Tasawuf/Akhlak

Ini Beda Nasionalis Tulen dan Nasionalis Gadungan

Ahad, 21 April 2019 | 11:35 WIB

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyebut kata “nasionalis” dengan dua pengertian, pertama, pecinta nusa dan bangsa sendiri dan kedua, orang yang memperjuangkan kepentingan bangsanya; patriot. Sedangkan patriot adalah pencinta (pembela) tanah air.

Adapun patriotisme adalah nama lain dari semangat cinta tanah air. Dalam KBBI, patriotisme adalah sikap seseorang yang bersedia mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan dan kemakmuran tanah airnya; semangat cinta tanah air.

Tetapi tiada sesuatu yang membuat Syekh Musthafa Al-Ghalayaini, salah seorang pemerhati bahasa dan sastra Arab (1886 M-1944 M) yang tinggal di Beirut, Libanon, daripada orang yang mengaku sebagai seorang nasionalis yang menebus kejayaan tanah airnya dengan darah dan hartanya, tetapi justru dia yang paling kuat meruntuhkan sendi-sendi kebangsaan dengan pelbagai kezaliman dan potensi yang ada padanya.

Dalam Kitab Izhatun Nasyi’in (Nasihat untuk Para Pemuda), karya yang ditulis di Beirut pada 1913 M, Syekh Musthafa Al-Ghalayaini menyimpulkan bahwa seorang anak bangsa yang mengaku sebagai seorang nasionalis pada kenyataannya juga dapat berbohong melalui pernyataan palsu karena tidak cocok dengan perilakunya.

ليس كل من ينادي بالوطنية وطنيا حتى تراه عاملا للوطن بما يحييه باذلا ما عز وهان في سبيل ترقيه يسعى مع الساعين في إعلاء شأنه وينصب مع الناصبين في حفظ كيانه

Artinya, “Tidak setiap orang yang mendakwakan diri sebagai seorang nasionalis adalah nasionalis sejati kecuali kau menyaksikan dia berbuat sesuatu untuk menghidupkan tanah airnya, mendermakan barang berharga miliknya, rela terhina untuk meninggikan harkat bangsanya, terlibat bersama rekan seperjuangan demi mengangkat negerinya, dan rela bersusah payah dan letih bersama yang lain dalam menjaga eksistensi tanah airnya,” (Lihat Syekh Musthafa Al-Ghalayaini, Izhatun Nasyi’in, [Beirut, Sayida: 1953 M/1373 H], cetakan kesembilan, halaman 81).

Menurut Syekh Musthafa Al-Ghalayaini, tidak sedikit anak bangsa yang berteriak kencang sebagai nasionalis sejati. Ternyata ia adalah seorang nasionalis gadungan karena perilakunya justru seperti kanker yang menggerogoti keutuhan negara dan bangsanya.

أما من يسعى فيما يفت في عضده ويكسر في ساعده فقد بعد ما بينه وبين الوطنية ولو رفع عقيرته وملأ الأقطار صراخا ونادى في الأمة أن أني من الوطنيين المخلصين

Artinya, “Adapun orang yang berupaya mencerai-beraikan kekuatan negaranya dan menghancurkan pilar-pilar bangsanya, maka ia jauh dari sikap nasionalisme meski teriakannya lantang memenuhi kolong langit setiap pelosok negerinya dan meski dia berkata di tengah rakyat, ‘Saya seorang nasionalis tulen,’” (Lihat Syekh Musthafa Al-Ghalayaini, Izhatun Nasyi’in, [Beirut, Sayida: 1953 M/1373 H], cetakan kesembilan, halaman 81).

Syekh Musthafa Al-Ghalayaini pada karyanya terutama tema Al-Wathaniyyah (Nasionalisme) menjelaskan sikap seorang nasionalis sejati. Menurutnya, seorang nasionalis tulen akan mengorbankan diri demi kemaslahatan negeri dan rakyatnya.

الوطنية الحق هي حب إصلاح الوطن والسعي في خدمته، والوطني كل الوطني من يموت ليحيا وطنه ويمرض لتصح أمته.

Artinya, “Sikap nasionalisme sejati adalah semangat memperbaiki tanah air dan berupaya mengabdikan diri untuknya. Sedangkan seorang nasionalis tulen adalah orang yang rela mengorbankan nyawanya demi kejayaan tanah airnya dan rela sakit menderita demi keselamatan rakyatnya,” (Lihat Syekh Musthafa Al-Ghalayaini, Izhatun Nasyi’in, [Beirut, Sayida: 1953 M/1373 H], cetakan kesembilan, halaman 82).

Syekh Musthafa Al-Ghalayaini yang juga penulis kitab nahwu Jami‘ud Durus Al-Arabiyyah, sebuah kitab nahwu rujukan di kampus-kampus Islam negeri di Indonesia, mengingatkan para pemuda akan kewajiban-kewajiban anak bangsa terhadap tanah airnya.

ألا إن للوطن على أبنائه حقوقا فكما لا يكون الابن ابنا حقيقيا حتى يقوم بواجب الأبوة فكذلك ابن الوطن لا يكون ابنا بارا حتى ينهض بأعباء خدمته ويدفع عن حماه المؤذين ويذود عن حياضه المدلسين 

Artinya, “Ketauhilah bahwa anak bangsa atau putra tanah air memiliki kewajiban. Seseorang tidak dapat dikatakan berbakti sebelum ia menjalankan kewajiban khidmat terhadap orang tuanya. Demikian juga seorang anak bangsa. Ia takkan disebut anak bangsa yang berbakti sebelum bangkit berkhidmat memikul beban negerinya, membela kedaulatan negaranya dari ancaman pihak-pihak yang jahat, dan melindungi sumber daya bangsanya dari para penipu,” (Lihat Syekh Musthafa Al-Ghalayaini, Izhatun Nasyi’in, [Beirut, Sayida: 1953 M/1373 H], cetakan kesembilan, halaman 82).

Meski Kitab Izhatun Nasyi’in berarti Nasihat untuk Para Pemuda, pesan-pesan Syekh Musthafa Al-Ghalayaini ini layak diperhatikan oleh semua elemen bangsa dari pelbagai usia dan latar belakang agama, suku, rasa, dan antargolongan.

Pesan-pesan Syekh Musthafa Al-Ghalayaini dalam Bahasa Arab ini memang ditulis di Beirut pada 1913 M silam. Meski demikian, semangat nasionalisme yang terkandung di dalamnya bersifat universal dan relevan untuk semua anak bangsa di dunia, termasuk anak bangsa Indonesia saat ini karena cinta tanah air berkaitan erat dengan keimanan seseorang. Wallahu a’lam. (Alhafiz K)