Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 215: Harta, Urutan Penerima Sedekah, dan Hikmahnya
Selasa, 16 Januari 2024 | 15:00 WIB
Alwi Jamalulel Ubab
Kolomnis
Berikut ini adalah teks, terjemahan, sabab nuzul dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas surat al-Baqarah ayat 215:
يَسۡـَٔلُونَكَ مَاذَا يُنفِقُونَۖ قُلۡ مَآ أَنفَقۡتُم مِّنۡ خَيۡرٖ فَلِلۡوَٰلِدَيۡنِ وَٱلۡأَقۡرَبِينَ وَٱلۡيَتَٰمَىٰ وَٱلۡمَسَٰكِينِ وَٱبۡنِ ٱلسَّبِيلِۗ وَمَا تَفۡعَلُواْ مِنۡ خَيۡرٖ فَإِنَّ ٱللَّهَ بِهِۦ عَلِيمٞ
Yas'alûnaka mâdzâ yunfiqûn, qul mâ anfaqtum min khairin fa lil-wâlidaini wal-aqrabîna wal-yatâmâ wal-masâkîni wabnis-sabîl, wa mâ taf‘alû min khairin fa innallâha bihî ‘alîm
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, “Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan (dan membutuhkan pertolongan).” Kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya”.
Sabab Nuzul Al-Baqarah 215
Fakhruddin Ar-Razi dalam tafsirnya menyebutkan dua riwayat terkait sebab turun Al-Baqarah ayat 215, yaitu:
Pertama, Riwayat Atha’ yang bersumber dari Ibnu Abbas, menjelaskan bahwa ayat ini turun sebab seorang laki-laki yang datang menemui Nabi Muhammad saw. Ia kemudian bertanya kepada Nabi bahwa jika ia memiliki satu dinar, maka kepada siapa ia harus nafkahkan. Nabi Muhammad kemudian menyuruhnya untuk menafkahkan uang itu untuk dirinya sendiri.
Laki-laki tersebut kemudian bertanya jika memiliki dua dinar maka kepada siapa?. Nabi menjawab: “untuk keluargamu”. “Jika memiliki tiga dinar?”, Nabi menjawab: “untuk pembantumu”. Laki-laki itu terus bertanya jika memiliki 4 dinar, 5 dinar hingga pada dinar ke 6 dan Nabi Muhammad saw menjawab secara runtut: “untuk kedua orang tuamu, kerabatmu dan yang terakhir di jalan Allah dan itu adalah yang terbaik”.
Kedua, riwayat Al-Kalabi yang juga bersumber dari Ibnu Abbas, bahwa ayat ini turun terkait Amr bin Al-Jamuh. Seorang yang tua renta dan pikun. Ia meninggal pada saat perang Uhud dan meninggalkan harta yang banyak. Ia berkata: “Harta apa yang kita nafkahkan dan kemana kita menyerahkannya?”. Kemudian turunlah ayat ini. (Fakhruddin Ar-Razi, Mafatihul Ghaib, cet 1, [Beirut: Darul Fikr], juz VI, hal 24).
Ragam Tafsir Al-Baqarah 215
Ayat ini menjelaskan dengan sangat baik dan merupakan jawaban atas pertanyaan “Apa yang seharusnya mereka nafkahkan?”. Allah memberikan jawaban secara detail bahkan kepada siapa saja nafkah tersebut diserahkan.
Allah menjelaskan bahwa harta yang dinafkahkan hendaknya termasuk harta yang baik. Sebagaimana Prof Quraisy Shihab dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat ini menjawab dengan sangat singkat pertanyaan mereka di celah jawaban tentang kepada siapa hendaknya harta itu dinafkahkan.
Jawaban pertanyaan mereka adalah dari harta yang baik, yakni apa saja yang baik silahkan dinafkahkan. Di sini, harta ditunjuk dengan kata khair/baik, untuk memberi isyarat bahwa harta yang dinafkahkan itu hendaklah sesuatu yang baik, serta digunakan untuk tujuan-tujuan yang baik.
Lebih lanjut, Prof Quraisy Shihab menjelaskan bahwa dalam kaitannya dengan pengalokasian, nafkah berbeda dengan zakat. Ia menjelaskan bahwa ayat ini tidak berbicara tentang cara membantu fakir, memerdekakan budak, membantu yang dililit hutang dan lain-lain yang dicakup oleh ayat yang menguraikan kelompok yang berhak menerima zakat (QS. at-Taubah [9]: 60), karena yang dimaksud dengan infak di sini adalah yang bersifat anjuran dan di luar kewajiban zakat.
Karena itu, penutup ayat ini berbicara secara umum mencakup siapa dan nafkah apapun selain harta, dan dengan redaksi yang menunjukkan kesinambungannya, yaitu “dan apa saja kebajikan yang kamu akan dan sedang lakukan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahuinya”. (Quraisy Shihab, Tafsir Al-Misbah Pesan Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, [Jakarta: Lentera Hati], Vol I, hal 459).
Selain menjelaskan bahwa harta yang baik-lah yang harus dinafkahkan, ayat ini juga menjelaskan runtutan pengalokasian nafkah. Dimulai dari kedua orang tua, kerabat, anak-anak yatim, orang miskin dan yang terakhir ialah Ibnu Sabil atau orang yang dalam perjalanan.
Ar-Razi menjelaskan hikmah dan alasan runtutan nafkah sedekah pada ayat di atas sebagai berikut:
- Allah mendahulukan kedua orang tua dalam urutan keberhakan mendapatkan nafkah sebab kedua orang tua merupakan sebab wujud anak. Orang tua yang merawat dan mendidik sedari kecil dan jasa mereka terhadap anak tidak bisa dibandingkan dari yang lainnya.
- Urutan kedua setelah orang tua pada ayat di atas ialah kerabat. Sebab pada dasarnya tidak mungkin bagi manusia untuk memenuhi seluruh kebutuhan orang-orang fakir. Harus ada yang didahulukan darinya dan kerabat ialah yang paling berhak didahulukan. Hal itu karena kerabat yang sering berkumpul dengan kita. Jika bukan kita yang memberi maka mereka akan pergi ke orang lain. Juga karena kerabat layaknya bagian dari diri kita. Oleh sebab itu kerabat berada di urutan nomor dua.
- Kemudian selanjutnya ialah anak-anak yatim. Mereka berhak mendapatkan nafkah sebab masih kecil dan belum mampu untuk mencari nafkah dan tidak ada yang menanggung mencari nafkah untuk mereka.
- Di urutan ke empat ialah orang-orang miskin. Terletak setelah anak-anak yatim sebab mereka masih bisa berusaha mencari nafkah daripada anak yatim.
- Terakhir ialah Ibnu Sabil atau orang yang sedang berjalan di jalan Allah yang terkadang membutuhkan bantuan nafkah. (Ar-Razi, hal 25).
Sementara itu, Imam Nawawi Al-Bantani dalam tafsirnya menjelaskan bahwa memberikan nafkah kepada orang tua dapat dihukumi wajib jika keduanya tidak mampu mencari nafkah sendiri. Begitu pula memberi infak kepada kerabat. Adapun kewajiban yang dimaksud di sini bersifat semampunya dan terkadang hanya dimaksudkan untuk menyambung silaturahim. Sedangkan memberi nafkah kepada anak yatim, orang miskin serta Ibnu Sabil adakalanya berupa zakat atau sedekah.
Kesimpulannya, ayat ini menjelaskan bagaimana seorang Muslim dapat mendekatkan diri kepada Allah dengan cara mendermakan hartanya di jalan Allah dengan membantu kepada sesama manusia. Sebagaimana dijelaskan Imam Nawawi dalam tafsirnya, ia berkata:
فالمراد بهذه الآية: من أحب التقرب إلى الله تعالى في باب النفقة فالأولى له أن ينفقه في هذه الجهات فيقدم الأولى فالأولى في صدقة التطوع. وَما تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ أي من سائر وجوه البر والطاعة فَإِنَّ اللَّهَ بِهِ عَلِيمٌ أي فيجازيكم عليه ويوفى ثوابه
Artinya: “Maksud dari ayat ini ialah: barangsiapa mencintai mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dengan bersedekah, maka sebaiknya ia menafkahkan kepada orang-orang yang telah disebutkan. Mendahulukan yang lebih utama sesuai urutan dalam sedekah. Kebaikan yang kalian lakukan sungguh Allah mengetahuinya, maka Ia akan membalasnya dan memberikan ganjaran yang setimpal.”. (Al-Bantani, Marah Labid, Juz I, hal 51). Wallahu a’lam.
Alwi Jamalulel Ubab, Mahasantri Ma'had Aly Saidussidiqiyah, Jakarta
Terpopuler
1
PBNU Tunjuk Ali Masykur Musa Jadi Ketua Pelaksana Kongres JATMAN 2024
2
Ulama Sufi Dunia Syekh Muhammad Hisham Kabbani Wafat dalam Usia 79 Tahun
3
GP Ansor DIY Angkat Penjual Es Teh Sunhaji Jadi Anggota Kehormatan Banser
4
Ricuh Aksi Free West Papua, PWNU DIY Imbau Nahdliyin Tetap Tenang dan Tak Terprovokasi
5
Khutbah Jumat: Meraih Keselamatan Akhirat dengan Meninggalkan 6 Perkara
6
GP Ansor Jatim Ingin Berangkatkan Umrah Bapak Penjual Es Teh yang Viral dalam Pengajian Gus Miftah
Terkini
Lihat Semua