Tafsir

Tafsir Surat As-Syarh Ayat 5 dan 6: Kesulitan vs Kemudahan, Mana yang Menang?

Sel, 13 September 2022 | 06:00 WIB

Tafsir Surat As-Syarh Ayat 5 dan 6: Kesulitan vs Kemudahan, Mana yang Menang?

Tafsir surat As-Syarh ayat 5 dan 6.

Berikut ini adalah teks, transliterasi, terjemahan dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas surat As-Syarh Ayat 5 dan 6:
 

فَإِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا (5) إِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا (6)


(5) Fa inna ma’al-usri yusra. (6) Inna ma’al-’usri yusra.


Artinya, (5) “Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. (6) Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.”


Ragam Tafsir Surat As-Syarh Ayat 5 dan 6

Syekh Jalaluddin al-Mahali menafsirkan kan kata "al-'usri " dengan makna as-syiddah atau kesukaran; dan menafsirkan​​​kata "yusra" dengan makna suhulah atau kemudahan. Kemudian dalam menafsirkan ayat 6 "Inna ma’al-’usri yusra", beliau berkata: "Nabi saw menderita atas kebengisan orang-orang kafir, kemudian ia mendapatkan kemudahan dengan pertolongan Allah atas mereka."
 

Lebih lanjut As-Shawi mengatakan, kata "ma’a" dalam ayat 6 bermakna ba'da atau setelahnya. Diungkapkan demikian karena memberikan isyarat bahwa kemudahan akan datang tidak terlalu lama setelah kesusahan, seakan membersamainya sebagai bentuk penghibur dan penguatan hati. Menurut beliau, huruf  أل kalimat "al-usri" dalam ayat 5 adalah lijjinsi (al ta'rif yang didatangkan untuk menunjukan pada hakikat sesuatu yang dinyatakan); sedangankan huruf  أل  yang kedua dalam ayat 6  adalah li 'ahdid dzikri (al ta'rif yang dapat dimengerti sebab telah disebutkan sebelumnya). Karenanya dinyatakan dalam hadits saat turunnya ayat, Nabi saw bersabda:
 

أبْشِرُوا أتاكُمُ اليُسْرُ، لَنْ يَغْلِبَ عُسْرٌ يُسْرَيْنِ
 

Artinya, “Kabarkanlah bahwa akan datang pada kalian kemudahan. Kesulitan tidak mungkin mengalahkan dua kemudahan.”
 

Lanjut As-Shawi terkait ayat "fa inna ma’al-’usri yusra". Ayat ini menjelaskan kebiasan orang Arab jika ,menyebutkan isim yang dima'rifatkan mengunakan al  (العسر) kemudian diulang, maka kalimat isim yang kedua sama dengan yang pertama. Berbeda dengan isim nakirah (يسرا) yang diulang, maka isim nakirah yang kedua bukan yang pertama. Al-Qur'an datang sesuai dengan uslub mereka. Ayat ini memberikan isyarat bahwa kemudahan akan mengalahkan kesulitan. Sudut pandang ini berdasar bahwa dalam kesulitan orang mukmin yang dialami di dunia, pasti ada kemudahan di dunia, dan kemudahan di akhirat. Kemudahan di dunia disebutkan pada ayat 5, sedangkan kemudahan di akhirat disebutkan pada ayat berikutnya.  (Ahmad bin Muhammad As-Shawi, Tafsir Jalalain dan Hasyiyah As-Shawi, [Surabaya, Dar Ilmi], juz IV halaman 455).
 

Berbeda dengan As-Shawi, Syekh Nawawi Banten mengatakan أل dalam kata "al-usr" yang awal adalah li 'ahdil khudri sedangan yang kedua adalah li 'ahdid dzikri . Maka "al-usr"  atau kesulitan dalam kedua ayat itu satu, yakni kesulitan yang saat ini mereka alami; sedangkan kata "yusr" dinakirahkan untuk tujuan memuliakan. Seakan-akan Allah berkata: "Sesungguhnya bersamaan dengan kesulitan ada kemudahan yang besar dan kemudahan yang sempurna, yakni dengan mendapatkan kemudahan di dunia dan akhirat.
 

Kemudian Syekh Nawawi menafsirkan ayat "Inna ma’al-’usri yusra", pengulanganya untuk menguatkan atau permulaan (musta'nafah) yang berarti " Sesungguhnya kesulitan ditolong dengan kemudahan lain."
 

Terakhir Syekh Nawawi menyimpulkan kedua ayat ini sebagai berikut:
 

وهذه الآية تثبيت لما قبلها، ووعد كريم بتيسير كل عسير له صلّى الله عليه وسلّم وللمؤمنين كأنه قيل خولناك ما خولناك من جلائل النعم فكن على ثقة بفضل الله تعالى ولطفه فإن مع العسر يسرا كثيرا
 

Artinya, "Ayat ini (ayat 6) menetapkan ayat sebelumnya dan janji Allah Yang Maha Mulia dengan memudahkan segala kesulitan Nabi saw dan orang-orang mukmin, seakan Allah berkata: "Kami (Allah) berikan apa yang telah kami berikan kepadamu berupa keagungan nikmat; maka, jadilah orang yang percaya dengan kemurahan dan kelembutan Allah. Karena sesungguhnya bersamaan dengan kesulitan ada kemudahan yang banyak". Wallahu a'lam. (Muhammad Nawawi Al-Jawi, At-Tafsîrul Munîr li Ma’âlimit Tanzîl, [Surabaya, al-Hidayah], juz II, halaman 454). 
 

 

Ustadz Muhammad Hanif Rahman, Dosen Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo