Tafsir

Tafsir Surat Yunus Ayat 58: Bergembira atas Rahmat dan Kurnia Allah

Sab, 9 Maret 2024 | 22:00 WIB

Tafsir Surat Yunus Ayat 58: Bergembira atas Rahmat dan Kurnia Allah

Ilustrasi seseorang sedang membaca Al-Quran. (Foto: NU Online/Suwitno)

Surat Yunus Ayat 58 merupakan ayat yang mengajak manusia bergembira dengan karunia dan rahmat Allah. Pasalnya, karunia dan rahmat Allah lebih baik daripada apa yang manusia kumpulkan, yang pasti akan fana dan lenyap.

 

Ayat ini juga mengajak manusia bersyukur atas segala nikmat yang telah dianugerahkan oleh Allah. Rahmat Allah adalah karunia paling utama, yang melebihi keutamaan-keutamaan lain yang diberikan kepada manusia di dunia. Allah berfirman:

 

قُلْ بِفَضْلِ اللّٰهِ وَبِرَحْمَتِهٖ فَبِذٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوْاۗ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ 

 

qul bifadllillâhi wa biraḫmatihî fa bidzâlika falyafraḫû, huwa khairum mimmâ yajma‘ûn

 

Artinya; "Katakanlah (Nabi Muhammad), “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya itu, hendaklah mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan,”.

 

Profesor Quraish Shihab menyebutkan dalam kitab Tafsir Al-Misbah, Jilid VI, halaman 105, bahwa ayat tersebut turun setelah perintah Allah menetapkan fungsi al-Qur'an yang demikian agung dan multi manfaat serta sangat jauh dari tuduhan bahwa ia sihir, sebagaimana tuduhan mereka yang terbaca pada awal surat. Maka, kepada Nabi Muhammad saw. diperintahkan untuk mengimbau semua manusia agar menyambut kitab suci itu dengan suka cita. 

 

Kurnia dan rahmat Allah adalah karunia yang paling melebihi keutamaan-keutamaan lain yang diberikan kepada manusia di dunia. Surat Yunus Ayat 58 mengatakan bahwa karunia dan rahmat Allah lebih baik daripada harta benda duniawi dan semua perhiasannya yang pasti akan fana dan lenyap. Ayat ini juga mengingatkan manusia untuk bergembira atas rahmat dan karunia Allah yang dijelaskan dalam al-Qur'an dan syariat Islam. Hal ini adalah sesuatu yang lebih baik daripada seluruh kesenangan dunia yang dapat dikumpulkan manusia. (Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, [Ciputat, Lentera Hati: 2002], jilid VI, halaman 105).

 

Sementara itu, dalam Tafsir Al-Azhar, Jilid V, halaman 3321-3322, Buya Hamka menjelaskan bahwa ayat ini menggambarkan bagaimana seorang mukmin seharusnya bersukacita atas kelimpahan anugerah yang Allah berikan padanya. Sebagai hamba Allah, dua nikmat tersebut - rahmat dan kurnia - adalah anugerah yang sangat besar yang seharusnya kita syukuri. 

 

Untuk itu, kita harus bersuka cita, karena tidak ada kekayaan yang lebih berharga daripada itu. Kekayaan dunia dapat dicari dan dikumpulkan, namun pada akhirnya akan ditinggalkan, baik oleh kita atau kepada kita. Namun, rahmat yang telah diberikan Allah akan kekal selamanya, siapapun yang hidup atau mati. Oleh karena itu, ayat tersebut menegaskan bahwa kebaikan dari apa yang diberikan Allah jauh lebih besar dari apa pun yang dapat dikumpulkan oleh manusia." [Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jilid V, [Pustaka Nasional, PTE LTD, Singapura], halaman 3321-3322].

 

Syekh Nawawi Al-Bantani dalam kitab Tafsir Marah Labib, Jilid I, halaman 489 mengatakan ayat ini mengajak untuk memiliki rasa syukur yang lebih mendalam atas segala nikmat yang diterima. Rasa syukur tersebut tidak hanya tertuju pada nikmatnya, tetapi kepada Pemberi nikmat yaitu Allah SWT. Kesadaran ini akan meningkatkan keimanan, ketaatan, dan menghindarkan kita dari kesombongan dan kufur nikmat.

 

من فرح بنعمة الله من حيث إنها تلك النعمة فهو مشرك، أما من فرح بنعمة الله من حيث إنّها من الله كان فرحه بالله وذلك غاية الكمال ونهاية السعادة.

 

Artinya: "Barangsiapa yang bersukacita atas nikmat Allah karena nikmat itu sendiri, maka dia adalah orang yang musyrik. Adapun orang yang bersukacita atas nikmat Allah karena nikmat itu datang dari Allah, maka kegembiraannya adalah karena Allah dan itu adalah puncak kesempurnaan dan akhir kebahagiaan." (Syekh Nawawi Al-Bantani, Tafsir Marah Labib, [Beirut: Darul Kutub al-'Ilmiyah, 1417 H], Jilid I, halaman 489)

 

Dalam keterangan ini, Syekh Nawawi mengingatkan bahwa orang yang bersuka cita atas nikmat Allah karena nikmat itu sendiri, dia hanya fokus pada nikmatnya saja, tergolong orang yang celaka. Pasalnya, dia tidak memikirkan siapa yang memberikan nikmat tersebut. Pun, perbuatan ini termasuk kesyirikan karena dia tidak mensyukuri Allah sebagai pemberi nikmat.

 

Untuk itu, kebahagiaan yang hakiki adalah kebahagiaan yang diperoleh karena Allah. Ketika kita bersyukur kepada Allah atas nikmat yang diberikan, maka kita akan mendapatkan kebahagiaan yang sempurna dan abadi.

 

Sementara itu, Abu Sa'id al-Khuduri, sebagaimana dikutip Syekh Nawawi mengatakan bahwa salah satu keutamaan dan rahmat Allah SWT kepada hamba-Nya adalah dengan menjadikan mereka sebagai ahli Al-Qur'an. Ahli Al-Qur'an adalah orang yang mempelajari, memahami, dan mengamalkan Al-Qur'an dalam kehidupan sehari-hari. 

 

Tak bisa dipungkiri, Allah SWT telah memberikan karunia dan rahmat yang luar biasa kepada kita berupa Al-Qur'an. Kitab suci ini tidak hanya berisi petunjuk hidup, tetapi juga menjadi sumber ilmu dan pencerahan.

 

Oleh karena itu, mempelajari dan memahami Al-Qur'an menjadi sebuah anugerah yang patut disyukuri.  Dengan mempelajarinya, kita bisa semakin dekat dengan Allah SWT dan  mendapatkan ridho-Nya.  Selain itu, memahami kandungan Al-Qur'an  juga akan membimbing kita ke jalan yang lurus dan benar dalam menjalani  kehidupan.

 

Para muslim yang bersungguh-sungguh mempelajari dan memahami  Al-Qur'an akan mendapat tempat yang istimewa di sisi Allah SWT.  Mereka  diberikan cahaya petunjuk dan dijauhkan dari kesesatan. Dengan keutamaan  tersebut, sudah selayaknya kita bersemangat untuk terus belajar dan mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur'an.

 

وقال أبو سعيد الخدري: فضل الله القرآن ورحمته أن جعلكم من أهله

 

Artinya: "Abu Said Al-Khudri berkata, "Keutamaan dan rahmat Allah atas kalian adalah dengan menjadikan kalian sebagai ahli Al-Qur'an."

 

Berdasarkan penjelasan di atas, tergambar bahwa lewat surat Yunus [10] ayat 58, Allah SWT, melalui Nabi Muhammad SAW, mengingatkan kita bahwa kasih sayang dan kebaikan-Nya adalah anugerah terbesar. Nikmat tersebut jauh melebihi hal-hal baik lainnya yang kita dapatkan di dunia. Oleh karena itu, kita diwajibkan untuk bersyukur dan bersuka cita atas karunia yang Allah berikan, karena nikmat tersebut jauh lebih bernilai daripada kesenangan duniawi lainnya. Wallahu a‘lam.

 

Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam Tinggal di Ciputat.