Tafsir

Tafsir Surat Al-Waqi'ah Ayat 63-64: Konsep Rezeki dan Kuasa Allah

Sab, 6 Januari 2024 | 10:00 WIB

Tafsir Surat Al-Waqi'ah Ayat 63-64: Konsep Rezeki dan Kuasa Allah

AL-Qur'an. (Foto ilustrasi: NU Online/Freepik)

Setiap manusia dan makhluk lainnya mempunyai rezeki masing-masing sesuai kadar yang telah ditentukan oleh Allah. Soal rezeki, manusia hanya bisa berusaha dan hasilnya sangat ditentukan oleh Allah sebagai Pemberi Rezeki. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Al-Quran Surat Al-Waqi‘ah [56] ayat 63-64:


اَفَرَءَيْتُمْ مَّا تَحْرُثُوْنَۗ ءَاَنْتُمْ تَزْرَعُوْنَهٗٓ اَمْ نَحْنُ الزّٰرِعُوْنَ


Artinya: "Apakah kamu memperhatikan benih yang kamu tanam? (63) Apakah kamu yang menumbuhkannya atau Kami yang menumbuhkan? (64)"


Tafsir Al-Jami'u li Ahkamil Qur'an


Imam Al-Qurthubi dalam kitab Al-Jami'u li Ahkamil Qur'an (Beirut: Muassasah ar-Risalah: 2006) Juz 20, halaman 209-214 menyebut bahwa ayat ini bisa menjadi sebuah peringatan bagi orang yang tidak percaya dengan hari akhir. Di dunia ini Allah sudah membuktikannya, yaitu bisa menghidupkan (menumbuhkan) tanaman yang sama sekali tidak bisa dilakukan oleh manusia. Manusia hanya sebatas bisa menanam, bukan menumbuhkan. 


وَإِنَّمَا مِنْكُمُ الْبَذْرُ وَشَقُّ الْأَرْضِ، فَإِذَا أَقْرَرْتُمْ بِأَنَّ إِخْرَاجَ السُّنْبُلَ مِنَ الْحَبِّ لَيْسَ إِلَيْكُمْ، فَكَيْفَ تُنْكِرُونَ إِخْرَاجَ الْأَمْوَاتِ مِنَ الْأَرْضِ وَإِعَادَتَهُمْ؟


Artinya: “Apabila kalian telah mengakui bahwa mengeluarkan bulir dari bibit itu bukan perbuatan kalian, maka bagaimana bisa kalian mengingkari mengeluarkan orang-orang yang telah mati dari tanah dan mengembalikan mereka?!


Selanjutnya, melalui ayat ini ditegaskan tentang peran Allah dan manusia yang berkaitan dengan tanaman. Menurut Imam Qurtubi, menanam itu disandarkan kepada manusia dan pertumbuhannya disandarkan kepada Allah, karena menanam adalah pekerjaan manusia yang sesuai dengan pilihannya sedangkan menumbuhkan adalah pekerjaan Allah swt sesuai dengan pilihan-Nya, bukan sesuai dengan pilihan manusia.


Hal ini sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari: 


لَا يَقُولَنَّ أَحَدُكُمْ زَرَعْتُ وَلْيَقُلْ حَرَثْتُ فَإِنَّ الزَّارِعَ هُوَ اللَّهُ


Artinya: “Janganlah di antara kalian mengatakan ‘aku telah menumbuhkan’, tapi katakanlah ‘aku telah menanam’, sebab sesungguhnya yang menumbuhkan itu adalah Allah,”


Tafsir Al-Munir


Ayat dalam Surat Al-Waqi‘ah ini menjadi dalil dan bukti tentang kekuasaan Allah serta kesempurnaan perhatian dan rahmat Allah kepada makhluk-Nya. Selain itu, ayat tersebut juga mengandung pertanyaan sekaligus pernyataan tentang siapa sesungguhnya yang menumbuhkan tanaman di muka bumi. Syekh Wahbah Zuhaili dalam Kitab Tafsir Al-Munir (Damaskus: Darul Fikr, 2009) Juz 14, halaman 289-290) menjelaskan:


أَفَرَأَيْتُمْ ما تَحْرُثُونَ، أَأَنْتُمْ تَزْرَعُونَهُ أَمْ نَحْنُ الزّارِعُونَ] أي أخبروني عما تحرثون أو تقلبون من أرضكم، فتطرحون فيه البذر، والحرث: شق الأرض وإلقاء البذر فيها، أأنتم تنبتونه وتجعلونه زرعا بحيث يكون نباتا كاملا يكون فيه السنبل والحب، بل نحن الذي ننبته في الأرض ونصيره زرعا تاما؟ كان حجر المنذري إذا قرأ: [أَأَنْتُمْ تَزْرَعُونَهُ أَمْ نَحْنُ الزّارِعُونَ] وأمثالها يقول: بل أنت يا ربّ


Artinya: “[Apakah kamu memperhatikan benih yang kamu tanam? Apakah kamu yang menumbuhkannya atau Kami yang menumbuhkan?] Coba katakan dan terangkan kepadaku tentang apa yang kalian olah atau yang kalian bajak dari tanah kalian, lalu kalian menaburinya benih, [lafadh harts; berarti membelah tanah dan meletakkan benih ke dalamnya]. Apakah kalian yang menumbuhkannya dan menjadikannya tanaman yang sekiranya menjadi tumbuhan yang sempurna, memiliki bulir dan biji, ataukah Kami Yang menumbuhkannya di tanah dan meniadikannya tanaman yang sempurna? Hajr Al-Mundziri, ketika ia membaca [a antum tazra‘ûnahû am naḫnuz-zâri‘ûn] ia berkata; Engkaulah Ya Rabb (Yang menumbuhkannya).


Menurut Syekh Wahbah Zuhaili, ayat ini menjadi dalil dan bukti tentang rezeki yang menjadi sebab keberlangsungan hidup. Pada ayat sebelumnya disebutkan dalil dan bukti tentang penciptaan yang menjadi sebab awal permulaan kehidupan makhluk. Dalam konteks ini, setidaknya disebutkan tiga hal. 


Pertama, makanan yang menjadi topik ayat, karena makanan adalah sumber nutrisi. Kedua, minuman yang menjadi topik ayat berikutnya, karena minuman memberikan rasa segar dan enak. Ketiga, api yang menjadi bahan untuk memperbaiki, mematangkan, dan menjadikan layak konsumsi.


Selanjutnya, kalangan petani tentu sangat merasakan dan memahami ayat ini. Pasalnya, setiap panen pertanian, entah itu padi, sayuran atau buah-buahan, hasilnya selalu dinamis dan tidak bisa dipastikan. Panen periode sekarang bisa jadi lebih melimpah dari sebelumnya. 


Sebaliknya, bisa jadi panen hari ini lebih merosot dari panen sebelumnya. Padahal dalam prosesnya tidak ada perbedaan yang signifikan, sawah atau ladang yang ditanami masih di tempat yang sama, bibit yang ditanam sama, dan obat yang disemprotnya juga sama.


Dalam konteks lain, sesama rekan yang bekerja di sebuah perusahaan dengan posisi dan gaji yang sama, bisa jadi kehidupan ekonominya akan berbeda. Ketika tiba waktu gajian, karyawan satu hanya bisa menyisakan “dompet kosong”, sementara karyawan lainnya bisa menyisakan tabungan dan menambah aset. Wallahu a‘lam.


Muhammad Aiz Luthfi, Pengajar di Pesantren Al-Mukhtariyyah Al-Karimiyah Subang, Jawa Barat