Tasawuf/Akhlak

Buang-Buang Harta Demi Konten

Rabu, 5 Maret 2025 | 12:00 WIB

Buang-Buang Harta Demi Konten

Ilustrasi minyak. Sumber: Canva/NU Online.

Media sosial kini dipenuhi aksi-aksi yang mengundang perhatian. Salah satu tren yang memprihatinkan adalah membuang minyak goreng, menumpahkan beras, atau menghancurkan barang demi konten. Alih-alih kreatif, tindakan ini justru menunjukkan penghinaan terhadap nikmat Allah dan bertentangan dengan prinsip Islam.


Allah telah memperingatkan manusia untuk menjaga harta dan tidak menghamburkannya. Dalam Al-Qur'an, Allah berfirman:


وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا ۝ إِنَّ ٱلْمُبَذِّرِينَ كَانُوٓا۟ إِخْوَٰنَ ٱلشَّيَٰطِينِ ۖ وَكَانَ ٱلشَّيْطَٰنُ لِرَبِّهِۦ كَفُورًا


Artinya, "Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros itu adalah saudara setan, dan setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya." (QS. Al-Isra: 26-27)


Membuang barang seperti beras dan minyak, yang menjadi kebutuhan pokok banyak orang, tentu saja mencerminkan kurangnya rasa syukur. Dalam pandangan Islam, ini bukan hanya dosa pribadi, tetapi juga menyakiti hati orang-orang yang kekurangan. Rasulullah SAW bersabda:


كُلُوا وَاشْرَبُوا وَتَصَدَّقُوا وَالْبَسُوا، مَا لَمْ يُخَالِطْ إِسْرَافٌ وَلَا مَخِيلَةٌ


Artinya, "Makanlah, minumlah, bersedekahlah, dan berpakaianlah tanpa berlebihan atau menyombongkan diri." (HR. Ahmad)


Tindakan sia-sia seperti ini termasuk dalam tabdzir, atau penggunaan harta tanpa manfaat, atau disebut juga dengan menghambur-hamburkan harta. Bahkan, dalam pandangan fiqih, membuang sesuatu yang bermanfaat adalah bentuk penyimpangan dari amanah Allah atas rezeki yang diberikan. Islam mengatur bahwa harta harus digunakan untuk kebaikan, bukan untuk hal-hal yang tak bernilai.


Motif Mendapatkan Uang Tidak Membenarkan Perbuatan Tabdzir

Sebagian orang berdalih bahwa tindakan membuang-buang harta demi konten diperbolehkan karena dapat menghasilkan uang dari iklan atau sponsor. Namun, argumen ini tidak dapat diterima dalam pandangan Islam. Imam al-Ghazali dalam al-Wasith menyatakan:


والتبذير وَهُوَ عبارَة عَن الْفسق مَعَ صرف المَال إِلَى وَجه لَيْسَ فِيهِ غَرَض صَحِيح ديني أَو دُنْيَوِيّ


Artinya, "Tabdzir adalah perbuatan fasik dengan mengarahkan harta pada sesuatu yang tidak memiliki tujuan yang benar, baik tujuan agama maupun duniawi." ( Al-Ghazali, Al-Wasith fil Mazhab, [Kairo: Darus Salam, 1417 H], jilid IV, hlm. 37).


Dari definisi ini, jelas bahwa setiap bentuk penggunaan harta harus memiliki tujuan yang sahih, baik secara agama maupun dunia. Jika suatu tindakan tidak memberikan manfaat yang jelas, maka itu termasuk dalam kategori tabdzir, meskipun ada motif keuntungan di baliknya. Misalnya, membuang-buang minyak ke tanah jelas bukanlah penggunaan yang bermanfaat.


Keuntungan materi tidak bisa dijadikan alasan untuk menghancurkan barang atau menyia-nyiakan nikmat Allah yang seharusnya dimanfaatkan dengan bijak. Oleh karena itu, konten yang merusak nilai syariat hanya demi uang jelas melanggar hukum Islam.


Islam mengajarkan kita untuk menjaga nikmat Allah dengan sebaik-baiknya. Tindakan membuang harta, apalagi hanya demi hiburan, tidak hanya bertentangan dengan syariat, tetapi juga menunjukkan ketidakpedulian terhadap penderitaan orang lain.

 

Mari kita jadikan setiap rezeki sebagai sarana untuk berbuat kebaikan, bukan sebagai tontonan yang mengundang dosa. Saatnya kita kembali bijak, berhenti memuliakan hal-hal yang sia-sia, dan gunakan media sosial untuk hal-hal yang mendidik dan bermanfaat. Wallahu a'lam bis shawab.


Ustadz Maimun Nafis, Pengajar di Pondok Pesantren Darul Istiqamah, Batuan, Sumenep.