Tafsir

Tafsir Surat An-Nisa' Ayat 114: Menjaga Perdamaian dengan Solusi Non-Litigasi

Ahad, 1 Desember 2024 | 05:00 WIB

Tafsir Surat An-Nisa' Ayat 114: Menjaga Perdamaian dengan Solusi Non-Litigasi

Ilustrasi rekonsiliasi. Sumber: Canva/NU Online

Di antara dalil yang membolehkan ash-shulh, atau penyelesaian sengketa perdata melalui jalur damai, dalam Islam adalah surat An-Nisa' ayat 114. Sejatinya, ayat ini menunjukkan betapa pentingnya peran perdamaian dalam membangun kehidupan bermasyarakat yang damai dan harmonis.

 

Perdamaian berfungsi menyelesaikan konflik dan menciptakan hubungan yang kokoh berdasarkan prinsip persaudaraan dan ketaatan kepada Allah. Berkaitan dengan perdamaian, berikut firman Allah dalam surat An-Nisa' ayat 114;


 لَا خَيْرَ فِيْ كَثِيْرٍ مِّنْ نَّجْوٰىهُمْ اِلَّا مَنْ اَمَرَ بِصَدَقَةٍ اَوْ مَعْرُوْفٍ اَوْ اِصْلَاحٍ ۢ بَيْنَ النَّاسِۗ وَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ ابْتِغَاۤءَ مَرْضَاتِ اللّٰهِ فَسَوْفَ نُؤْتِيْهِ اَجْرًا عَظِيْمًا ۝١١٤


lâ khaira fî katsîrim min najwâhum illâ man amara bishadaqatin au ma‘rûfin au ishlâḫim bainan-nâs, wa may yaf‘al dzâlikabtighâ'a mardlâtillâhi fa saufa nu'tîhi ajran ‘adhîmâ


Artinya; "Tidak ada kebaikan pada banyak pembicaraan rahasia mereka, kecuali (pada pembicaraan rahasia) orang yang menyuruh bersedekah, (berbuat) kebaikan, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Siapa yang berbuat demikian karena mencari rida Allah kelak Kami anugerahkan kepadanya pahala yang sangat besar."


Tafsir Thabari

Menurut Imam Thabari, maksud ayat  "إصلاح بين الناس" (ishlah bayna an-nas), atau perdamaian antara manusia, adalah memperbaiki hubungan antara dua pihak yang berselisih, baik karena perbedaan pendapat maupun konflik. Perdamaian harus dilakukan dengan cara yang diizinkan oleh Allah, yakni mengikuti batasan syariat, agar tercipta keakraban dan persatuan.


Lebih lanjut, Imam Thabari juga menjelaskan bahwa tujuan dari perdamaian adalah mengakhiri konflik. Di samping itu, perdamaian bermaksud untuk mengembalikan manusia kepada harmoni; kehidupan yang dilandasi oleh kasih sayang, keadilan, dan ukhuwah. Dengan kata lain, upaya perdamaian harus mendorong kedua belah pihak untuk meninggalkan kebencian dan merangkul persatuan.


Simak penjelasan Imam Thabari dalam Tafsir Jamiul Bayan Jilid IX (Beirut, Darul Ma'arif, tt.: 202) berikut:


"أو إصلاح بين الناس"، وهو الإصلاح بين المتباينين أو المختصمين، بما أباح الله الإصلاح بينهما، ليتراجعا إلى ما فيه الألفة واجتماع الكلمة، على ما أذن الله وأمر به


Artinya: "Atau melakukan rekonsiliasi antara manusia," yaitu memperbaiki hubungan antara pihak-pihak yang berbeda pendapat atau berselisih, dengan cara yang diizinkan oleh Allah untuk mendamaikan mereka, agar mereka kembali pada hal yang membawa keakraban dan persatuan, sesuai dengan apa yang diizinkan dan diperintahkan oleh Allah.


Selanjutnya, kata Imam Thabari, orang yang berbuat baik, orang yang  bersedekah, dan mendamaikan orang yang berkonflik, akan diganjal pahala yang tak terhingga oleh Allah. Pahala yang diberikan sebagai balasan atas perbuatan mereka, sekaligus sebagai wujud kasih sayang Allah kepada para orang-orang yang senantiasa berusaha menebarkan kebaikan dan memperbaiki hubungan antarmanusia. 


فقال:"ومن يفعل ذلك ابتغاء مرضاةِ الله فسوف نؤتيه أجرًا عظيمًا"، يقول: ومن يأمر بصدقة أو معروف من الأمر، أو يصلح بين الناس="ابتغاء مرضاة الله"، يعني: طلب رضى الله بفعله ذلك (١) ="فسوف نؤتيه أجرًا عظيمًا"، يقول: فسوف نعطيه جزاءً لما فعل من ذلك عظيمًا، (٢) ولا حدَّ لمبلغ ما سمى الله"عظيمًا" يعلمه سواه


Artinya:  Maka Dia berfirman: "Dan barang siapa melakukannya dengan mengharap keridhaan Allah, maka Kami akan memberinya pahala yang besar," maksudnya: Barang siapa yang memerintahkan sedekah, atau kebaikan lainnya, atau mendamaikan di antara manusia "dengan mengharap keridhaan Allah," artinya: ia mencari keridhaan Allah dengan melakukan hal tersebut, "maka Kami akan memberinya pahala yang besar," maksudnya: Kami akan memberinya balasan yang besar atas apa yang telah ia lakukan. Dan tidak ada batasan untuk seberapa besar balasan yang Allah sebut sebagai "besar" kecuali hanya Allah yang mengetahuinya. (Jamiul Bayan, Jilid IX, hlm, 202)


Tafsir Qurthubi

Sementara tu, Imam Qurthubi dalam Tafsir Al-Jami' Li Ahkami Al-Qur'an Jilid V (Kairo, Darul Kutub Mishriyah, 1964: 384), mengatakan bahwa mendamaikan antara manusia, dalam ayat ini bersifat universal, tidak terbatas pada kasus tertentu, tetapi mencakup berbagai aspek kehidupan yang memerlukan penyelesaian konflik. Pada ayat ini, upaya "rekonsiliasi" mencakup berbagai bentuk perselisihan, baik itu dalam masalah pribadi maupun sosial. 


Menurut Imam Quthubi, frasa (أَوْ إِصْلاحٍ بَيْنَ النَّاسِ), yang berarti "atau mendamaikan di antara manusia," mencakup segala hal yang berkaitan dengan pertumpahan darah, harta benda, dan kehormatan. Hal ini juga berlaku pada semua bentuk perselisihan yang dapat timbul di antara kaum Muslimin.

 

Lebih lanjut, setiap ucapan yang bertujuan mendamaikan dengan niat mencari keridhaan Allah Ta'ala, juga termasuk dalam kategori ini. Simak penjelasan dalam Tafsir Qurthubi berikut;


 (أَوْ إِصْلاحٍ بَيْنَ النَّاسِ) عَامٌّ فِي الدماء والأموال والأعراض، وفي كل شي يَقَعُ التَّدَاعِي وَالِاخْتِلَافُ فِيهِ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ، وَفِي كُلِّ كَلَامٍ يُرَادُ بِهِ وَجْهُ اللَّهِ تَعَالَى


Artinya; "Atau mendamaikan di antara manusia" mencakup secara umum segala hal yang berkaitan dengan darah (pertumpahan darah), harta benda, dan kehormatan, serta segala sesuatu yang menjadi sumber perselisihan dan perbedaan di antara kaum Muslimin. Ini juga mencakup setiap perkataan yang dimaksudkan untuk mencari keridaan Allah Ta'ala." 


Zahrah at-Tafasir

Dalam kitab Zahrah at-Tafasir Jilid IV (Beirut, Darul Fikr Al-Araby, tt.: 1854), Muhammad Abu Zahrah menjelaskan bahwa salah satu hal yang diperbolehkan dilakukan dalam keadaan berbisik-bisik adalah mendamaikan orang yang sedang berselisih. Perkara ini sangat penting, baik dalam konteks hubungan antarindividu maupun dalam lingkup yang lebih luas, seperti antara kelompok atau umat.


Mendamaikan antara sesama manusia, baik dalam skala kecil maupun besar, adalah sebuah kewajiban sosial. Kewajiban ini harus dilaksanakan oleh orang-orang yang memiliki keteguhan hati dan kedudukan yang tinggi di masyarakat. Hal ini merupakan bagian dari tanggung jawab sosial bagi mereka yang memiliki pengaruh dan status, seperti pemerintahan dan aparat negara.


Ketika perselisihan antara dua orang berhasil diselesaikan, maka Allah akan mendekatkan hati keduanya. Sebaliknya, menyelesaikan masalah dengan cara pengadilan atau pemutusan perselisihan justru bisa menimbulkan kebencian.

 

Oleh karena itu, perdamaian dan rekonsiliasi adalah cara yang lebih baik untuk mempertahankan rasa kasih sayang dan hubungan yang harmonis di antara mereka. Simak penjelasan berikut;


والأمر الثالث الذي يصح التناجي فيه: أمر الإصلاح بين الناس، سواء كانوا جماعات وأمما، أم كانوا آحادا وأفرادا. والإصلاح بين الناس فريضة اجتماعية تجب على أولي العزم من الرجال، وهي ضريبة ذي الجاه والمنزلة، فإذا كان بين اثنين خصام وأزاله، فقد قرب الله بين قلبين، وإن القضاء والفصل في الخصومات يورث في القلوب إحنا، بينما الصلح بينهم يبقي المودة 


Artinya; "Dan perkara ketiga yang dibolehkan untuk berbisik (berunding secara rahasia) adalah perkara mendamikan antara sesama manusia, baik mereka berupa kelompok atau umat, maupun antara perorangan atau individu. Mendamaikan antara manusia adalah kewajiban sosial yang harus dilakukan oleh orang-orang yang memiliki keteguhan hati, dan itu adalah kewajiban bagi mereka yang memiliki kedudukan dan status. Jika ada perselisihan antara dua orang dan diatasi, maka Allah mendekatkan hati keduanya. Sementara itu, pengadilan dan pemutusan perselisihan dapat menimbulkan kebencian di hati, sedangkan perdamaian di antara mereka akan menjaga rasa kasih sayang." (hlm. 1854)


Dengan demikian,  ayat ini menjelaskan bahwa perdamaian antara sesama manusia, termasuk tindakan yang sangat mulai dalam Islam. Mengupayakan untuk mendamaikan pihak yang berselisih,  bagian dari amalan yang dapat mendatangkan ridha Allah dan mempererat persaudaraan di antara umat. Kelak mereka akan  pahala yang besar dan berlipat ganda dari Allah. Wallahu a'lam

 


Ustadz Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam tinggal di Parung