Tasawuf/Akhlak

Keutamaan Menahan Rasa Lapar

Ahad, 20 Maret 2022 | 06:00 WIB

Keutamaan Menahan Rasa Lapar

Rasa lapar terbukti melahirkan banyak hikmah dan kebijaksanaan. Rasa lapar merupakan jalan spiritual para nabi dan orang-orang saleh terdahulu.

Rasa lapar tidak sepenuhnya buruk. Rasa lapar dijadikan oleh Allah sebagai ujian bagi manusia. Rasa lapar merupakan pengalaman keagamaan yang dapat meningkat spiritual seseorang. 


Al-Qur’an dalam Surat Al-Baqarah ayat 155 menyebutkan bahwa rasa takut dan rasa lapar dijadikan sebagai ujian kesabaran bagi manusia. Allah pada akhir Surat Al-Baqarah ayat 155 memerintahkan Nabi Muhammad saw untuk memberikan kabar gembira dengan ganjaran yang baik bagi mereka yang bersabar menahan rasa lapar.


قال الله تعالى وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ … وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ


Artinya, “Allah berfirman, ‘Kami menguji kalian dengan sedikit rasa takut dan rasa lapar… Berilah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar,’” (Surat Al-Baqarah ayat 155).


Surat Al-Baqarah ayat 155 dikutip oleh Imam Al-Qusyairi sebagai pengantar bab lapar dan meninggalkan syahwat pada karyanya Ar-Risalatul Qusyairiyah. Pada bab ini, Imam Al-Qusyairi juga mengutip hadits Rasulullah perihal keutamaan menahan rasa lapar.


عن أنس بن مالك أنه حدثه قال جاءت فاطمة، رضي الله عنها، بكسرة خبز لرسول الله صلى الله عليه وسلم، فقال ما هذه الكسرة يا فاطمة؟ قالت قرصا خبزته، ولم تطب نفسي حتى أتيتك بهذه الكسرة. فقال أما إنه أول طعام دخل فم أبيك منذ ثلاثة أيام


Artinya, “Dari Anas bin Malik, ia bercerita bahwa suatu hari Rasulullah datang dengan potongan roti untuk Rasulullah. ‘Apa potongan roti ini wahai Fatimah?’ tanya Rasulullah. ‘Itu roti yang kubuat dan aku kurang menyukainya sehingga aku mendatangimu dengan potongan roti tersebut,’ kata Fatimah. ‘Adapun roti ini adalah makanan pertama yang masuk ke dalam mulut ayahmu sejak tiga hari lalu,’ jawab Rasulullah kepada putrinya,” (Al-Qusyairi, Ar-Risalatul Qusyairiyah, [Kairo, Darus Salam: 2010 M/1431 H], halaman 80).


Imam Al-Qusyairi menyebutkan keutamaan rasa lapar. Ia mengaitkan rasa lapar dan menahan syawat. Rasa lapar terbukti melahirkan banyak hikmah dan kebijaksanaan. Rasa lapar merupakan jalan spiritual para nabi dan orang-orang saleh terdahulu.


Salah seorang sufi besar di zamannya Yahya bin Mu’adz mengatakan, “Andai lapar itu dijual di pasar, orang yang mengejar kehidupan akhirat tidak seharusnya membeli produk selainnya bila mereka memasuki pasar,” (Al-Qusyairi, 2010 M/1431 H: 80).


Oleh karena itu, lapar (al-ju‘u) merupakan salah satu pilar spiritualitas yang ditempuh dan diajarkan para sufi terdahulu. Sedangkan pilar spiritualitas lainnya adalah mengendalikan ucapan (as-shamtu), menghidupkan malam dengan ibadah dan tafakur (as-saharu), dan membatasi perjumpaan (al-uzlatu). Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)