Tafsir

Eksistensi Sihir Perspektif Imam Al-Qurthubi

Kam, 15 September 2022 | 17:00 WIB

Eksistensi Sihir Perspektif Imam Al-Qurthubi

Sihir perspektif Imam Al-Qurthubi.

Belum lama ini viral per​​​​​bincangan ​​​santet dan sihir di media sosial. Tapi sebenarnya bagaimana sihir itu, nyata atau hanya trik tertentu, atau hanya sulapan? Berikut penjelasan al-Qurtubi.

 

Nyata atau tidaknya sihir merupakan perdebatan klasik. Imam Syamsuddin Al-Qurthubi (wafat 671 H) dalam kitabnya, Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an atau terkenal dengan Tafsirul Qurthubi menyebutkan bahwa ulama Ahlussunnah berpendapat bahwa sihir itu nyata dan benar adanya. Berbeda dengan mayoritas Mu'tazilah dan Abu Ishaq Al-Astarabadi yang bermazhab Syafi'i berpendapat bahwa sihir itu tidak nyata. Menurut mereka sihir itu hanya kamuflase imajinasi yang tidak nyata. Tidak lain merupakan jenis ketangkasan dan permainan sulap saja. Untuk membantah pendapat ini al-Qurtubi menyebutkan beberapa argumentasinya sebagaimana berikut:

 

Pertama, Berdasarkan surat Al-Baqarah ayat 102:

 

وَاتَّبَعُوْا مَا تَتْلُوا الشَّيٰطِيْنُ عَلٰى مُلْكِ سُلَيْمٰنَ ۚ وَمَا كَفَرَ سُلَيْمٰنُ وَلٰكِنَّ الشَّيٰطِيْنَ كَفَرُوْا يُعَلِّمُوْنَ النَّاسَ السِّحْرَ وَمَآ اُنْزِلَ عَلَى الْمَلَكَيْنِ بِبَابِلَ هَارُوْتَ وَمَارُوْتَ ۗ وَمَا يُعَلِّمٰنِ مِنْ اَحَدٍ حَتّٰى يَقُوْلَآ اِنَّمَا نَحْنُ فِتْنَةٌ فَلَا تَكْفُرْ ۗ فَيَتَعَلَّمُوْنَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُوْنَ بِهٖ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهٖ ۗ وَمَا هُمْ بِضَاۤرِّيْنَ بِهٖ مِنْ اَحَدٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۗ وَيَتَعَلَّمُوْنَ مَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ ۗ وَلَقَدْ عَلِمُوْا لَمَنِ اشْتَرٰىهُ مَا لَهٗ فِى الْاٰخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ ۗ وَلَبِئْسَ مَاشَرَوْا بِهٖٓ اَنْفُسَهُمْ ۗ  لَوْ كَانُوْا يَعْلَمُوْنَ

 

Artinya, “Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh setan-setan pada masa kerajaan Sulaiman. Sulaiman itu tidak kafir, tetapi setan-setan itulah yang kafir. Mereka mengajarkan sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua malaikat di negeri Babilonia, yaitu Harut dan Marut. Padahal keduanya tidak mengajarkan sesuatu kepada seseorang sebelum mengatakan, 'Sesungguhnya kami hanyalah cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kafir.' Lalu mereka mempelajari dari keduanya (malaikat itu) apa yang (dapat) memisahkan antara seorang (suami) dengan istrinya. Mereka tidak akan dapat mencelakakan seseorang dengan sihirnya kecuali dengan izin Allah. Mereka mempelajari sesuatu yang mencelakakan, dan tidak memberi manfaat kepada mereka. Dan sungguh, mereka sudah tahu, barangsiapa membeli (menggunakan sihir) itu, niscaya tidak akan mendapat keuntungan di akhirat. Dan sungguh, sangatlah buruk perbuatan mereka yang menjual dirinya dengan sihir, sekiranya mereka tahu.”

 

Dengan ayat ini, Al-Qurthubi mengatakan bahwa sihir itu nyata adanya, terutama pada bagian “ يُعَلِّمُونَهُ النَّاسَ (mereka mengajarkan sihir kepada manusia). Al-Qurthubi mengatakan, "Jika sihir tidak nyata, maka tidak bisa diajarkan, dan Allah tidak akan mengabarkannya dengan redaksi tersebut. Ini, menunjukan bahwa sihir itu nyata adanya".

 

Kedua, Firman Allah dalam surat Al A'raf ayat 116:

 

وَجَآءُو بِسِحْرٍ عَظِيمٍ


Artinya, "Serta mereka mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan)".

 

Ketiga, Al-Qur'an surat al-Falaq, di mana mayoritas mufasir menyepakati bahwa  asbabun nuzulnya adalah disihirnya Nabi Muhammad saw oleh Labid bin al-Asham sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, Muslim dan selainnya dari Aisyah ra, sebagaimana berikut:

 

وَهُوَ مِمَّا خَرَّجَهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ وَغَيْرُهُمَا عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ :سَحَرَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَهُودِيٌّ مِنْ يَهُودِ بَنِي زُرَيْقٍ يُقَالُ لَهُ لَبِيَدُ بْنُ الْأَعْصَمِ، الْحَدِيثَ

 

Artinya, “Imam Al-Bukhari, Muslim dan lainnya meriwayatkan hadits ini dari A’isyah ra, ia berkata: "Sungguh Nabi saw disihir oleh seorang Yahudi dari bani Zuraiq. Ia dikenal dengan Labid Bin al-Asham".

 

Lanjut al-Qurtubi:

 

 وَفِيهِ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَمَّا حُلَّ السِّحْرِ: (إِنَّ اللَّهَ شَفَانِي) وَالشِّفَاءُ إِنَّمَا يَكُونُ بِرَفْعِ الْعِلَّةِ وَزَوَالِ الْمَرَضِ، فَدَلَّ عَلَى أَنَّ لَهُ حَقًّا وَحَقِيقَةً، فَهُوَ مَقْطُوعٌ بِهِ بِإِخْبَارِ اللَّهِ تَعَالَى وَرَسُولُهُ عَلَى وُجُودِهِ وَوُقُوعِهِ

\

Artinya, "Dan di dalam hadits dijelaskan bahwa saat Nabi saw terbebas dari sihir. Beliau berkata: إِنَّ اللَّهَ شَفَانِي, “Sesungguhnya Allah telah menyembuhkanku.” Adanya kesembuhan sebab hilangnya penyakit dan hilangnya rasa sakit. Ini menunjukan bahwa sihir itu nyata. maka dengan demikian nyatanya sihir telah ditetapkan oleh kabar dari Allah (Al-Qur'an) dan Rasulullah (hadits) atas eksistensi dan kejadian nyatanya.”


Dengan demikian, menurut Al-Qurthubi sihir dan kejadian nyatanya dapat dipastikan berdasarkan kabar dari Allah dan Rasul-Nya.


Terakhir beliau berkata:

 

وَلَقَدْ شَاعَ السِّحْرُ وَذَاعَ فِي سَابِقِ الزَّمَانِ وَتَكَلَّمَ النَّاسُ فِيهِ، وَلَمْ يَبْدُ مِنَ الصَّحَابَةِ وَلَا مِنَ التَّابِعِينَ إِنْكَارٌ لِأَصْلِهِ

 

Artinya, "Sungguh sihir telah tersebar luas dari dulu kala dan sudah banyak dibicarakan orang. Tidak tampak pengingkaran dari sahabat dan tabi'in terhadap keaslian sihir." (Syamsuddin Al-Qurthubi, Tafsirul Qurthubi, [Mesir, Darul Kutub Al-Misriyah: 1384 H/1964 M], juz II, halaman 46).

 

Yang dijelaskan Imam Al-Qurthubi juga merupakan pendapat mayorits ulama Ahlussunnah wal Jamaah karena kuatnya dalil. Namun perlu diketahui bahwa sekalipun sihir menpunyai pengaruh (atsar) dan bahaya, tapi pengaruh dan bahayanya tidak akan sampai kepada seseorang kecuali atas izin Allah. Sihir itu hanya sebab lahiriah atau yang tampak, yang tergantung pada kehendak Allah swt sebagai musabibul asbabnya. Demikian itu yang menjadi keyakinan Ahlussunnah wal Jamaah. Wallahu a'lam.

 


Ustadz Muhammad Hanif Rahman, Dosen Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo