Tasawuf/Akhlak

Etika Dakwah di Dunia Digital 

Rab, 23 Februari 2022 | 16:00 WIB

Etika Dakwah di Dunia Digital 

Selama masih berada dalam prinsip-prinsip yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, maka selama itulah kita dapat berekspresi secara leluasa menjalankan ajaran Islam kapanpun dan di manapun

Di era media sosial dan cepatnya arus informasi global saat ini, membuat segala hal yang dipublikasikan di ruang digital dapat secepat kilat tersebar dan mudah diketahui oleh masyarakat luas dalam jangkauan yang tak terbatas.


Sejatinya, perkembangan media komunikasi dan informasi seperti dewasa ini bagaikan pisau bermata dua. Jika kita bijak dalam menggunakan media sosial, tentu akan memberikan banyak dampak positif. Sebaliknya, jika kita menjadikan media sosial sebagai wadah untuk melakukan tindak kejahatan, maka tentu akan berdampak negatif bagi diri kita dan orang lain.  


Fenomena perkembangan teknologi modern ini sesungguhnya sama sekali tidak mengganggu ajaran Islam. Karena faktanya, ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW adalah ajaran-ajaran yang bersifat universal. Nilai-nilai dakwah yang disampaikan oleh Nabi tak terbatas oleh ruang dan waktu. 


Selama masih berada dalam prinsip-prinsip yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, maka selama itulah kita dapat berekspresi secara leluasa menjalankan ajaran Islam kapanpun dan di manapun. Termasuk menyambut perkembangan teknologi modern seraya menjaga prinsip ajaran Nabi SAW.


Pada perjalanan dakwahnya, Nabi Muhammad SAW senang berkumpul bersama para Sahabat untuk membahas perihal agama. Akan tetapi, di dalam forum bersama para sahabat, Nabi Muhammad SAW tidak pernah menegaskan secara spesifik mengenai medan dakwah yang wajib ditempuh oleh umat muslim dalam berdakwah. Nabi Muhammad SAW hanya memberikan panduan dan pelajaran kepada para sahabatnya agar senantiasa menjaga prinsip-prinsip yang telah beliau ajarkan.


Karena beliau mengetahui, bawasanya medan dakwah itu akan senantiasa berubah seiring berjalannya waktu. Sedangkan prinsip ajaran Nabi Muhammad SAW akan senantiasa utuh, tidak lekang oleh panas dan tidak lapuk oleh hujan. Maka dari itu, menjadikan media sosial sebagai medan dakwah bukanlah sesuatu yang salah, karena yang terpenting adalah mengimplementasikan prinsip ajaran Rasulullah SAW.


Di antara prinsip dan panduan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW adalah sifat jujur dan dapat dipercaya. Dalam pengertian lain, dapat dimaknai bahwa panduan yang disampaikan oleh Nabi Muhammad SAW kepada umatnya adalah mengenai integritas dan moral yang harus dijaga dengan baik. 


Adapun bukti bahwa Nabi Muhammad SAW telah menyampaikan mengenai prinsip jujur dan amanah yang harus senantiasa dijaga adalah melalui hadits yang telah beliau sampaikan. 


Nabi SAW bersabda, “Seorang pedagang yang jujur dan amanah (terpercaya) akan (dikumpulkan) bersama para Nabi, orang-orang shiddiq dan orang-orang yang mati syahid pada hari kiamat (nanti).” - HR. At-Tirmidzi.


Hadits ini menjadi pijakan setiap muslim untuk senantiasa memahami, bahwasanya Nabi Muhammad SAW mengajarkan kepada umatnya agar menegakkan prinsip jujur dan amanah dalam berbisnis atau menjaga integritas dalam bekerja.


Secara tekstual, memang yang disebutkan hanyalah profesi "pedagang", akan tetapi, secara kontekstual, apapun profesi kita, maka pastikan agar kita senantiasa berpegang teguh menjaga prinsip jujur dan amanah dalam hal apapun.  


Jika dihubungkan dengan konteks berdakwah di dunia digital, dapat kita pahami juga bahwasanya para pendakwah yang hidup di era digital saat ini harus senantiasa menjaga prinsip jujur dan amanah dalam menyebarkan berbagai informasi di media sosial. Tidak boleh berkhianat dan berbohong dengan menyampaikan informasi yang dusta, palsu, bahkan hoaks. 


Selain itu, patut kita renungkan kembali bahwasanya Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT tidak lain kecuali sebagai rahmat atau obor kasih sayang. Bukan hanya untuk umat Islam, tetapi sebagai rahmat atau kasih sayang untuk seluruh makhluk Allah SWT di muka bumi ini. Sebagaimana firman Allah SWT yang tertulis dalam al-Qur'an pada surat al-Anbiya ayat 107, "Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam...".


Ayat ini menegaskan kembali, bahwa Nabi SAW diutus untuk memberikan perlindungan, kedamaian, dan kasih sayang. Rasulullah SAW pun diutus untuk menghidupkan karakter, moral dan akhlak yang mulia dalam diri setiap umatnya. 


Maka dari itu, sebagai umat muslim kita memiliki tanggung jawab dan kewajiban dalam mengamalkan dan meneruskan estafet perjalanan dakwah Rasulullah SAW yang mulia ini dengan memegang prinsip-prinsip yang telah beliau wariskan, yaitu prinsip jujur, amanah, penuh kasih sayang serta menjadi teladan bagi umat dengan menghidupkan akhlak yang baik dalam jiwa dan raga kita.  


Jika pada zaman dahulu medan dakwah Islam hanya terbatas dalam ruang-ruang tempat ibadah dan majelis ilmu saja, maka saat ini medan dakwah Islam sudah lebih luas lagi dan bahkan merambat ke dunia digital yaitu media sosial. 


Pasalnya, riset mengungkapkan bahwa lebih dari separuh penduduk Indonesia saat ini aktif menggunakan platform media sosial. Tepatnya pada Januari tahun 2021, tidak tanggung-tanggung bahwa total pengguna media sosial di Indonesia mencapai 170 juta dari total 274,9 juta atau 61,8%. Itu hanya di Indonesia, lalu bagaimana dengan pengguna media sosial di seluruh dunia? Tentu lebih banyak lagi.


Maka dari itu, jika umat muslim dewasa ini tidak mengawal, memperhatikan, dan menjadikan platform media sosial ini sebagai medan dakwah yang baik, maka sesungguhnya dakwah Islam akan hanya terbatas di tempat ibadah dan majelis ilmu saja, sama seperti 14 abad lalu. 


Padahal kenyataannya, Nabi Muhammad SAW tidak membatasi medan dakwah umatnya untuk menebar ajaran Islam. Tidak adanya batasan dari Nabi ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang berkemajuan, agama yang ajarannya senantiasa dapat dihidupkan di ruang manapun dan dalam waktu kapanpun. 


Umat Muslim di era teknologi modern saat ini harus memanfaatkan media sosial dengan memainkan peran sentral dalam menebar dakwah Islam rahmatan lil 'alamin atau ajaran Islam yang penuh dengan nilai-nilai kasih sayang. Jangan sampai dakwah Islam di media sosial saat ini dipenuhi oleh "pendakwah" yang menebar ajaran Islam dengan cara yang penuh dengan kebencian dan kekerasan.


Kita harus memastikan bahwa implementasi dari ajaran Islam rahmatan lil 'alamin yang dihidupkan melalui media sosial itu adalah dakwah Islam yang dilakukan dengan cara menebar narasi positif terhadap sesama, ramah bukan marah, merangkul bukan memukul, membina bukan menghina, saling menghargai dan menghormati, memberikan konten-konten yang edukatif, pun menjadi pemberi solusi serta bersikap adil dalam menanggapi permasalahan yang dihadapi. 


Tentu saja, wujud implementasi dari semua yang telah saya sebutkan di atas harus dibarengi dengan ilmu-ilmu keislamanan yang mapan. Umat muslim masa kini pun seyogianya dapat optimis, bahwasanya kemudahan teknologi saat ini dapat menjadi berkah dalam menebar dakwah Islam. Di sisi lain, kita pun harus memastikan bahwasanya kita belajar Islam kepada guru yang benar dengan pemahaman ilmu-ilmu keislaman yang tepat.


Karena, jika kita mendapatkan pemahaman yang salah tentang Islam, lalu kita sebar pemahaman itu di media sosial, sehingga informasi tentang Islam yang salah ini sampai kepada masyarakat luas, maka sesungguhnya kita sedang mengkolektifkan kesalahan tentang memahami Islam. 


Sebagai penutup, saya mendorong agar kita sebagai sesama umat muslim saling bahu membahu dalam menjaga prinsip dan ajaran Islam yang telah diwariskan oleh Nabi Muhammad SAW. Dalam waktu yang sama, untuk mewujudkan Islam yang berkemajuan, kita pun harus mewarnai dan mengisi platform media sosial dengan konten-konten kekinian yang lahir dari pemahaman Islam rahmatan lil 'alamin, yaitu dakwah yang mengajak pada kebaikan dengan penuh kasih sayang, membangun perdamaian antar sesama, serta menjadi peneduh dan penyejuk bagi umat.


Nata Sutisna, mahasiswa Universitas Al-Zaitunah, Tunisia.