Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 237: Ketentuan Pemberian Setengah Mahar
Selasa, 10 Desember 2024 | 12:00 WIB
M Ryan Romadhon
Kolomnis
Pada ayat 237 surat al-Baqarah, Allah menjelaskan hukum perceraian antara suami dan istri yang belum berhubungan badan namun maharnya sudah ditetapkan jumlahnya. Jika seorang suami menjatuhkan talak sebelum bercampur dan telah menentukan jumlah mahar, maka mantan istrinya berhak atas separuh dari jumlah mahar tersebut, yang dapat dituntutnya selama ia tidak rela dicerai.
Berikut ini disajikan teks, transliterasi, terjemahan, dan kutipan beberapa tafsir ulama mengenai Surat Al-Baqarah ayat 237:
وَاِنْ طَلَّقْتُمُوْهُنَّ مِنْ قَبْلِ اَنْ تَمَسُّوْهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيْضَةً فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ اِلَّآ اَنْ يَّعْفُوْنَ اَوْ يَعْفُوَا الَّذِيْ بِيَدِهٖ عُقْدَةُ النِّكَاحِۗ وَاَنْ تَعْفُوْٓا اَقْرَبُ لِلتَّقْوٰىۗ وَلَا تَنْسَوُا الْفَضْلَ بَيْنَكُمْۗ اِنَّ اللّٰهَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌ ٢٣٧
wa in thallaqtumûhunna ming qabli an tamassûhunna wa qad faradltum lahunna farîdlatan fa nishfu mâ faradltum illâ ay ya‘fûna au ya‘fuwalladzî biyadihî ‘uqdatun-nikâḫ, wa an ta‘fû aqrabu lit-taqwâ, wa lâ tansawul-fadlla bainakum, innallâha bimâ ta‘malûna bashîr
Artinya, “Jika kamu menceraikan mereka sebelum kamu sentuh (campuri), padahal kamu sudah menentukan maharnya, maka (bayarlah) separuh dari apa yang telah kamu tentukan, kecuali jika mereka atau pihak yang memiliki kewenangan nikah (suami atau wali) membebaskannya. Pembebasanmu itu lebih dekat pada ketakwaan. Janganlah melupakan kebaikan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (Al-Baqarah: 237)
Baca Juga
Berapa Batas Minimal Mahar?
Tafsir Al-Quthubi
Imam Qurthubi dalam kitab tafsirnya Jilid III (Kairo, Darul Kutub Al-Mishriyyah, 1964: 204-205) mengatakan bahwa para ulama berbeda pendapat seputar ayat ini.
Satu kelompok ulama, diantaranya Imam Malik, berpendapat bahwa ayat ini mengecualikan istri yang ditalak setelah ditentukan maharnya dari hukum berhak mendapatkan mut’ah, ketika dia termasuk dalam keumuman firman-Nya surat al-Baqarah ayat 236, dalam frasa, وَّمَتِّعُوْهُنَّ (hendaklah kamu berikan suatu mut’ah [pemberian] kepada mereka)
Sedangkan Ibnu Musayyib berpendapat bahwa ayat ini menasakh ayat yang terdapat dalam surat Al-Ahzab ayat 49, karena ayat itu mengandung kewajiban memberi mut’ah kepada setiap istri yang ditalak dan belum digauli. Sementara Qatadah berpendapat bahwa ayat ini menasakh ayat sebelumnya.
Menanggapi perbedaan pendapat tersebut, Imam Qurthubi menyatakan bahwa pendapat Ibnu Musayyib dan Qatadah perlu dikoreksi lagi, sebab syarat-syarat nasakh tidak terpenuhi, sedangkan penggabungan bisa saja dimungkinkan.
Kelompok ulama lainnya, di antaranya Abu Tsaur berpendapat bahwa mut’ah untuk setiap istri yang ditalak secara umum. Sedangkan ayat ini hanya menjelaskan bahwa istri yang ditalak dan telah ditentukan maharnya berhak mengambil setengah dari mahar yang telah ditentukan untuknya.
Ayat ini, masih menurut pendapat tersebut, tidak bermaksud menggugurkan mut’ah untuknya, tetapi justru menegaskan bahwa dia mendapatkan mut’ah dan setengah mahar yang telah ditentukan.
Lebih detail, Imam Qurthubi juga mengatakan bahwa frasa, نِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ dalam ayat ini maksudnya adalah bahwa yang wajib diberikan adalah setengah mahar yang telah ditentukan. Artinya, setengah untuk suami dan setengah lagi untuk istri. ‘setengah’ sendiri adalah satu bagian dari dua bagian.
Lebih jauh, Imam Qurthubi juga mengatakan bahwa tidak ada perbedaan pendapat antar ulama tentang siapa yang telah menggauli istrinya, kemudian dia meninggal dunia dan telah menentukan mahar untuk istrinya, maka istrinya mendapatkan mahar yang telah ditentukan tersebut secara sempurna dan harta warisan, serta wajib ber’iddah.
At-Tafsirul Munir
Syekh Wahbah Az-Zuhaili dalam at-Tafsirul Munir jilid II (Damaskus: Darul Fikr, 1991: 358-359) mengatakan bahwa dalam ayat 237 ini, Allah swt. menerangkan hukum wanita yang ditalak sebelum digauli tapi sudah ditentukan mahar untuknya (yang mana berhak mendapat separuh mahar tersebut). Beliau lalu memberikan representasi sebagai berikut:
إذا طلقت المرأة قبل الدخول، وقد سمّي لها صداق، فيجب لها نصفه ولها حق أخذه في كل حال، إلا أن تعفو المطلقة، أو يعفو الذي بيده عقدة النكاح وهو الولي، وعفوه: إسقاط الحق في نصف المهر
Artinya, “Apabila wanita ditalak padahal belum pernah digauli tapi sudah ditentukan mahar baginya, ia wajib diberi separuh mahar itu, dan ia berhak mengambilnya dalam keadaan bagaimana pun. Kecuali jika wanita yang ditalak itu memaafkan, atau orang yang memegang ikatan nikah (yaitu wali) memaafkan, dan pemaafannya berupa pengguguran hak untuk memperoleh separuh mahar.”
Ketentuan Hukum Pemberian Setengah Mahar
Merujuk penjelasan Syekh Wahbah, telah menjadi ijma’ ulama bahwa yang wajib diberikan kepada wanita yang ditalak sebelum digauli adalah separuh mahr musamma (mahar yang sudah ditentukan). Selain itu, tiada perbedaan pendapat bahwa jika laki-laki sudah menggauli istrinya kemudian ia mati dan telah menentukan maharnya, maka si istri berhak memperoleh mahar yang sudah ditentukan itu secara penuh, memperoleh warisan, dan harus menjalani ‘iddah.
Lebih jauh, beliau juga mengatakan bahwa setiap wanita yang berhak mengurus dirinya sendiri dan ia telah baligh, berakal, dan pandai mengelola harta, berhak melepas (tidak mengambil) separuh mahar yang menjadi haknya yang masih dipegang suami, sebab arti dari frasa, يَعْفُونَ pada ayat ini adalah melepas dan memaafkan.
Adapun wanita yang berada dalam perwalian ayah atau washiy (seseorang yang diberi wasiat agar mengurusnya), tidak boleh melepas haknya atas separuh maharnya, dan pendapat ini tidak diperselisihkan oleh para ulama.
Menurut Imam Syafi'i dan Abu Hanifah, suami boleh tidak mengambil jatah separuh yang menjadi haknya dari mahar yang telah ia tentukan bagi istri. Dalilnya adalah riwayat Daraquthni dari Ibnu Amr bahwa Rasulullah saw. bersabda,
ولي عقدة النكاح: الزوج
Artinya: “Orang yang memegang ikatan nikah adalah suami.”
Daraquthni juga meriwayatkan dari Jubair bin Muth'im bahwa ia menikahi seorang perempuan dari Bani Nashr (sebuah marga dalam suku Hawazin, kemudian ia menalaknya sebelum menggaulinya, maka ia mengirimkan mahar penuh kepada wanita itu dan ia berkata, “Aku lebih patut untuk memaafkan (menggugurkan hakku) ketimbang dia. Sebab, Allah berfirman:
إِلاّ أَنْ يَعْفُونَ أَوْ يَعْفُوَا الَّذِي بِيَدِهِ عُقْدَةُ النِّكاحِ
Artinya: “…kecuali jika mereka atau pihak yang memiliki kewenangan nikah (suami atau wali) membebaskannya.” (QS. Al-Baqarah: 237).
Dari semua paparan di atas, kita dapat memahami bahwa surat Al-Baqarah ayat 237 ini mengandung bahasan utama mengenai ketentuan hukum yang berkaitan dengan pemberian separuh mahar untuk perempuan yang dicerai yang belum dicampuri tapi sudah ditetapkan maharnya. Wallahu a'lam.
M. Ryan Romadhon, Alumni Ma’had Aly Al-Iman Bulus, Purworejo, Jawa Tengah.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Isra Mi’raj, Momen yang Tepat Mengenalkan Shalat Kepada Anak
2
Khutbah Jumat: Kejujuran, Kunci Keselamatan Dunia dan Akhirat
3
Khutbah Jumat: Rasulullah sebagai Teladan dalam Pendidikan
4
Khutbah Jumat: Pentingnya Berpikir Logis dalam Islam
5
Gus Baha Akan Hadiri Peringatan Isra Miraj di Masjid Istiqlal Jakarta pada 27 Januari 2025
6
Khutbah Jumat: Peringatan Al-Qur'an, Cemas Jika Tidak Wujudkan Generasi Emas
Terkini
Lihat Semua