Syariah

Benarkah Puasa pada Paruh Kedua Bulan Syaban Itu Haram?

Rabu, 12 Februari 2025 | 14:00 WIB

Benarkah Puasa pada Paruh Kedua Bulan Syaban Itu Haram?

Ilustrasi bulan Syaban. (Foto: NU Online)

Sebagian umat Islam ada yang beranggapan bahwa haram berpuasa pada paruh kedua bulan Sya'ban. Pendapat ini cenderung dianggap sebagai satu-satunya kebenaran terlebih di era informasi saat ini karena semuanya mudah viral di tengah masyarakat. Anggapan tentang keharaman puasa pada paruh kedua bulan Sya'ban merujuk pada hadits Nabi Muhammad SAW riwayat At-Tirmidzi dari Abu Hurairah RA berikut :

 

إِذَا بَقِيَ نِصْفٌ مِنْ شَعْبَانَ فَلَا تَصُومُوا. رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ 

 

Artinya: "Ketika separuh bulan Sya'ban tersisa, maka kalian jangan berpuasa".

 

Menurut At-Tirmidzi, hadits ini adalah hadits hasan dan sahih. Akan tetapi dalam menyimpulkan hukum berpuasa pada paruh kedua bulan Sya'ban, maka tidaklah cukup hanya bermodal satu hadits ini. Karena yang dimaksud hadits ini adalah orang yang biasanya tidak berpuasa pada waktu sebelumnya dan secara tiba-tiba dia berpuasa untuk menyambut bulan Ramdhan.

 

Dalam menyimpulkan hukum berpuasa pada paruh kedua bulan Sya'ban, At-Tirmidzi juga menghadirkan hadits dari Abu Hurairah yang lain:

 

وَقَدْ رُوِيَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ ِصَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا يُشْبِهُ قَوْلَهُ هَذَا؛ حَيْثُ قَالَ النَّبِيُّ ِصَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لا تَقَدِّمُوْا شَهْرَ رَمَضَانَ بِصِیَامٍ إِلَّا أَنْ یُوَافِقَ ذَلِكَ صَوْمًا کَانَ یَصُوْمُهُ أَحَدُكُمْ

 

Artinya: "Dan benar-benar diriwayatkan dari Abu Hurairah dari Nabi Muhammad SAW hadits yang menyerupai hadits di atas. Nabi Muhammad SAW bersabda : Janganlah kalian berpuasa mendahului bulan Ramadhan dengan berpuasa! Kecuali puasa tersebut bertepatan dengan puasa yang biasa dilakukan oleh salah seorang di atara kalian".

 

Dengan berdasarkan dua hadits di atas, At-Tirmidzi menyimpulkan bahwa hadits ini hanya menunjukkan hukum makruh bagi orang yang sengaja puasa untuk menyambut bulan Ramadhan. (Muhammad bin Isa At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, [Kairo: Dar At-Ta'shil, 2016], Jilid II, hal. 112).

 

Selaras dengan At-Tirmidzi, berpuasa pada paruh kedua bulan Sya'ban tetap diperbolehkan ketika seseorang terbiasa berpuasa. Seperti berpuasa pada hari Senin dan Kamis. Hanya saja, An-Nawawi mengingatkan bahwa seseorang yang berpuasa pada bulan Sya'ban tidak sampai bertepatan dengan Yaumus Syak atau hari yang meragukan apakah masih bulan Sya'ban atau sudah memasuki bulan Ramadhan. Ia menegaskan bahwa:

 

وَسَوَاءٌ فِي النَّهْيِ عِنْدَنَا لِمَنْ لَمْ يُصَادِفْ عَادَتَهُ وَلَا وَصَلَهُ يَوْمَ الشَّكِّ وَغَيْرَهُ فَيَوْمُ الشَّكِّ دَاخِلٌ فِي النَّهْيِ

 

Artinya : "Dan sama dalam hal larangan (berpuasa pada paruh kedua bulan Sya'ban) menurut kami (adalah) bagi orang yang kebiasaannya tidak bertepatan dengan puasa. Dan juga tidak bertepatan dengan hari ragu dan lainnya. Karena hari ragu masuk dalam kategori larangan".(Abu Zakariya Yahya Bin Syaraf An-Nawawi, al-Minhaj Fi Syarhi Shahih Muslim Bin Hajjaj, [Oman: Baitul Afkar Ad-Dauliyah, 2000], hal. 683).

 

Berkaitan dengan berpuasa pada Yaumus Syak di akhir bulan Sya'ban, Abu Bakar Ad-Dimasyqi memberikan pandangannya yang berbeda dengan An-Nawawi. Ia berpendapat bahwa seseorang yang terbiasa berpuasa pada hari Senin dan Kamis atau berpuasa Daud masih berpeluang menjalankan puasa pada hari tersebut. Ia menegaskan bahwa:

 

وَيُسْتَثْنَى مَا ذَكَرَهُ الشَّيْخُ وَهُوَ أَنْ يُوَافِقَ يَوْمَ الشَّكِّ مَا يَعْتَادُ صَوْمُهُ تَطَوُّعاً بِأَنْ كَانَ يَسْرِدُ الصَّوْمَ أَوْ يَصُوْمُ يَوْماً مُعَيَّناً كَالْاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيْسِ أَوْ يَصُوْمُ يَوْماً وَيُفْطِرُ يَوْماً

 

Artinya: "Dan dikecualikan dari apa yang telah disebutkan syaikh, yakni seseorang yang terbiasa berpuasa sunnah yang bertepatan hari ragu. Seperti dia menyambung puasa, atau berpuasa pada hari tertentu seperti hari senin dan kamis, atau sehari berpuasa dan sehari berbuka". (Abu Bakar Bin Muhammad Al-Husaini Al-Hushni Ad-Dimasqi, Kifayatul Akhyar Fi Hilli Ghayatil Ikhtishar, [Beirut: Daar al-Kotob al-Ilmiyah, 2001], hal. 291)

 

Bagi muslim Indonesia saat ini, Yaumus Syak nyaris tidak ada. Hal ini disebabkan oleh dukungan Pemerintah Republik Indonesia yang selalu mengadakan ru'yatul hilal untuk menentukan awal dan akhir Ramadhan. Hasilnya dapat diketahui masyarakat luas dan pada akhirnya mereka berpuasa dengan penuh keyakinan.

 

Berdeda dengan At-Tirmidzi dan An-Nawawi, Al-Baihaqi melihat puasa pada paruh kedua bulan Sya'ban dengan mengutip hadits Nabi Muhammad SAW pada kitab Syu'abul Iman, sebagaimana berikut:

 

عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ أَبِيْ قَيْسٍ أَنَّهُ سَمِعَ عَائِشَةَ تَقُوْلُ: أَحَبُّ الشُّهُوْرِ إِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يَصُوْمَ شَعْبَانُ ثُمَّ يَصِلُهُ بِرَمَضَانَ

 

Artinya: "Dari Abdullah bin Abu Qais bahwa ia mendengar Aisyah berkata: Bahwa bulan yang paling disukai Nabi Muhammad SAW untuk berpuasa adalah Sya'ban. Kemudia beliau sambung puasa Sya'ban tersebut dengan Ramadhan".(Ahmad Bin Al-Husain Al-Baihaqi, Syu'abul Iman, [Beirut: Dar al-Kotob al-Ilmiah, 2000], Jilid III, hal. 377)

 

Berdasarkan redaksi hadits di atas, boleh jadi hukum makruh sebagaimana kesimpulan At-Tirmidzi berubah menjadi sebuah anjuran. Karena fakta hadits menyebutkan adanya kecintaan Nabi Muhmmad SAW berpuasa pada bulan Sya'ban serta kelanjutan puasa nabi dengan puasa Ramadhan.

 

Fakta lain yang memperkuat kebolehan berpuasa paruh kedua bulan Sya'ban adalah puasa itu sendiri. Artinya, puasa merupakan salah satu ibadah yang berat secara fisik dan membutuhkan pembiasaan lama. Sehingga mustahil bagi seseorang melaksanakan puasa pada paruh kedua bulan Sya'ban tanpa kebiasaan melaksanakan puasa sunnah sebelumnya. Selain itu, mereka yang ingin mengqadha puasa Ramadhan di paruh kedua bulan Sya’ban hukumnya diperbolehkan.

 

Intinya, puasa pada paruh kedua bulan Sya'ban tetap diperbolehkan secara teori dan fakta. Seandainya ada larangan, maka larangan tersebut tidak sampai pada status haram. Hanya sampai pada status makruh yang lebih baik ditinggalkan. Wallahu a'lam.

 

Muhammad Tantowi, Koordinator Ma'had MTsN 1 Jember.