Tafsir

Surat Al-Ma’un: Peringatan Bagi Muslim yang Lalai

Rabu, 15 Januari 2025 | 22:00 WIB

Surat Al-Ma’un: Peringatan Bagi Muslim yang Lalai

Ilustrasi Al-Ma'un. Sumber: Canva/NU Online.

Agama Islam telah berkembang pesat hingga hari ini, menjadi salah satu agama dengan jumlah penganut terbesar di dunia. Namun, kemajuan ini tidak serta-merta menjamin setiap muslim telah sepenuhnya menjalankan kewajiban dan sunnah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.


Sering kali kita menjumpai orang-orang yang mengaku sebagai muslim, tetapi perilaku mereka belum mencerminkan keimanan yang sejati. Ada di antara mereka yang enggan membantu sesama, tidak mau bersedekah kepada anak yatim, bahkan abai untuk menganjurkan memberi makan kepada orang-orang miskin. Sikap seperti ini tentu membawa konsekuensi besar, baik di dunia maupun di akhirat.


Dalam kesempatan ini, kami akan membahas makna dan pelajaran dari Surat Al-Ma’un, sebuah surat dalam Al-Qur’an yang secara tegas memberikan peringatan terhadap mereka yang berperilaku seperti pendusta agama dan orang munafik.


Menurut mayoritas ulama (jumhur ulama), Surat Al-Ma’un tergolong sebagai surat Makkiyah, yang diturunkan di Makkah sebelum hijrah Nabi SAW ke Madinah. Surat ini adalah surat ke-107 dalam urutan mushaf Al-Qur’an, terdiri dari tujuh ayat yang singkat namun penuh makna. Isi dari Surat Al-Ma’un menyoroti ancaman keras dari Allah SWT terhadap mereka yang mengabaikan nilai-nilai agama dalam kehidupan sosial mereka.

 

Surat Al-Ma’un dan Artinya


أَرَءَیۡتَ ٱلَّذِی یُكَذِّبُ بِٱلدِّینِ ۝١ فَذَ ٰ⁠لِكَ ٱلَّذِی یَدُعُّ ٱلۡیَتِیمَ ۝٢ وَلَا یَحُضُّ عَلَىٰ طَعَامِ ٱلۡمِسۡكِینِ ۝٣ فَوَیۡلࣱ لِّلۡمُصَلِّینَ ۝٤ ٱلَّذِینَ هُمۡ عَن صَلَاتِهِمۡ سَاهُونَ ۝٥ ٱلَّذِینَ هُمۡ یُرَاۤءُونَ ۝٦ وَیَمۡنَعُونَ ٱلۡمَاعُونَ ۝٧


Artinya: 1. Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?, 2. Itulah orang yang menghardik anak yatim, 3. dan tidak menganjurkan untuk memberi makan orang miskin, 4. Celakalah orang-orang yang melaksanakan salat, 5. (yaitu) yang lalai terhadap salatnya, 6. yang berbuat riya, 7. dan enggan (memberi) bantuan.


Syekh Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan bahwa Surat Al-Ma’un dinamakan demikian karena pada akhir surat ini Allah SWT memberikan ancaman kepada orang-orang yang enggan memberikan bantuan (ma’un) kepada sesama.

 

Al-Ma’un merujuk pada barang-barang yang biasanya dipinjam oleh tetangga, seperti peralatan memasak (panci, garam, air), alat pertanian (cangkul, ember), alat menjahit (jarum, benang), dan berbagai benda lain yang bermanfaat untuk keperluan sehari-hari. (Wahbah Az-Zuhaili, At-Tafsirul Munir, [Damaskus: Darul Fikr, 1411 H], Jilid XXX, hlm. 420).


Selain itu, Ibnu ‘Asyur mengemukakan bahwa Surat Al-Ma’un memiliki beberapa nama lain, di antaranya: Surat Ara’aita, Surat Ad-Din, Surat At-Takdzib, dan Surat Al-Yatim. Nama-nama ini mencerminkan isi dan pesan utama yang terkandung dalam surat tersebut. (Ibnu ‘Asyur, At-Tahrir wat Tanwir, [Tunisia: Darut Tunisia Lin Nasyri, 1984], Jilid XXX, hlm. 563).


Korelasi Surat Al-Ma’un Dengan Surat Sebelumnya

Syekh Wahbah Zuhaili menjelaskan korelasi antara Surat Al-Ma’un dan surat sebelumnya (Surat Al-Quraisy) dari tiga sisi:

Dalam Surat Al-Quraisy, Allah mencela orang-orang yang mengingkari nikmat-Nya, sementara dalam Surat Al-Ma’un, Allah mencela orang yang tidak menganjurkan memberikan makan kepada orang miskin.


Surat Al-Quraisy memerintahkan manusia untuk menyembah dan mengesakan Allah, sedangkan Surat Al-Ma’un mencela mereka yang lalai dalam melaksanakan sholat.


Dalam Surat Al-Quraisy, Allah menunjukkan nikmat yang diberikan kepada Bani Quraisy. Namun, mereka justru mengingkari adanya hari kebangkitan dan pembalasan. Surat Al-Ma’un kemudian menampilkan ancaman dan peringatan akan siksa bagi mereka yang mendustakan hari pembalasan (Az-Zuhaili, XXX/419-420).


Sababun Nuzul Surat Al-Ma’un

Imam Al-Qurthubi menyebutkan beberapa pendapat mengenai sababun nuzul (sebab turunnya) Surat Al-Ma’un. Ada yang berpendapat bahwa surat ini diturunkan untuk Al-‘Ash bin Wail As-Sahmiy, Walid bin Mughirah, Abu Jahal, ‘Amr bin ‘Aid, atau Abu Sufyan. Salah satu riwayat menyebutkan bahwa Abu Sufyan, yang kerap berkurban setiap minggu, pernah menendang seorang anak yatim dengan tongkatnya ketika anak tersebut meminta sesuatu. Peristiwa inilah yang menjadi latar turunnya surat ini (Al-Qurthubi, Al-Jami’ Lil Ahkamil Qur’an, [Kairo: Darul Kutub Al-Misyriyah, 1384 H], Jilid XX, Hlm. 210).

 

Tafsir Surat Al-Ma’un

Ayat Pertama

Ayat ini dimulai dengan hamzah istifham yang berfungsi untuk menekankan rasa heran terhadap perilaku mereka yang mendustakan hari pembalasan. Frasa ad-din ditafsirkan sebagai hari pembalasan dan perhitungan di akhirat. Maknanya, “Apakah engkau melihat, wahai Muhammad, orang yang mengingkari hari pembalasan dan perhitungan?

 

Ayat Kedua

Imam Al-Qurthubi menyampaikan bahwa kata يَدُعُّ memiliki beberapa makna, termasuk يَدْفَعُ (menolak). Ad-Dhahak dari sahabat Ibnu Abbas menafsirkannya sebagai menolak hak anak yatim, sementara Imam Qatadah menafsirkannya sebagai menindas dan mendzalimi anak yatim (Al-Qurthubi, XX/210-211).

 

Pada masa jahiliyah, wanita dan anak kecil tidak diberikan hak waris. Harta hanya diwariskan kepada mereka yang dianggap mampu mempertahankan dengan senjata. Nabi Muhammad SAW menjelaskan keutamaan mengasuh anak yatim dalam sebuah hadits, "Barang siapa yang mengasuh anak yatim dari golongan orang muslim hingga ia mandiri, maka wajib baginya surga." (Al-Qurthubi, XX/210-211).

 

Ayat Ketiga

Imam Ibnu ‘Asyur menjelaskan bahwa frasa Al-Haddu berarti dorongan untuk melakukan sesuatu. Tidak memberikan dorongan menjadi kinayah dari tidak memberi makan. Orang yang tidak menganjurkan memberi makanan kepada fakir miskin cenderung lebih bakhil terhadap hartanya sendiri (Ibnu ‘Asyur, At-Tahrir wat Tanwir, Jilid XXX, Hlm. 566).

 

Ayat Keempat dan Kelima
Imam Al-Qurthubi menjelaskan bahwa ayat ini mencela mereka yang lalai terhadap sholat. Menurut Ad-Dhahak dari riwayat Ibnu Abbas, mereka adalah orang-orang yang sholat tanpa mengharapkan pahala dan tidak takut akan siksa jika meninggalkan sholat. Mereka juga sering menunda waktu sholat atau melakukannya dengan malas dan tidak menyempurnakan rukuk serta sujudnya (Al-Qurthubi, XX/211-212).

 

Ayat Keenam

Syekh Wahbah Zuhaili menafsirkan bahwa ayat ini merujuk pada orang-orang yang enggan memberikan bantuan atau meminjamkan barang-barang kebutuhan sehari-hari, seperti timba, kapak, alat pertukangan, atau perabot rumah tangga. Sikap ini menunjukkan kelalaian dalam bermuamalah, baik dengan Allah maupun sesama manusia (Az-Zuhaili, XXX/424).

 

Hakikat Riya (Pamer)

Imam Al-Qurthubi menjelaskan bahwa hakikat riya adalah melakukan ibadah untuk tujuan duniawi, yakni mencari kedudukan atau penghormatan di hati manusia:
"Hakikat riya adalah mencari sesuatu di dunia dengan beribadah, dan asalnya adalah mencari pangkat dalam hati manusia" (Al-Qurthubi, XX/212).


Intisari Surat Al-Ma’un

Syekh Wahbah Zuhaili menjelaskan bahwa dari Surat Al-Ma’un dapat diambil beberapa kesimpulan, sebagai berikut:

  1. Surat ini menyampaikan ancaman bagi orang-orang yang mendustakan hari pembalasan dan perhitungan di akhirat. Lafaz yang digunakan bersifat umum (‘amm), tidak terbatas hanya kepada seseorang yang menjadi sebab turunnya ayat.
  2. Sifat orang yang mendustakan hari pembalasan tercermin dalam perilaku buruk mereka, seperti menghardik anak yatim, mengusirnya, menolak haknya, menzaliminya, dan menindasnya. Mereka juga meninggalkan perbuatan baik, termasuk tidak menganjurkan untuk memberi makan orang fakir miskin.
  3. Neraka Wail diperuntukkan bagi tiga golongan, yaitu:
  • Mereka yang lalai dalam melaksanakan sholat.
  • Mereka yang berbuat riya (pamer).
  • Mereka yang mencegah untuk memberikan bantuan kepada sesama.


Dalam dua ayat yang menyinggung kelalaian terhadap shalat dan pencegahan bantuan, terdapat isyarat penting. Sholat adalah bentuk ibadah yang ditujukan kepada Allah SWT, sementara ma’un (bantuan) adalah wujud interaksi kepada sesama manusia.

 

Barang siapa yang meninggalkan sholat berarti ia tidak menjaga keagungan perintah Allah, sedangkan orang yang mencegah pemberian bantuan menunjukkan kurangnya rasa kasih sayang terhadap makhluk Allah. Kedua hal ini menggambarkan bentuk kesengsaraan yang sempurna (Az-Zuhaili, XXX/424-426).


Surat Al-Ma’un memberikan gambaran nyata tentang karakteristik orang-orang yang mendustakan agama. Mereka adalah orang-orang yang menghardik anak yatim, menzalimi, dan menindasnya. Selain itu, mereka meninggalkan perbuatan baik dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. 


Surat ini juga menjelaskan tentang golongan yang akan mendapat siksa pedih, yaitu orang-orang yang lalai dalam sholat, berbuat riya, serta enggan memberikan bantuan. Semua perilaku dan sifat yang disebutkan dalam surat ini harus dijauhi oleh seorang muslim untuk mendapatkan ridha dan ampunan dari Allah SWT. Wallahu a’lam.

 

Achmad Khoirudin, Mahasantri Ma'had Aly Al-iman Bulus Purworejo.