Tafsir

Tafsir Surat an-Najm Ayat 13-15: Keabsahan Mi'raj Nabi ke Sidratul Muntaha

Jum, 9 Februari 2024 | 14:00 WIB

Tafsir Surat an-Najm Ayat 13-15: Keabsahan Mi'raj Nabi ke Sidratul Muntaha

Masjidil Aqsha. (Foto: Istimewa)

Surat An-Najm ayat 13-15 merupakan ayat yang sangat penting untuk memahami peristiwa Isra' dan Mi'raj Nabi Muhammad saw. Meskipun singkat, ayat tersebut mengandung makna yang dalam dan menjadi bukti keabsahan peristiwa tersebut. Simak firman Allah swt berikut;


وَلَقَدْ رَاٰهُ نَزْلَةً اُخْرٰىۙ [13]. عِنْدَ سِدْرَةِ الْمُنْتَهٰى [14]. عِنْدَهَا جَنَّةُ الْمَأْوٰىۗ [15].


Artinya: "Sungguh, dia (Nabi Muhammad) benar-benar telah melihatnya (dalam rupa yang asli) pada waktu yang lain, [13], (yaitu ketika) di Sidratulmuntaha [14]. Di dekatnya ada surga tempat tinggal. [15]"


Profesor Quraish Shihab dalam kitab Tafsir Al-Misbah, Jilid XIII, halaman 415 mengatakan bahwa ayat ini dijadikan para ulama sebagai dasar tentang peristiwa Isra' dan Mi'raj Nabi Muhammad saw, yang terjadi pada tahun XIII kenabian beberapa waktu sebelum hijrah Nabi saw ke Madinah.


Sumpah pada awal surat ini juga menunjukkan bahwa Rasulullah saw sangat jujur dalam menyampaikan berita tentang perjalanan beliau ke langit dalam rangka peristiwa Mi'raj itu. Penglihatan beliau sangat jelas dan tidak pula melampaui batas.


Lebih lanjut, sebagian ulama berpendapat bahwa yang “dilihat” Nabi Muhammad saw adalah Tuhannya. Al-Qusyairi misalnya berpendapat bahwa Nabi Muhammad saw melihat-Nya sesuai dengan sifat-sifat-Nya yang telah beliau ketahui sebelum melihat-Nya. Abu Dzar sahabat Nabi saw pernah bertanya kepada Nabi saw: “Apakah engkau telah melihat Tuhanmu?” Nabi saw menjawab: “Nuwwra ilayya arahu (dicahayakan kepadaku melihat-Nya)” (HR. Muslim). 


Pendapat serupa dikemukakan oleh sahabat Nabi yang lain yakni Ibn 'Abbas ra tetapi istri Nabi, 'Aisyah menolak pendapat ini dan menyatakan bahwa ia yang pertama menanyakan kepada Nabi Muhammad saw tentang maksud siapa yang dilihat yang dinyatakan oleh ayat-ayat di atas.


Lalu Rasul saw menjawab: “Itu (yakni yang kulihat) tidak lain kecuali Jibril as. Aku tidak melihatnya dalam bentuknya yang diciptakan Allah buat dirinya kecuali dua kali yang disebut di sini. Aku melihatnya turun dari langit, kebesaran (diri) yang diciptakan baginya telah menutup antara langit dan bumi” (HR. Muslim melalui 'Aisyah).


Quraish Shihab melanjutkan, memang dari segi redaksi tidak ada yang mendukung pendapat yang menyatakan bahwa yang dilihat Nabi Muhammad saw adalah Tuhan. Tetapi yang beliau lihat adalah apa yang terdapat di ufuk sebagaimana konteks ayat. Namun demikian, kita tidak dapat menolak bahwa Nabi saw “melihat Allah dengan mata hati beliau.” 


Sayyidina Ali pernah ditanya oleh sahabatnya Zilib al-Yamani: “Apakah engkau pernah melihat Tuhanmu?” Sayyidina Ali menjawab: “Bagaimana aku menyembah apa yang tidak kulihat?” Zilib bertanya: “Bagaimana engkau melihatnya?” Sayyidina Ali menjawab: “Dia tidak dilihat dengan pandangan mata yang kasat, tetapi dilihat oleh pandangan mata hati melalui hakikat keimanan.”


Tafsir Al-Azhar 

Buya Hamka dalam tafsir Al-Azhar, Jilid IX, halaman 6987 mengatakan saat melaksanakan Mi'raj, yang dilihat oleh Muhammad saw tidak lain ialah Malaikat Jibril. Ayat ini menjelaskan lagi keterangan beberapa tafsir yang mengatakan bahwa di saat itu Nabi saw melihat Jibril dalam kejadiannya yang asli. Dan beliau melihat Jibril dalam kejadiannya yang asli itu hanya dua kali selama hidup beliau. Pertama ketika di Gua Hira mula-mula menerima Wahyu. Penuh ufuk sehingga terlindung hanya oleh sebelah kakinya dan kelihatan dia dengan 600 sayap. 


Kemudian sekali lagi dia melihat Jibril dalam kejadian aslinya itu ialah seketika Jibril menemaninya ketika Mi‘raj itu. Dalam ayat ini dijelaskan bahwa apa yang beliau lihat adalah benar-benar, bukan dusta.


Tafsir Marah Labib

Sementara itu Syekh Nawawi Banten dalam kitab Tafsir Marah Labib, Jilid II, halaman 464 menjelaskan bahwa ayat ini menjelaskan tentang peristiwa Isra' Mi'raj Nabi Muhammad saw, di mana beliau melihat Jibril untuk kedua kalinya dalam wujud aslinya di dekat pohon sidratul muntaha di langit ketujuh.  Pohon sidratul muntaha digambarkan sebagai pohon yang penuh dengan keindahan dan kemegahan. Di dekat pohon ini terdapat Surga Ma'wa, tempat berlindung bagi orang-orang yang bertakwa dan ruh para syuhada.


أي وبالله لقد رأى محمد جبريل على صورته الحقيقة مرة أخرى عند شجرة نبق في السماء السابعة عن يمين العرش، وهو موضع لا يتعداه ملك ولا روح من الأرواح. قال مقاتل: وهي شجرة تحمل الحلي والحلل والثمار من جميع الألوان، لو وضعت ورقة منها في الأرض لأضاءت لأهلها، وهي شجرة طوبى عِنْدَها جَنَّةُ الْمَأْوى 


Artinya: "Dan demi Allah, Muhammad SAW telah melihat Jibril dalam wujud aslinya sekali lagi di dekat pohon sidr di langit ketujuh di sebelah kanan Arasy, yaitu tempat yang tidak dapat dilampaui oleh malaikat maupun ruh. Muqatil berkata, "Pohon tersebut adalah pohon yang penuh dengan perhiasan, pakaian, dan buah-buahan dari berbagai warna. Jika sehelai daunnya diletakkan di bumi, maka bumi akan bersinar bagi penduduknya. Pohon itu adalah pohon Tuba, dan di dekatnya terdapat Surga Ma'wa."


Dengan demikian, ayat ini menjelaskan tentang salah satu peristiwa penting dalam kehidupan Nabi Muhammad, yaitu peristiwa Isra' Mi'raj. Ayat ini menegaskan bahwa Nabi Muhammad melihat Malaikat Jibril dalam wujud aslinya pada malam Isra' Mi'raj, bukan hanya pada satu kesempatan, tetapi pada dua kesempatan yang berbeda.


Zainuddin Lubis, Pegiat kajian Islam, tinggal di Ciputat