Tasawuf/Akhlak

Imam Junaid: Empat Hal yang Angkat Derajat meski Tidak Banyak Ilmu dan Amal

Sab, 23 April 2022 | 09:15 WIB

Imam Junaid: Empat Hal yang Angkat Derajat meski Tidak Banyak Ilmu dan Amal

Tentu saja idealnya seseorang gemar menunaikan ibadah sunnah sebagai tambahan ibadah wajib dan juga memiliki akhlak yang terpuji

Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumiddin-nya mengutip Imam Junaid Al-Baghdadi perihal keutamaan akhlak yang terpuji. Menurut Imam Junaid, akhlak yang terpuji dapat melambungkan derajat spiritual seseorang di hadapan Allah swt.


Seseorang dengan ilmu dan ibadah pas-pasan tetap dapat mencapai derajat yang sangat tinggi berkah kemuliaan akhlaknya. Sedangkan kemuliaan akhlak merupakan puncak dari kesempurnaan keimanan kepada Allah swt.


قال الجنيد أربع ترفع العبد إلى أعلى الدرجات وإن قل عمله وعلمه الحلم والتواضع والسخاء وحسن الخلق وهو كمال الإيمان


Artinya, “Imam Al-Junaid berkata, ‘Empat hal ini dapat mengangkat seseorang ke derajat yang tertinggi meski amal dan ilmunya sedikit. Empat hal itu adalah sabar/murah hati, rendah hati, dermawan, akhlak yang baik. itulah kesempurnaan iman,’” (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Beirut, Darul Fikr: 2018 M/1439-1440 H], juz III, halaman 56).


Pandangan Imam Al-Junaid perihal keutamaan akhlak yang mulia ini bukan tanpa dasar. Pandangan Imam Al-Junaid diperkuat oleh sejumlah hadits yang menunjukkan kedekatan orang berakhlak mulia dan Rasulullah saw di akhirat kelak baik secara fisik maupun spiritual.


وقال صلى الله عليه و سلم إن أحبكم إلي وأقربكم مني مجلسا يوم القيامة أحاسنكم أخلاقا 


Artinya, “Rasulullah saw bersabda, ‘Sungguh, orang yang paling kucintai dan paling dekat denganku duduknya pada hari kiamat adalah orang yang terbaik akhlaknya,’” (HR At-Thabarani).


Sahabat Anas bin Malik ra juga pernah meriwayatkan hadits yang menjelaskan keutamaan akhlak terpuji sebagai penghapus dosa da kesalahan seseorang. 


وقال أنس بينما نحن مع رسول الله صلى الله عليه و سلم يوما إذ قال إن حسن الخلق ليذيب الخطيئة كما تذيب الشمس الجليد


Artinya, “Sahabat Anas bin Malik ra bercerita, ketika kami bersama Rasulullah saw tiba-tiba beliau saw bersabda, ‘ Akhlak yang terpuji melelehkan dosa sebagaimana matahari membakar kulit,’” (HR Al-Khara’ithi, At-Thabarani, At-Thayalisi, Al-Baihaqi).


Adapun Imam Ahmad meriwayatkan hadits Rasulullah saw yang menyebutkan keutamaan orang yang berakhlak mulia dengan ganjaran seperti ganjaran orang berpuasa sunnah dan tahajud malam. 


وقال صلى الله عليه و سلم إن المسلم المسدد ليدرك درجة الصائم القائم بحسن خلقه وكرم مرتبته 


Artinya, “Rasulullah saw bersabda, ‘Sungguh, seorang muslim yang lurus akan meraih derajat tinggi orang yang gemar puasa serta pegiat tahajud malam dengan kemuliaan akhlak dan keluhuran martabatnya,’” (HR Ahmad).


Pada riwayat lain, Rasulullah saw mengatakan hal serupa perihal keutamaan orang yang berakhlak mulia yang juga diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik ra.


وقال أنس قال النبي صلى الله عليه و سلم إن العبد ليبلغ بحسن خلقه عظيم درجات الآخرة وشرف المنازل وإنه لضعيف في العبادة 


Artinya, “Sahabat Anas bin Malik ra berkata, Rasulullah saw bersabda, ‘Seseorang dengan keluhuran akhlaknya dapat mencapai keagungan derajat akhirat dan kedudukan mulia lainnya meski ia tidak terlalu kuat ibadah,’” (HR At-Thabarani, Al-Khara’ithi, dan Abus Syekh).


Dari berbagai keterangan hadits ini, kita tentu saja tidak menyimpulkan bahwa ibadah baik wajib maupun sunnah (ritual formal) itu tidak penting. Keterangan ini bukan dimaksudkan dalam rangka menafikan urgensi ibadah formal baik yang wajib maupun sunnah.


Semua keterangan ingin mengatakan kepada kita bahwa orang yang ibadahnya pas-pasan sekadar menunaikan ibadah wajib dapat mencapai derajat yang tinggi seperti orang yang mengamalkan puasa sunnah dan shalat malam di akhirat kelak berkat keluhuran akhlaknya.


Tentu saja idealnya seseorang gemar menunaikan ibadah sunnah sebagai tambahan ibadah wajib dan juga memiliki akhlak yang terpuji. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)