Tafsir

Tafsir Surat At-Tin Ayat 1-3: Terjemah, dan Keutamaannya

Sab, 17 September 2022 | 05:00 WIB

Tafsir Surat At-Tin Ayat 1-3: Terjemah, dan Keutamaannya

Tafsir surat At-Tin ayat 1-3.

Berikut ini adalah teks, transliterasi, terjemahan, spesifikasi, keutamaan surat dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas surat At-Tin ayat 1-3:

 

وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ (1) وَطُورِ سِينِينَ (2) وَهذَا الْبَلَدِ الْأَمِين (3)

 

(1) Wattiini wazzaitun; (2) watuurisiiniin; (3) wahaadzal baladil amiin.

 

Artinya, "(1) Demi buah tin dan buah zaitun; (2) demi Gunung Sinai; (3) Dan negeri (Makkah) yang aman ini."

 

Spesifikasi Surat At-Tin

Surat At-Tin adalah surat ke-95 dalam urutan mushaf, termasuk dalam golongan surat Makiyah, terdiri dari 8 ayat, 34 kalimat dan 150 huruf. Surat ini diturunkan setelah surat al-Buruj. Penamaannya dengan surat at-Tin karena Allah bersumpah pada permulaan surat dengan "Wat-Tin waz-Zaitun" dimana dalam keduanya terdapat banyak kebaikan, manfaat, dan keberkahan.


Keutamaan Surat At-Tin

Al-Baidhawi dalam tafsirnya menuliskan sebuah hadis tentang keutamaan surat ini, sebagai berikut:

 

عن النبي صلّى الله عليه وسلم: من قرأ سورة والتين أعطاه الله العافية واليقين ما دام حياً، فإذا مات أعطاه الله من الأجر بعدد من قرأ هذه السورة

 

Artinya, "Dari Nabi saw "Barangsiapa membaca surat Wat Tin maka Allah akan memberikan kesehatan dan keyakinan selama hidupnya; dan bila ia telah mati, Allah akan memberikanya pahala sejumlah bilangan manusia yang membaca surat ini".(Nasiruddin as-Syairazi al-Baidhawi, Anwarut Tanzil wa Asrart Ta'wil, [Beirut, Dar Al-Kutub Al-Islamiyah: 2009 M], juz III, halaman 565).

 

Ragam Tafsir Surat At-Tin Ayat 1-3

Dalam surat ini Allah bersumpah dengan empat hal yakni, at-Tin, az-Zaitun, Thurisin dan al-Balad al-Amin. Secara ringkas  Imam Jalaluddin al-Mahalli menjelaskan at-Tin dan az-Zaitun dengan dua jenis makanan, atau dua bukit di daerah Syam yang menumbuhkan dua jenis makanan tersebut. Imam Jalaluddin al-Mahalli hanya menyebutkan dua pendapat dari sekian banyak pendapat tentang maksud dari at-Tin dan az-Zaitun. Di antaranya at-Tin adalah masjid Nabi Nuh As, Masjidil Haram, Masjid Dimsyik, sedangkan az-Zaitun adalah Masjidil AqsA, Baitul Maqdis dan lain sebagainya.

 

Kemudian "Thurisin" merupakan gunung atau bukit tempat Allah berkata (berkalam) dengan Nabi Musa. Makna (sinin) itu sendiri adalah yang diberkahi (al-Mubarak). Sedangkan maksud "al-Balad al-Amin" adalah Makkah. (Ahmad bin Muhammad As-Shawi, Tafsir Jalalain dan Hasyiyah As-Shawi, [Surabaya, Dar-Ilm], juz IV, halaman 443).

 

Ada penafsiran menarik dari Syekh Mustafa al-Maraghi. Ia menjelaskan, yang dimaksud dengan "Wattiini" adalah Allah bersumpah dengan masa Nabi Adam, bapak pertama manusia. Yaitu, masa dimana Nabi Adam As dan istrinya, Hawa, mulai menutupi auratnya dengan daun-daun yang ada di surga. Sedangkan "wazzaitun", Allah bersumpah dengan zaitun, yakni masa Nabi Nuh As dan keturunannya saat Allah membinasakan keluarganya dengan banjir bandang. Allah menyelamatkan Nabi Nuh As dalam perahunya. Kemudian setelah itu sebagian burung-burung mendatanginya dengan membawa daun pohon zaitun. Nabi Nuh pun merasa bahagia. Ia tahu bahwa kemurkaan Allah telah reda, dan Allah telah memberikan izin kepada bumi untuk menelan air banjir bandang supaya bumi dapat ditempati dan diramaikan manusia. Nabi Nuh pun melabuhkan kapal dan turun dari kapal dengan anak-anaknya kemudian meramaikan bumi. 

 

Dengan demikian, ringkasnya al-Maraghi mengatakan bahwa "Wattiini wazzaitun" keduanya disebutkan dengan dua masa, yakni masa nabi Adam yang merupakan bapak manusia pertama, dan masanya Nabi Nuh yang merupakan bapak manusia kedua.

 

Selanjutnya beliau menafsirkan "Watuurisiiniin" Allah mengingatkan pada sesuatu yang terjadi di gunung tersebut, yakni tentang tampaknya tanda-tanda bagi Nabi Musa dan kaumnya yang bersinar dengan diturunkannya kitab Taurat. Tampaknya cahaya tauhid setelah bumi dikotori dengan berhala. Para nabi setelah Musa selalu mengajak kaumnya untuk berpegang teguh dengan syariat Allah. Setelah munculnya bid'ah, kemudian datanglah Nabi Isa untuk membersihkan bid'ah yang dilakukan kaumnya.

 

Kaum Nabi Isa pun tidak jauh beda dengan kaum-kaum sebelumnya. terjadi perselisihan paham agama dalam kaumnya, sehingga Allah memberikan anugerah kepada manusia dengan munculmya masa cahaya Nabi Muhammad saw. Hal ini, diisyaratkan dengan firmanya "Wahaadzal baladil amiin" , yakni negara yang dimuliakan dengan kelahiran Rasul-Nya Muhammad saw dan dimuliakan dengan Bait al-Haram atau ka'bah.

 

Ringkasnya, Allah bersumpah dengan empat masa yang terdapat bekas atau pengaruh yang tampak dalam sejarah manusia. Dalam empat masa tersebut Allah menyelamatkan manusia dari gelap gulita menuju cahaya yang terang benderang. Wallahu a'lam. (Ahmad bin Mustafa al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, [Mesir: Matbaah Mustafa al-Baby al-Halabi: 1365H/1946M], jus XXX, halaman 194).
 

 

Ustadz Muhammad Hanif Rahman, Dosen Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo