Tasawuf/Akhlak

Cara Mengatasi Maraknya Kucing Liar menurut Islam

Sab, 5 Agustus 2023 | 15:00 WIB

Cara Mengatasi Maraknya Kucing Liar menurut Islam

Ilustrasi kucing liar. (Foto: NU Online/Freepik)

Kucing liar (feral cats) adalah kucing domestik yang telah kembali ke kehidupan liar dan telah mengalami penyesuaian tingkat tertentu dengan lingkungan alaminya. Bila merujuk pada pengertian yang lumrah di Indonesia, kucing liar diartikan sebagai kucing domestik yang ditinggalkan atau terlantar oleh pemiliknya atau keturunan kucing liar sebelumnya. Untuk memudahkan identifikasi, kucing liar, bisa dikatakan dengan kucing yang tidak ada tuan atau pemiliknya.

 

Dewasa ini, Kucing liar menjadi masalah yang semakin mendalam di banyak kota dan wilayah, bukan hanya di Indonesia, tetapi di seluruh dunia. Populasi kucing liar semakin tidak terkendali, dapat menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan, kesehatan manusia, dan kesejahteraan hewan.

 

Jika merujuk pada hasil data International Aid for the Protection & Welfare of Animals, diperkirakan populasi kucing di seluruh dunia di angka sekitar 500-700 juta populasi di dunia, dengan persentase 480 juta di antaranya merupakan kucing liar. Jumlah itu terbilang sangat banyak, lebih dari setengah populasi kucing yang ada.

 

Salah satu penyebab utama populasi kucing liar adalah pemeliharaan tidak bertanggung jawab oleh pemilik hewan peliharaan. Kucing yang dibiarkan berkeliaran bebas di luar rumah tanpa sterilisasi dapat dengan mudah berkembang biak tanpa kendali. Kucing betina yang tidak disterilisasi dapat menghasilkan beberapa kucing dalam satu tahun, yang akan menyebabkan peningkatan populasi yang tidak terkendali.

 

Selanjutnya, berkembang biaknya kucing liar bisa juga diakibatkan karena tersesat atau hilang dari rumah. Kucing yang tersesat dalam lingkungan yang tidak dikenal cenderung mencari makanan dan tempat perlindungan, dan akhirnya berubah menjadi kucing liar. Karena tidak tahu tempat untuk kembali.

 

Di samping itu, Kucing liar sering kali ditimbulkan dari pemiliknya, terutama ketika menghadapi kesulitan finansial tuannya. Atau bisa juga karena ada masalah kesehatan pada kucing itu sendiri. Kucing-kucing ini yang kemudian tidak dapat bertahan di lingkungan perkotaan mencari makanan di tempat sampah atau berburu burung dan hewan liar. Perilaku seperti ini menyumbang pada peningkatan populasi kucing liar.

 

Solusi Islam Menangani Kucing Liar
Kemudian, yang jadi persoalan bagaimana sikap Islam di tengah persoalan kucing liar ini? Pada dasarnya, Islam adalah agama yang menganjurkan untuk pemeluknya menanamkan kasih dan sayang kepada semua makhluk hidup, termasuk dalam hal ini kucing. Menyayangi binatang, bagian dari ajaran Islam, dan langsung dipraktikkan Rasulullah di 14 abad lalu.

 

Dalam satu satu riwayat diceritakan, bahwa Rasulullah memberikan ultimatum pada pemilik binatang peliharaan agar senantiasa menjaga dan memberikan perhatian pada hewan peliharaan. Pada sebuah sabda, Nabi Muhammad mengemukakan suatu kisah yang menyeramkan, terkait seorang perempuan yang divonis masuk neraka, karena membiarkan kucing peliharaannya mati kelaparan.


 
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: عُذِّبَتِ امْرَأَةٌ فِي هِرَّةٍ، سَجَنَتْهَا حَتَّى مَاتَتْ، فَدَخَلَتْ فِيهَا النَّارَ، لَا هِيَ أَطْعَمَتْهَا وَسَقَتْهَا، إِذْ هِيَ حَبَسَتْهَا، وَلَا هِيَ تَرَكَتْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ الْأَرْضِ.  رواه مسلم.

 

Artinya; "Sungguh Rasulullah saw. telah bersabda, “Ada seorang wanita yang diazab karena seekor kucing. Ia mengurung kucingnya sampai mati, lalu ia masuk neraka karenanya. Ia tidak memberikan makan dan minum kucingnya. Bahkan ia mengurungnya. Ia tidak meninggalkan makanan untuknya, sehingga ia memakan apa yang keluar dari bumi.” (H.R. Muslim).

 

Namun, di sisi lain populasi kucing liar yang tidak terkontrol dapat menyebabkan beberapa masalah bagi warga dan lingkungan tempat tinggal.  Misalnya dari segi Kesehatan Masyarakat, kucing liar dapat menjadi pembawa penyakit dan parasit yang dapat menular kepada manusia, termasuk toksoplasmosis, cacingan, dan penyakit kulit. Kehadiran kucing liar ini dapat menyebabkan ancaman kesehatan bagi masyarakat terutama bagi anak-anak, orang tua, dan orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.

 

Selanjutnya, kucing liar juga dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dengan merusak keanekaragaman hayati. Kucing liar yang tanpa tuan dapat membunuh burung, mamalia kecil, dan serangga, mengganggu ekosistem alam dan mengancam keberlanjutan ekosistem lingkungan setempat.

 

Bahkan dalam beberapa kasus, kucing liar yang jamak sekali masuk ke rumah keluarga yang tengah santap makanan, dan itu terkadang membuat tidak nyaman. Belum lagi, kucing liar yang membuang kotoran sembarangan tempat di rumah, yang baunya sangat menyengat di hidung. Tentu dalam hal ini membuat warga masyarakat resah disebabkan kotoran dan perangai buruk kucing liar.

 

Lantas, apa solusinya agar populasi kucing liar tidak semakin marak dan warga masyarakat aman dan tentram? Langkah pertama yang bisa dilakukan adalah membawa kucing tersebut ke tempat rumah singgah kucing liar. Tempat penampungan kucing liar, atau sering disebut sebagai klinik penampungan kucing (cat shelter) merupakan rumah singgah untuk kucing liar.

 

Ini dapat menjadi salah satu solusi untuk mengurangi masalah kucing liar yang mengganggu. Tempat ini menyediakan perlindungan dan perawatan untuk kucing liar yang terlantar, sehingga mereka tidak lagi berkeliaran di lingkungan dan mengganggu warga sekitar.

 

Ada banyak manfaat bagi membuang kucing atau mengungsi kucing liar ke tempat penampungan, antara lain memberikan perlindungan dan perawatan bagi kucing-kucing yang membutuhkan. Di tempat tersebut, kucing diberikan makanan, air, dan perawatan medis jika diperlukan. Ini membantu mengurangi kemungkinan penyebaran penyakit dan meningkatkan kesehatan kucing liar.

 

Bagi orang yang rumah dan tanamannya yang dirusak, tempat penampungan ini solusi untuk pemberantasan perilaku merusak. Pasalnya, kucing liar kadang-kadang dapat merusak tanaman, mobil, atau hewan peliharaan lain di sekitarnya. Dengan menjaga mereka di tempat penampungan, ini dapat membantu mengurangi dampak negatif pada lingkungan sekitar.

 

Dalam Islam sejatinya dibenarkan mengungsikan hewan peliharaan yang dapat mengganggu ketertiban umum. Berdasarkan keterangan ulama, kucing liar yang menimbulkan gangguan dan ketertiban umum disamakan dengan hewan buas yang menimbulkan mudarat, dalam kondisi ini diperbolehkan diungsikan. Penjelasan ini ada dalam kitab Fathul Al-‘Aziz [Beirut; Dar Kitab al Ilmiyah, 1997], halaman 312;

 

فيجوز للمصول عليه دفعه وان أتي الدفع علي نفسه فلا ضمان ولا دية ولا كفارة-إلي أن قال-فالبهيمة إذا صالت صارت بمثابة الكلب العقور والسبع الضاري. التغافل عنه وتكرر ذلك منه جاز قتله ولو في غير حال صياله لأنه لا يكف شره إلا بالقتل فراجعه

 

Artinya; "Boleh membunuh binatang liar yang berbahaya dan berbahaya jika tidak ada cara lain untuk mengendalikannya. Jika binatang liar tersebut menyerang seseorang, tidak ada tanggung jawab hukum (tidak ada ganti rugi, pembayaran denda, atau tebusan) atas apa yang terjadi. Sampai pada titik tertentu, ketika binatang tersebut menjadi seperti anjing liar atau singa berbahaya yang terus-menerus membahayakan orang lain. Jika seseorang mengabaikannya berkali-kali dan itu terus berulang, maka dibolehkan untuk membunuh binatang tersebut, bahkan jika tidak berada dalam kondisi menyerang, karena satu-satunya cara untuk mencegah kejahatannya adalah dengan membunuhnya."

 

Langkah kedua, dengan sterilisasi kucing liar. Sterilisasi ialah metode yang efektif dan etis untuk mengatasi masalah populasi kucing liar. Sterilisasi, yang meliputi kastasi (pengangkatan testis pada kucing jantan) dan ovariohisterektomi (pengangkatan rahim dan ovarium pada kucing betina), mencegah kucing untuk berkembang biak. Langkah sterilisasi pada kucing liar, kita dapat mengurangi jumlah keturunan yang tak diinginkan dan mencegah peningkatan populasi secara drastis.

 

Dwi Utari Rahmiati, dkk dalam penelitian yang berjudul Kontrol Populasi Dengan Kegiatan Sterilisasi Kucing Liar di Lingkungan Unpad yang terbit di Jurnal Dharmakarya: Jurnal Aplikasi Ipteks untuk Masyarakat Vol. 9, No. 2, Juni 2020, disebutkan bahwa populasi kucing liar yang kian banyak disebabkan tidak adanya kontrol populasi, yang umumnya dilakukan pada tahap pencegahan terjadinya konsepsi atau perkawinan.

 

Lebih lanjut, kepadatan populasi kucing domestik liar adalah masalah global yang terkait dengan kesejahteraan kucing dan risiko terhadap zoonosis. Populasi yang berlebihan akan berdampak pada persaingan untuk mendapatkan makanan. Nantinya akan akan berpengaruh pada aspek kesejahteraan hewan yang kurang memadai.

 

Untuk itu, langkah strerilisasi dan pelepasan kembali atau dikenal dengan metode trap neuter release [TNR] dapat digunakan sebagai upaya untuk mengatasi padatnya populasi kucing liar. Upaya ini dilakukan untuk mengurangi tingkat pertumbuhan dan reproduksi. Dengan menggunakan metode TNR dianggap cocok sebagai langkah untuk meningkatkan kesejahteraan kucing.

 

Para Mahasiswa Program Studi Hewan di Universitas Padjadjaran ini, melakukan kegiatan sterilisasi di Ruang Bedah Rumah Sakit Hewan Pendidikan Unpad pada 4 dan 18 Oktober 2019. Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam kegiatan ini yaitu seperangkat alat bedah mayor, obat anastetikum dan sejumlah bahan habis pakai seperti kasa steril, jarum suntik, alas disposable.  Kegiatan ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu survey populasi kucing liar di kampus Unpad, penangkapan kucing liar, kegiatan sterilisasi, perawatan dan pelepasan kembali.

 

Dengan begitu, sterilisasi adalah cara efektif dan etis untuk mengatasi masalah populasi kucing liar. Dengan mengurangi angka reproduksi dapat mencapai lingkungan yang lebih seimbang dan kesejahteraan hewan yang lebih baik. Program ini, langkah penting dalam mencapai coexistence yang harmonis antara manusia dan hewan, serta menjaga ekosistem secara keseluruhan.

 

Terkait sterilisasi dengan cara dikebiri, ulama dari kalangan empat memberikan kesempatan kebolehan hukum mengkhitan hewan peliharaan, terlebih jika sampai dalam kondisi darurat. Penjelasan ini dalam kitab Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, jilid 19 [Beirut, Kementerian Wakaf Kuwait, 1990], halaman 122;

 

قَرَّرَ الْحَنَفِيَّةُ أَنَّهُ لاَ بَأْسَ بِخِصَاءِ الْبَهَائِمِ ؛ لأنَّ فِيهِ مَنْفَعَةً لِلْبَهِيمَةِ وَالنَّاسِ . وَعِنْدَ الْمَالِكِيَّةِ : يَجُوزُ خِصَاءُ الْمَأْكُول مِنْ غَيْرِ كَرَاهَةٍ ؛ لِمَا فِيهِ مِنْ صَلاَحِ اللَّحْمِ . وَالشَّافِعِيَّةُ فَرَّقُوا بَيْنَ الْمَأْكُول وَغَيْرِهِ ، فَقَالُوا : يَجُوزُ خِصَاءُ مَا يُؤْكَل لَحْمُهُ فِي الصِّغَرِ ، وَيَحْرُمُ فِي غَيْرِهِ . وَشَرَطُوا أَنْ لاَ يَحْصُل فِي الْخِصَاءِ هَلاَكٌ .أَمَّا الْحَنَابِلَةُ فَيُبَاحُ عِنْدَهُمْ خَصِيُّ الْغَنَمِ لِمَا فِيهِ مِنْ إِصْلاَحِ لَحْمِهَا

 

Artinya; “Mazhab Hanafi memutuskan bahwa tidak ada masalah dengan melakukan kebiri pada hewan, karena ada manfaatnya bagi hewan dan manusia. Mazhab Maliki berpendapat bahwa khitan hewan yang dimakan adalah boleh tanpa kebencian, karena memiliki manfaat untuk dagingnya. Mazhab Syafi'i membedakan antara hewan yang dimakan dan yang tidak. Mereka menyatakan bahwa khitan pada hewan yang dagingnya dimakan diperbolehkan saat masih kecil, tetapi diharamkan jika sudah dewasa. Mereka juga menetapkan syarat bahwa khitan tidak menyebabkan kematian hewan. Adapun mazhab Hanbali memperbolehkan kebiri pada kambing karena memiliki manfaat bagi dagingnya.”

 

Ustadz Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam, Tinggal di Ciputat.