Tasawuf/Akhlak

3 Cara Menjauhi Perilaku Bullying di Media Sosial

Rab, 28 Februari 2024 | 20:00 WIB

3 Cara Menjauhi Perilaku Bullying di Media Sosial

Ilustrasi stop bullying. (Foto: NU Online/Freepik)

Fenomena bullying atau perundungan tidak hanya marak terjadi di dunia nyata. Namun, juga bisa terjadi di dunia maya, terlebih di media sosial (medsos). Saat ini, media sosial menjadi ruang bebas yang bisa digunakan oleh siapa saja dan di mana saja untuk mengakses informasi. Melalui media sosial, aktifitas yang kini masif dilakukan oleh kebanyakan orang di dunia, perilaku bullying atau cyberbullying kerap kali terjadi.

 

Biasanya bullying yang terjadi di media sosial berbentuk komentar negatif yang berbau penghinaan, cacian atau pendiskreditan terhadap pihak atau individu tertentu oleh netizen karena perilaku korban yang dinilai tidak sesuai dengan norma yang ada. Bahkan tanpa mengecek terlebih dahulu fakta yang ada di lapangan.

 

Terkadang, aktifitas yang terlihat baik pun tidak luput dari komentar negatif dari netizen yang berakibat perilaku bullying di media sosial. Lalu, bagaimana Islam memandang perilaku bullying media sosial tersebut?.

 

Islam tentu melarang keras aktifitas saling menghina dan mencaci satu sama lain. Islam sangat menjunjung etika, moral dan tata krama di terapkan di manapun, termasuk saat bermain media sosial. 

 

Dalam Al-Qur’an, Allah melarang dengan tegas perilaku menghina dan menjelekkan orang lain. Sebab boleh jadi orang yang demikian tidak lebih baik dari yang ia hina. Allah Ta’ala berfirman dalam surat Al-Hujurat ayat 11:

 

يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَى أَنْ يَكُوْنُوْا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَى أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ وَلَا تَلْمِزُوْا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوْا بِالْأَلْقَابِ, بِئْسَ الاِسْمُ الْفُسُوْقُ بَعْدَ الْإِيْمَانِ, وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُوْنَ

 

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olok) perempuan lain (karena) boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari perempuan (yang mengolok-olok). 
Janganlah kamu saling mencela satu sama lain dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang zalim”
. (Qs. Al-Hujurat: 
11).

 

Perilaku bullying dengan menghina dan menjelekkan orang lain di media sosial sangat dilarang dalam Islam. Imam al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa makna kata “Al-Sukhriyah” ialah meremehkan dan merendahkan serta menyebutkan aib atau kekurangan orang lain dengan tujuan agar menjadi bahan tertawaan baik dengan perbuatan, perkataan ataupun dengan isyarat. (Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Jeddah: Darul Minhaj, 2011], juz V, cetakan I, hal 469)

 

Untuk menghindari perilaku bullying di media sosial, berikut penulis cantumkan beberapa tips bermedia sosial yang sehat:

 

1. Tidak sembarangan menuduh

Pada saat melihat informasi yang beredar di media sosial, hendaknya kita tidak langsung mempercayainya jika sumbernya belum jelas. Kita harus mengklarifikasi kebenaran informasi tersebut agar tidak terjadi salah tuduh. Allah berfirman dalam surat Al-Hujurat ayat 6:

 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِن جَآءَكُمۡ ‌فَاسِقُۢ بِنَبَإٖ فَتَبَيَّنُوٓاْ أَن تُصِيبُواْ قَوۡمَۢا بِجَهَٰلَةٖ فَتُصۡبِحُواْ عَلَىٰ مَا فَعَلۡتُمۡ نَٰدِمِينَ

Artinya: “Wahai orang-orang beriman, jika seorang fasik datang kepadamu membawa berita penting, maka telitilah kebenarannya agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena ketidaktahuan(-mu) yang berakibat kamu menyesali perbuatanmu itu”. (Qs. Al-Hujurat: 6).

 

2. Tidak berkomentar negatif

 

Menghindari komentar negatif menjadi cara yang bijak ketika di media sosial menemukan hal-hal yang tidak sesuai norma yang berlaku. Sebaliknya, kita bisa lebih fokus dalam menjaga diri dan keluarga dari melakukan hal yang sama

 

Jika pun terbukti kebenarannya dan yang bersangkutan melakukan hal-hal yang tidak sesuai norma sosial. Tidaklah seharusnya bagi kita untuk menghina dan menjelek-jelekkannya. Cukup menjadikannya sebagai pelajaran agar kita bisa menghindari perilaku menyimpang tersebut juga menjauhkannya dari keluarga kita. Sebab kewajiban kita ialah menjaga diri kita dan keluarga kita dari berbuat maksiat, bukan mengomentari kehidupan orang lain.

 

Allah berfirman dalam surat At-Tahrim ayat 6:

 

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ‌قُوٓاْ ‌أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٞ شِدَادٞ لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ  

 

Artinya: “Wahai orang-orang beriman, jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar dan keras. Mereka tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepadanya dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (Qs. At-Tahrim: 6).

 

3. Menggunakan medsos dengan positif

Sebagaimana yang kita ketahui, ruang digital yang menjadikan mudahnya kita memperoleh informasi saat ini merupakan pedang bermata dua. Ia bisa bernilai positif jika dimanfaatkan dengan baik untuk mengakses hal-hal positif semisal informasi bernilai ilmu pengetahuan, upgrading skill atau hal-hal lain yang bernilai positif.

 

Namun, ruang digital juga bisa menimbulkan efek negatif jika digunakan untuk melakukan hal-hal negatif pula. Salah satunya ialah cyberbullying yang dilakukan oleh sebagian orang di zaman sekarang.

 

Dengan demikian, sebagai umat Islam kita mesti bijak dalam bermedia sosial yang sudah menjadi bagian keseharian manusia di era sekarang. Tanamkan pada diri sendiri bahwa tugas kita bukanlah untuk mengomentari hidup orang lain. Akan tetapi untuk menjadi pribadi yang baik, beribadah kepada Allah dan menjaga diri dan orang-orang sekitar dari melakukan penyimpangan. Wallahu a’lam

 

Alwi Jamalulel Ubab, Alumni Khas Kempek Cirebon, Mahasantri Mahad Aly Saiidussiddiqiyah Jakarta