Tafsir

Tafsir Surat An-Nahl ayat 91: Larangan Mengingkari Janji

Sab, 30 Desember 2023 | 09:00 WIB

Tafsir Surat An-Nahl ayat 91: Larangan Mengingkari Janji

Ilustrasi. (Foto: NU Online/Freepik)

Menepati janji itu sangat penting dalam Islam, seperti yang tercantum dalam Surah An-Nahl ayat 91. Mengapa? Karena janji mencerminkan integritas dan kepercayaan diri. Janji yang ditepati membawa kebaikan, dan sebaliknya, janji yang diingkari bisa merugikan diri sendiri dan orang lain. Pun janji yang ingkar akan mendapatkan dosa dari Allah. Simak firman Allah dalam Al-Qur'an surat An-Nahl ayat 91:

 

وَاَوْفُوْا بِعَهْدِ اللّٰهِ اِذَا عَاهَدْتُّمْ وَلَا تَنْقُضُوا الْاَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيْدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللّٰهَ عَلَيْكُمْ كَفِيْلًاۗ اِنَّ اللّٰهَ يَعْلَمُ مَا تَفْعَلُوْنَ 

 

Artinya: “Tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji. Janganlah kamu melanggar sumpah(-mu) setelah meneguhkannya, sedangkan kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”

 

Tafsir Al-Qur'an as- Sam'ani

Dalam kitab Tafsir as-Sam'ani, karya Abu Al Muzhaffar As-Sam'ani, menjelaskan bahwa Allah SWT memerintahkan seorang muslim untuk menepati janjinya. Zaid dan Jabir menafsirkan bahwa janji dalam ayat ini diartikan sebagai sumpah. Oleh karena itu, siapa yang melanggar janji, maka ia telah melanggar sumpah dan harus membayar kafarat. Kafarat sumpah adalah memberi makan sepuluh orang miskin, menyediakan pakaian untuk sepuluh orang miskin, atau membebaskan seorang budak. Jika tidak mampu melakukan salah satu pilihan tersebut, maka ia harus berpuasa selama tiga hari.

 

قَوْله تَعَالَى: {وأوفوا بِعَهْد الله إِذا عاهدتم} الْآيَة، قَالَ: الْعَهْد هَاهُنَا هُوَ الْيَمين، وَعَن جَابر بن زيد وَالشعْبِيّ أَنَّهُمَا قَالَا: الْعَهْد يَمِين، وكفارته كَفَّارَة الْيَمين. وَعَن عمر قَالَ: الْوَعْد من الْعَهْد، وَمثله عَن ابْن عَبَّاس. وَقَوله: {وَلَا تنقضوا الْأَيْمَان بعد توكيدها} أَي: بعد إحكامها {وَقد جعلتم الله عَلَيْكُم كَفِيلا} أَي: شَهِيدا، وَقيل: توثقتم باسمه كَمَا يتوثق بالكفيل. 

 

Artinya: “[Tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji]. Ia berkata: (kalimat) ‘ahdu di sini berarti yamin (sumpah). Jabir bin Zaid dan as-Sya‘bi mengatakan; ‘ahdu adalah yamin [sumpah], dan kafaratnya adalah kafarat sumpah. Umar mengatakan, Wa‘d (janji) adalah bagian dari ‘ahd (janji). Pendapat ini juga diriwayatkan dari Ibnu Abbas.

 

Firman Allah Ta'ala: [Janganlah kamu melanggar sumpah setelah meneguhkannya] Yaitu setelah mengikatkannya. [sedangkan kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah itu)], yaitu sebagai saksi, dan Dan dikatakan: Kalian telah mempercayakan nama-Nya sebagaimana seseorang mempercayakan diri kepada penjamin." [Abu Al Muzhaffar As-Sam'ani, Tafsir as-Sam'ani, jilid III, [Riyadh, Darul Wathan, 1997],  halaman 197].

 

Tafsir Thabari

Menurut penafsiran Imam Abu Ja'far at-Thabari dalam kitab Tafsir Jami' al Bayan, Jilid 17, halaman 282, Allah memerintahkan pada hamba-Nya untuk selalu menepati janji yang dibuat dengan sungguh-sungguh dan tidak melanggarnya. Janji yang dimaksud adalah janji yang baik dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Janji yang baik itu misalnya tidak melanggar aturan, tidak merugikan orang lain, dan sesuai dengan nilai-nilai moral. 

 

والصواب من القول في ذلك أن يقال: إن الله تعالى أمر في هذه الآية عباده بالوفاء بعهوده التي يجعلونها على أنفسهم، ونهاهم عن نقض الأيمان بعد توكيدها على أنفسهم لآخرين بعقود تكون بينهم بحقّ مما لا يكرهه الله

 

Artinya: "Pendapat yang benar dalam hal ini adalah mengatakan bahwa Allah Ta'ala memerintahkan dalam ayat ini pada hamba-hamba-Nya untuk memenuhi janji yang mereka buat atas diri mereka sendiri, dan melarang mereka untuk melanggar janji setelah menegaskannya atas diri mereka sendiri untuk orang lain dengan perjanjian yang ada di antara mereka dengan hak yang tidak dibenci oleh Allah. [Imam Abu Ja'far at-Thabari, Tafsir Jami' al Bayan, Jilid 17, [Mekkah: Dar Tarbiyah wa Turats,tt] halaman 282]

 

Tafsir Marah Labib

Sementara itu, menurut Syekh Nawawi Banten dalam Kitab Tafsir Marah Labid, Jilid I, halaman 505, menyebutkan bahwa ayat ini memerintahkan umat Islam untuk selalu menepati janjinya, baik janji yang dibuat dengan orang lain maupun janji yang dibuat dengan Allah SWT. Janji yang dimaksud di sini adalah janji yang dibuat dengan kesadaran dan kemauan sendiri, bukan janji yang dibuat karena terpaksa atau karena alasan lain.

 

Lebih jauh lagi, Allah melarang membatalkan dan melanggar sumpah yang telah diucapkan. Sumpah adalah janji yang kita ucapkan, dengan nama Allah SWT. Pembatalan sumpah adalah perbuatan yang tidak baik dan dapat menimbulkan kewajiban membayar kafarat. Simak penjelasan Syekh Nawawi berikut:

 

وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذا عاهَدْتُمْ وهو العهد الذي يلتزمه الإنسان باختياره فيدخل فيه المبايعة على الإيمان بالله وبرسوله وعهد الجهاد وعهد الوفاء بالمنذورات والأشياء المؤكدة باليمين. وَلا تَنْقُضُوا الْأَيْمانَ بَعْدَ تَوْكِيدِها بالقصد ففرق بين اليمين المؤكد بالعزم وبين لغو اليمين 

 

Artinya: “[Tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji].Perjanjian yang dimaksud adalah perjanjian yang disepakati oleh manusia atas kemauannya sendiri. Perjanjian ini meliputi baiat beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, perjanjian jihad, perjanjian untuk memenuhi janji, dan perjanjian yang dikukuhkan dengan sumpah.

 

[Dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) setelah meneguhkannya]. Pembatalan sumpah yang dimaksud adalah pembatalan sumpah yang dilakukan dengan sengaja. Pembatalan sumpah ini berbeda dengan sumpah yang diucapkan dengan main-main. (Syekh Nawawi Banten, Tafsir Marah Labid, Jilid I, [Beirut: Dar Kutub al-Ilmiyah, 1417 H] halaman 505).

 

Tafsir Al-Durru Al-Mantsur Fi Al-Tafsir Al-Ma'tsur 

Sementara itu, Imam Jalaluddin asy Suyuthi dalam kitab Tafsir Al-Durru Al-Mantsur Fi Al-Tafsir Al-Ma'tsur, Jilid V, halaman 161, menyatakan ayat ini turun berkenaan dengan baiat yang dilakukan oleh kaum Muslimin kepada Nabi Muhammad SAW. Baiat tersebut dilakukan pasca Rasulullah hijrah ke Yastrib [Madinah]. Pada saat itu, kaum Muslimin masih sedikit jumlahnya, sedangkan orang-orang musyrik masih mendominasi dengan jumlah yang lebih banyak. Meski sebagai minoritas, ayat ini memerintahkan kaum Muslimin untuk tetap setia pada baiat mereka, dan jangan membatalkan baiat yang telah diikrarkan. 

 

قَالَ: نزلت هَذِه الْآيَة فِي بيعَة النَّبِي صلى الله عَلَيْهِ وَسلم كَانَ من أسلم بَايع على الْإِسْلَام فَقَالَ: {وأوفوا بِعَهْد الله إِذا عاهدتم وَلَا تنقضوا الْأَيْمَان بعد توكيدها} فَلَا تحملنكم قلَّة مُحَمَّد وَأَصْحَابه وَكَثْرَة الْمُشْركين أَن تنقضوا الْبيعَة الَّتِي بايعتم على الإِسلام

 

Artinya: “Ia berkata: ayat ini turun berkenaan dengan baiat Nabi Muhammad SAW. Siapa yang masuk Islam, maka dia berbaiat untuk Islam. Maka Allah berfirman, “[Tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji, dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) setelah meneguhkannya].” Janganlah sedikitnya jumlah pengikut Muhammad dan para sahabatnya serta banyaknya jumlah orang-orang musyrik membuat kalian membatalkan baiat yang telah kalian ikrarkan untuk Islam. [Imam Jalaluddin asy Suyuthi, Tafsir Al-Durru Al-Mantsur Fi Al-Tafsir Al-Ma'tsur, Jilid V, [Beirut: Dar Fikr, tt] halaman 161].

 

Dengan demikian, berdasarkan penafsiran para ulama tafsir, bahwa ayat ini melarang umat Islam untuk mengingkari janji. Janji merupakan suatu komitmen yang harus dipenuhi. Mengingkari janji merupakan perbuatan tercela, bahkan Rasulullah menyebut orang yang ingkar janji sebagai ciri-ciri orang yang munafik.

 

Ustadz Zainuddin Lubis, Penggiat Kajian Islam, Tinggal di Tangerang Selatan.