Syariah

Hukum Kebiri Kucing untuk Kendalikan Populasi yang Tak Terkendali

Kam, 12 Januari 2023 | 19:00 WIB

Hukum Kebiri Kucing untuk Kendalikan Populasi yang Tak Terkendali

Islam memiliki pandangan tersendiri perihal mengebiri kucing untuk hajat tertentu. (Ilustrasi: NU Online/freepik).

Mengebiri atau kastrasi pada kucing jantan dengan memotong testisnya menjadi cara untuk mencegahnya dari menghamili kucing betina. Katrasi pada kucing jantan sering dilakukan untuk mengendalikan populasinya. Utamanya pada kucing liar yang tidak dipelihara. Sebagaimana dikutip dari data FACE Foundation, sepasang kucing betina dalam waktu tiga tahun bisa memproduksi anak hingga 382 ekor.


Kucing betina umur 5 bulan sudah dapat hamil dan sekali melahirkan bisa keluar 4, 6 atau lebih anak kucing. Semakin banyak kucing liar di suatu tempat, semakin banyak pula gangguan terhadap kepentingan manusia. Bahkan kucing membawa risiko penularan penyakit rabies disebabkan virus yang hidup dalam air liurnya. Karenanya, kastrasi atau kebiri pada kucing dilakukan untuk menekan populasinya agar tidak mengganggu manusia dan mengurangi penyebaran penyakit yang sering dibawa olehnya.

 
Dari sini kemudian muncul pertanyaan, bagaimana hukumnya mengebiri kucing dalam rangka mengendalikan populasinya agar tidak mengganggu manusia dan mengurangi risiko penyebaran penyakit yang sering dibawanya?


Merujuk mazhab Syafi'i, sebenarnya hukum asal mengebiri kucing adalah tidak diperbolehkan. Dalam mazhab Syafi'i, kebiri terhadap hewan hanya boleh dilakukan ketika memenuhi tiga syarat:


1. dagingnya halal dikonsumsi;


2. kebiri dilakukan di saat usia kucing masih kecil; dan


3. dilakukan pada saat cuaca normal, sehingga secara umum dapat menjamin keselamatan nyawanya.


Dari sini melakukan pengebirian terhadap kucing jelas-jelas tidak memenuhi syarat yang pertama, karena daging kucing haram dikonsumsi. Syekh Sulaiman Al-Bujairami menjelaskan:


اعلم أن الخصاء جائز بشروط ثلاثة : أن يكون لمأكول وأن يكون صغيرا وأن يكون في زمان معتدل، وإلا حرم


Artinya, “Ketahuilah bahwa mengebiri hewan hukumnya boleh dengan terpenuhinya tiga syarat: dagingnya halal dimakan, masih kecil, dan dalam cuaca ideal. Bila tidak memenuhi syarat-syarat ini maka haram.” (Sulaiman bin Muhammad Al-Bujairami, Tuhfatul Muhtaj, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 1996], juz V, halaman 245-246).


Namun begitu, kebolehan mengebiri hewan dengan syarat tersebut mengindikasikan peluang dibolehkannya mengebiri hewan karena faktor dan dengan syarat tertentu. Dalam hal ini hewan yang dagingnya halal dimakan boleh dikebiri dengan memenuhi dua syarat lainnya, yaitu saat hewan masih kecil dan dilakukan dalam cuaca ideal, tidak panas sekali dan tidak dingin sekali. Kebolehan mengebiri hewan dengan syarat ini diperbolehkan karena ada tujuan yang dibenarkan, yaitu agar kualitas daging menjadi semakin baik, serta dilakukan secara hati-hati agar proses kebiri tidak justru membuatnya mati. Dalam kitab Al-Majmu' dijelaskan:


ويجوز خصاء المأكول في صغره لان فيه غرضا وهو طيب لحمه


Artinya, “Dan boleh mengebiri hewan yang halal dimakan saat masih kecil, karena di situ terdapat tujuan yang dibenarkan, yaitu agar dagingnya enak dimakan.” (An-Nawawi, Al-Majmu' Syarhul Muhaddzab, juz VI, halaman 177).


Artinya, kebiri hewan yang sebenarnya haram dapat menjadi menjadi halal karena tujuan dan syarat tersebut. Apakah hal ini juga dapat diterapkan untuk kasus kebiri kucing dalam rangka mengendalikan populasinya agar tidak mengganggu manusia dan mengurangi risiko penyebaran penyakit yang sering dibawanya?


Hemat penulis dapat. Sebab, mengendalikan populasi kucing, utamanya kucing yang tidak dipelihara secara baik, agar tidak mengganggu manusia dan mengurangi risiko penyebaran penyakit adalah tujuan yang dibenarkan oleh syariat. Namun demikian kebolehan ini tidak secara mutlak, akan tetapi dengan tiga catatan:


1. kebiri terhadap kucing merupakan satu-satunya cara untuk mengendalikan populasinya agar tidak menggangu manusia dan menyebarkan penyakit sesuai pendapat ahli yang membidangi;


2. dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan dilakukan oleh ahli  atau tim medis untuk menghindari malpraktik dan untuk menjamin keselamatan nyawa kucing yang dikebiri; dan


3. dilakukan sesuai keperluan dan tidak berlebihan, terlebih pembantaian atau genosida secara membabi-buta.


Bila ketiga catatan ini tidak terpenuhi, maka hukum mengebiri kucing tetap haram sebagaimana hukum asalnya. Wallahu a'lam.


Ustadz Ahmad Muntaha AM, Founder Aswaja Muda dan Redaktur Keislaman NU Online