan bahwa uang tersebut untuk mempelai, maka kepemilikan adalah milik mempelai.
Hal ini dijelaskan dalam kitab ad-Durrul Mukhtar:
وَضَعُوْا هَدَايَا الْخِتَانِ بَيْنَ يَدَيْ الصَّبِيِّ فَمَا يَصْلُحُ لَهُ كَثِيَابِ الصِّبْيَانِ فَالْهَدِيَّةُ لَهُ، وَإِلَّا فَإِنّْ كَانَ المُهْدِيْ مِنْ أَقْرِبَاءِ الْاَبِ أَوْ مَعَارِِفِهِ فَلِلْاَبِ أَوْ مِنْ مَعَارِفِ الْاُمِّ فَلِلْاُمِّ، قَالَ هَذَا لِصَبِيٍّ أَوْ لَا. وَلَوْ قَالَ أَهْدَيْتُ لِلْأَبِ أَوْ لِلْأُمِّ فَالْقَوْلُ لَهُ، وَكَذَا زِفَافُ اْلبِنْتِ
Artinya, “Mereka menaruh hadiah di hadapan seorang anak kecil, maka jika benda yang diberikan layak untuk anak kecil seperti pakaian anak maka hadiah adalah milik anak kecil itu. Apabila tidak, maka jika yang memberi hadiah adalah kerabat atau teman ayah, maka hadiah itu milik ayah. Atau jika yang memberi hadiah adalah kenalan ibu, maka hadiah itu milik ibu. Baik pemberi hadiah mengatakan: 'hadiah ini untuk anak kecil ini' atau tidak. Dan apabila pemberi hadiah mengatakan: 'ini untuk ayah' atau 'ini untuk ibu', maka kepemilikan sesuai yang ia ucapkan. Demikian pula (perincian hukumnya) pada resepsi pernikahan anak perempuan.” (Muhammad al-Hanafi al-Haskafi, ad-Durrul Mukhtar Syarhut Tanwirul Abshar, [Beirut, Dar al-Kutub al-Ilmiyyah: 1423 H/2002 M], juz I, halaman 117).
Jika dikaitkan dengan masyarakat muslim Indonesia, mazhab Syafi'i jelas masih sangat relevan untuk dijadikan acuan. Faktornya adalah menentukan berdasar niat pemberi atau penerima lebih memberi kepastian hukum. Hubungan sosial yang menjadi acuan mazhab Hanafi, sangat rentan memicu perdebatan memandang hal itu yang terkadang sangat subjektif.
Faktor paling utama mazhab Syafi'i lebih relevan adalah fakta mayoritas muslim Indonesia menjalani amaliyah Islamnya berdasar mazhab Syafi'i. Menerapkan pendapat mazhab adalah menjaga konsistensi dalam bermazhab.
Pada kesimpulannya, mazhab Syafi'i dan mazhab Hanafi menawarkan pendekatan berbeda terhadap penentuan kepemilikan hadiah. Mazhab Syafi'i menekankan hukum milik pada niat pemberi, sedangkan Mazhab Hanafi mengaitkannya dengan hubungan sosial antara pemberi dan penerima, serta kondisi eksplisitnya (qarinah). Dan jika dikaitkan dengan masyarakat Indonesia, pendapat mazhab Syafi'i lebih relevan karena lebih memberi kepastian hukum dan untuk menjaga konsistensi dalam bermazhab. Wallahu a‘lam.
Ustadz Ahmad Maimun Nafis, Pengajar di Pondok Pesantren Darul Istiqamah, Batuan, Sumenep.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Mempertahankan Spirit Kurban dan Haji Pasca-Idul Adha
2
Ketum PBNU Buka Suara soal Polemik Tambang di Raja Ampat, Singgung Keterlibatan Gus Fahrur
3
Jamaah Haji yang Sakit Boleh Ajukan Pulang Lebih Awal ke Tanah Air
4
Rais 'Aam dan Ketua Umum PBNU Akan Lantik JATMAN masa khidmah 2025-2030
5
Khutbah Jumat: Meningkatkan Kualitas Ibadah Harian di Tengah Kesibukan
6
Khutbah Jumat: Menyatukan Hati, Membangun Kerukunan Keluarga Menuju Hidup Bahagia
Terkini
Lihat Semua