Tafsir

Apakah Menikah Membuat Kaya? Begini Penjelasan Al-Qur'an

Rabu, 5 Maret 2025 | 17:00 WIB

Apakah Menikah Membuat Kaya? Begini Penjelasan Al-Qur'an

Ilustrasi cincin pernikahan. Sumber: Canva/NU Online

"Nikah itu mendatangkan rezeki, ga’ percaya? Segera rencanakan nikahmu segera dan buktikan.. jaminan  100% terbukti,”. Begitu twett @divasouvenir diakun X miliknya. Pernahkah kalian mendengar ucapan seperti ini? Pasti sering, kan? Apalagi di media sosial, banyak sekali yang mengatakan kalau menikah pasti membawa rezeki. Pernyataan ini tentu menarik perhatian banyak orang, terutama mereka yang masih ragu untuk menikah.


Akhirnya, banyak orang menganggap pernikahan sebagai solusi instan untuk menjadi kaya, bahkan membuat sebagian anak muda terburu-buru menikah dengan harapan hidup mereka akan lebih mudah. Padahal, menikah bukan hanya soal rezeki materi, tetapi juga tanggung jawab, komitmen, dan kesiapan dalam menghadapi berbagai tantangan hidup. 


Rezeki dalam pernikahan memang ada, tetapi bukan datang begitu saja—melainkan harus diusahakan bersama dengan kerja keras, sikap saling mendukung, dan keberkahan yang didapat dari membangun rumah tangga yang harmonis.


Lalu, bagaimana dengan ayat yang sering dijadikan dalil bahwa menikah mendatangkan rezeki? Dalam Surat An-Nur ayat 32, Allah berfirman:


وَاَنْكِحُوا الْاَيَامٰى مِنْكُمْ وَالصّٰلِحِيْنَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَاِمَاۤىِٕكُمْۗ اِنْ يَّكُوْنُوْا فُقَرَاۤءَ يُغْنِهِمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖۗ وَاللّٰهُ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ ۝٣٢


Artinya:"Nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu, baik laki-laki maupun perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya. Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui."


Sekilas, ayat ini tampak seperti janji bahwa menikah pasti membawa rezeki dan akan kaya. Tapi mari kita lihat penjelasan ulama.


Imam Fakhruddin Ar-Razi dalam Tafsir Mafatihul Ghaib, menjelaskan bahwa ayat ini bukan janji Allah bahwa setiap orang yang menikah akan menjadi kaya. Makna yang lebih tepat adalah: janganlah kalian melihat kemiskinan orang yang melamar kepada kalian atau kemiskinan orang yang ingin kalian nikahkan, karena dalam karunia Allah terdapat kecukupan bagi mereka. Harta itu datang dan pergi, dan kemiskinan bukanlah penghalang untuk memiliki keinginan menikah.


الْأَصَحُّ أَنَّ هَذَا لَيْسَ وَعْدًا مِنَ اللَّه تَعَالَى بِإِغْنَاءِ مَنْ يَتَزَوَّجُ. بَلِ الْمَعْنَى لَا تَنْظُرُوا إِلَى فَقْرِ مَنْ يَخْطُبُ إِلَيْكُمْ أَوْ فَقَرِ مَنْ تُرِيدُونَ تَزْوِيجَهَا فَفِي فَضْلِ اللَّه مَا يُغْنِيهِمْ، وَالْمَالُ غَادٍ وَرَائِحٌ، وَلَيْسَ فِي الْفَقْرِ مَا يَمْنَعُ مِنَ الرَّغْبَةِ فِي النِّكَاحِ، فَهَذَا مَعْنًى صَحِيحٌ وَلَيْسَ فِيهِ أَنَّ الْكَلَامَ قُصِدَ بِهِ وَعْدُ الْغِنَى حَتَّى لَا يَجُوزَ أَنْ يَقَعَ فِيهِ خُلْفٌ


Artinya: "Pendapat yang lebih benar adalah bahwa ayat ini bukanlah janji dari Allah Ta’ala untuk menjadikan orang yang menikah menjadi kaya. Namun, maknanya adalah: Janganlah kalian melihat kemiskinan seseorang yang melamar kepada kalian atau kemiskinan seseorang yang ingin kalian nikahkan. Sebab, dalam karunia Allah terdapat kecukupan bagi mereka. Harta itu datang dan pergi, dan kemiskinan bukanlah hal yang menghalangi seseorang untuk berkeinginan menikah. Ini adalah makna yang benar, dan tidak berarti bahwa ayat ini mengandung janji pasti tentang kekayaan sehingga mustahil terjadi sebaliknya." (Imam Fakhruddin Ar Razi, Tafsir Mafatihul Ghaib, [Beirut: Darul Kutub Ilmiyah, 1420 H] Jilid XXIII, hlm. 371).


Kemudian, jika ada yang bertanya, kata Imam Fakhruddin Ar-Razi, “Mengapa kita melihat ada orang yang kaya lalu menikah, tetapi kemudian menjadi miskin?


Jawabannya adalah sebagai berikut, sejatinya janji ini bergantung pada kehendak Allah, sebagaimana firman-Nya:


وَاِنْ خِفْتُمْ عَيْلَةً فَسَوْفَ يُغْنِيْكُمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖٓ اِنْ شَاۤءَۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ ۝٢


Artinya, "Jika kamu khawatir menjadi miskin (karena orang kafir tidak datang), Allah nanti akan memberikan kekayaan kepadamu dari karunia-Nya jika Dia menghendaki. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana." (QS At-Taubah: 28)


Ayat yang bersifat mutlak harus dipahami dalam konteks ayat yang bersifat terbatas atau bersyarat. Ayat ini mengajarkan bahwa Allah berkuasa penuh dalam menentukan rezeki setiap hamba. Menikah tidak selalu menjamin kelapangan rezeki, karena semuanya bergantung pada ketetapan Allah.

 

Ada kalanya, seseorang justru diuji dengan keterbatasan harta setelah menikah, sebagai bagian dari hikmah yang lebih besar, seperti melatih kesabaran dan menguatkan iman.


Lebih lanjut, kekayaan dalam ayat ini tidak hanya berarti harta, tetapi juga mencakup kehormatan dan kesucian diri. Dengan menikah, seseorang bisa mendapatkan kekayaan batin, seperti terhindar dari perbuatan yang dilarang, misalnya zina.

 

Jadi, meskipun secara materi seseorang mengalami kesulitan setelah menikah, ia tetap mendapatkan keberkahan lain, seperti ketenangan jiwa dan penjagaan terhadap nilai-nilai moral. Karena itu, kita harus memahami rezeki sebagai bagian dari kebijaksanaan Allah yang lebih luas.


Sementara itu, Ibnu Arabi dalam Tafsir Ahkam Al-Qur'an, bahwa makna “Allah akan membuat kaya orang menikah” sejatinya ada 3 pengertian, dan tidak selalu berkaitan dengan harta benda. Kata Ibnu Arabi, jika ada bertanya ‘Mengapa masih ada orang yang menikah tetapi tetap hidup dalam kesulitan?


Jawabannya ada tiga kemungkinan:

  1. Allah mencukupinya dengan harta, dan ini memang bisa terjadi secara langsung.
  2. Allah mencukupinya dengan sifat menjaga kehormatan diri (iffah) atau menahan diri dari perbuatan haram, sehingga ia tidak merasa kekurangan, meskipun secara materi tidak berlimpah.
  3. Allah mencukupinya dengan kekayaan jiwa (qana’ah), perasaan cukup dengan apa yang dimiliki, yang lebih berharga daripada harta dunia.


فإن قلنا: قد نجد الناكح لا يستغني. قلنا: عنه ثلاثة أجوبة : الأول: أنه يغنيه بإيتاء المال، وقد يوجد ذلك.الثاني: يغنيه عن الباءة بالعفة. الثالث: يغنيه بغنى النفس، ولا يلزم أن يكون هذا كله على الدوام; بل لو كان في لحظة واحدة لصدق الوعد


Artinya; Jika ada yang bertanya, "Mengapa kita masih mendapati orang yang menikah tetapi tetap tidak berkecukupan?", maka terdapat tiga jawaban untuk hal ini:
1. Allah menjadikannya kaya dengan memberikan harta kepadanya, dan hal ini terkadang terjadi.
2. Allah menjadikannya cukup dengan menjaga kesuciannya (menahan diri dari perbuatan haram).
3. Allah menjadikannya kaya dengan kekayaan hati (merasa cukup dan bersyukur).


Hal ini tidak harus berlangsung terus-menerus, melainkan jika terjadi meskipun hanya dalam satu momen, maka janji Allah tetap dianggap telah terpenuhi (Ibnu Arabi, Ahkamul Qur’an Li Ibni Arabi, [Beirut: Darul Kutub Ilmiyah, tt] Jilid III, hlm. 394).


Sementara itu, Imam Sya'rawi menjelaskan bahwa sering kali kemiskinan menjadi faktor yang menghalangi seseorang untuk menikah, baik dari pihak laki-laki yang ragu untuk melamar maupun dari pihak keluarga perempuan yang enggan menerima calon suami yang kurang mampu.

 

Namun, menurutnya, ketakutan ini seharusnya tidak menjadi alasan untuk menghalangi pernikahan karena Allah yang menjamin rezeki bagi pasangan yang menikah dalam ketaatan kepada-Nya.


Lebih jauh lagi, menurutnya, Allah tidak akan menelantarkan hamba yang bertakwa dan berniat menjaga kehormatan melalui pernikahan. Sebuah rumah tangga yang dibangun atas dasar nilai-nilai keimanan dan adab yang baik justru menjadi sebab turunnya berkah dan rezeki dari Allah. 


فالفقر قد يكون سبباً في عدم الإقبال على البنت، أو عدم إقبال أهل البنت على الزوج، لكن كيف يتخلى الله عَنَّا ونحن نتقيه ونقصد الإعفاف والطهر؟ لا يمكن أن يضن الله على زوجيْن التقيا على هذه القيم واجتمعا على هذه الآداب، ومَنْ يدريك لعل الرزق يأتي للاثنين معاً، ويكون اجتماعهما في هذه الرابطة الشرعية هو باب الرزق الذي يفتح للوجهين معاً؟


Artinya, "Kemiskinan mungkin menjadi sebab kurangnya minat seseorang untuk menikahi seorang perempuan, atau kurangnya minat keluarga perempuan terhadap calon suami. Namun, bagaimana mungkin Allah meninggalkan kita sementara kita bertakwa kepada-Nya dan berniat menjaga kesucian serta kehormatan? Tidak mungkin Allah menahan rezeki dari sepasang suami istri yang bersatu atas dasar nilai-nilai ini dan berkumpul dalam adab yang mulia. Siapa tahu, justru rezeki datang kepada keduanya sekaligus, dan pernikahan mereka dalam ikatan syar'i ini menjadi pintu rezeki yang terbuka bagi keduanya?" (Imam Sya’rawi, Tafsir Khawatirusy Sya'rawi Haulal Qur'anil Karim, Jilid XVI, hlm. 263)


Dengan demikian, menikah bukan jaminan rezeki datang begitu saja. Pun tak ada jaminan setelah menikah akan langsung menjadi kaya raya. Untuk itu, sebelum menikah, pastikan kalian siap sudah matang baik secara emosional dan sebaiknya secara ekonomi juga. Jangan sampai pernikahan yang diharapkan membawa kebahagiaan justru berakhir di pengadilan agama.


Ustadz Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam Tinggal di Parung