Tasawuf/Akhlak

Ragam Kezaliman dan Gambaran Balasannya

Sen, 16 Januari 2023 | 11:00 WIB

Ragam Kezaliman dan Gambaran Balasannya

Islam tidak akan pernah membenarkan kezaliman dalam bentuk apapun. (Ilustrasi: NU Online/freepik)

Secara umum, para ulama membagi kezaliman menjadi dua: kezaliman kepada diri sendiri dan kezaliman kepada sesama manusia atau sesama makhluk. Baik kepada diri sendiri maupun kepada sesama makhluk, setiap perbuatan dosa pada hakikatnya adalah perbuatan zalim. 


Kemudian dilihat dari berat dan tidaknya serta kemungkinan diampuninya, kezaliman terbagi menjadi tiga. (1) Kezaliman yang tidak akan diampuni Allah; (2) kezaliman yang akan diampuni Allah; (3) kezaliman yang ditangguhkan oleh Allah. Demikian seperti yang disebutkan oleh Anas bin Malik. (Lihat: Irsyadul-Ibad, halaman 80).        


Kezaliman yang tidak diampuni Allah adalah kesyirikan atau menyekutukan Allah kecuali jika pelakunya bertobat. Kemudian, kezaliman yang akan diampuni Allah adalah kezaliman seorang hamba terhadap dirinya akibat kemaksiatan terhadap tuhannya. Sementara kezaliman yang ditangguhkan Allah adalah kezaliman hamba terhadap hamba yang lain, sehingga menjadi hutang di akhirat jika tidak diselesaikan di dunia.   


Selanjutnya, kezaliman kepada sesama manusia, sebagaimana disebutkan oleh azh-Zhahabi dalam al-Kabair, ada tiga bentuk: (1) kezaliman seorang hamba berupa memakan harta atau hak orang lain secara batil; (2) kezaliman berupa membunuh, memukul, melukai, atau menyakiti secara fisik; (3) kezaliman berupa menghina, mencela, mengutuk, menuduh tak berdasar, dan sebagainya. (Lihat: adz-Dzahabi, al-Kaba’ir, halaman 96).    


Larangan ketiga bentuk kezaliman tersebut telah ditegaskan dalam Al-Quran, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu dengan cara yang batil (tidak benar), kecuali berupa perniagaan atas dasar suka sama suka di antara kamu." Maksud bangkrut di sini adalah amal-amal kebaikannya habis dipasrahkan kepada orang-orang yang dizaliminya. Hal itu sebagaimana hadits yang diriwayatkan at-Tirmidzi dari Abu Hurairah. (Lihat: Irsyadul-Ibad, halaman 80).   


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ هَلْ تَدْرُونَ مَنِ الْمُفْلِسُ؟ ، قَالُوا: الْمُفْلِسُ فِينَا، يَا رَسُولَ اللَّهِ، مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ. قَالَ: إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصِيَامٍ وَصَلَاةٍ وَزَكَاةٍ، وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ عِرْضَ هَذَا، وَقَذَفَ هَذَا، وَأَكَلَ مَالَ هَذَا، فَيُقْعَدُ، فَيَقُصُّ هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يَقْضِيَ مَا عَلَيْهِ مِنَ الْخَطَايَا، أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ، ثُمَّ طُرِحَ  


Artinya: Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Apakah kalian tahu siapakah orang yang muflis (bangkrut)?” Para sahabat menjawab, “Orang yang bangkrut di tengah kami, wahai Rasulullah, adalah orang yang habis dirham dan kekayaannya.” Rasulullah menjelaskan, “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat membawa amal puasa, amal shalat, dan amal zakat. Namun, ia datang setelah mencela kehormatan si ini, menuduh si ini, memakan harta si ini. Akhirnya, ia didudukkan. Si ini dibalas dari kebaikan-kebaikannya. Si itu dibalas dari kebaikan-kebaikannya. Ketika kebaikan-kebaikannya habis sebelum melunasi seluruh kesalahan-kesalahannya, maka kesalahan-kesalahan mereka ditimpakan kepadanya, sampai akhirnya ia dihempaskan ke dalam neraka,” (HR. At-Tirmidzi).  


Kedua, diberi balasan sejenis dengan bentuk kezalimannya. Dalam hadits riwayat Ahmad disebutkan, ketika ada seseorang yang mengambil satu jengkal tanah di dunia, misalnya, maka di akhirat ia akan diberi balasan menggali satu jengkal tanah hingga sampai tujuh lapis bumi. Kemudian, tanah itu dikalungkan kepadanya sampai hari kiamat hingga diputuskan (perkaranya) di antara manusia. Demikian seperti yang disebutkan hadits berikut. 


أَيُّمَا رَجُلٍ ظَلَمَ شِبْرًا مِنَ الْأَرْضِ، كَلَّفَهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ أَنْ يَحْفِرَهُ حَتَّى يَبْلُغَ آخِرَ سَبْعِ أَرَضِينَ، ثُمَّ يُطَوَّقَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ النَّاسِ


Artinya: “Laki-laki mana saja yang menzalimi satu jengkal tanah, maka Allah akan menuntutnya untuk menggali tanah satu jengkal tersebut sampai akhir tujuh lapis bumi hingga hari kiamat dan diputuskan perkaranya di antara manusia,” (HR. Ahmad).  


Ketiga, terancam doa buruk orang yang dizalimi. Ingatlah, orang yang terzalimi termasuk dari tiga golongan yang muistajab doanya, meskipun yang terzalimi itu seorang penjahat atau bukan muslim, sebagaimana sabda Rasulullah saw. melalui sahabat Abu Hurairah: 


وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ، فَإِنَّ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ مُجَابَةٌ


Artinya: “Takutlah terhadap doa orang yang terzalimi, sebab doa yang terzalimi mustajab (cepat terkabul),” (HR. Malik).     


Sementara dua golongan lain yang mustajab doanya, pertama doa orang musafir atau orang tengah perjalanan jauh, dan kedua orang kedua orang tua terhadap anaknya. 


Keempat, tuntutan dan persidangan di padang mahsyar. Di sana, ahli neraka tidak akan masuk neraka dan ahli surga tidak akan masuk surga sebelum dirinya bebas dari berbagai sangkutan, kezaliman, dan hak kepada pihak lain. Seorang penghuni neraka tidak akan masuk neraka selama ia masih memiliki hak pada ahli surga. Begitu pun ahli surga tidak akan masuk surga selama ia masih memiliki hak pada ahli neraka. Hal itu seperti yang digambarkan Rasulullah saw dalam hadits berikut.    


يَحْشُرُ اللَّهُ الْعِبَادَ أَوِ النَّاسَ عُرَاةً غُرْلًا بُهْمًا، قَالَ النَّاسُ: فَمَا بُهْمًا؟ قَالَ: لَيْسَ مَعَهُمْ شَيْءٌ، فَيُنَادِيهِمْ بِصَوْتٍ يُسْمَعُ مِنْ بُعْدٍ كَمَا يُسْمَعُ مِنْ قُرْبٍ، أَنَا الْمَلِكُ، أَنَا الدَّيَّانُ، وَلَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ النَّارِ، أَنْ يَدْخُلَ النَّارَ، وَلَهُ عِنْدَ أَحَدٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَقٌّ، حَتَّى أَقُصَّهُ مِنْهُ، وَلَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ أَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ، وَلِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ النَّارِ عِنْدَهُ حَقٌّ، حَتَّى أَقُصَّهُ مِنْهُ، حَتَّى اللَّطْمَةُ 


Artinya: “Allah mengumpulkan hamba atau manusia dalam keadaan telanjang, belum dikhitan, dan buhman.” Para sahabat bertanya, “Apa maksud dari buhman?” Rasulullah saw menjelaskan, “Tidak membawa apa-apa. Kemudian pada hari itu ada suara menyeru mereka yang terdengar dari jauh, sebagaimana terdengar dari dekat, ‘Aku adalah Sang Raja dan Sang Penguasa. Tidaklah pantas bagi seorang pun bagi ahli neraka untuk masuk neraka, sementara ia masih memiliki hak pada ahli surga. Pun tidak pantas bagi seorang ahli surga untuk masuk surga, sementara ia masih memiliki hak dari ahli neraka, hingga Aku memutus perkaranya, walau bentuk haknya hanya sebuah tamparan.’” (HR. Ahmad).


Pada hari itu, akan disampaikan kepada mereka, “Siapa pun yang masih memiliki hak, maka datanglah kepada pemiliknya.” Bahkan, seorang seseorang terkesan bahagia tatkala masih memiliki hak dari anak atau dari saudaranya. Sebab, pada hari kiamat tidak ada hubungan nasab. Walau semasa di dunia saling kenal, pada hari itu, kondisi mereka tidak lagi saling sapa dan tidak saling tanya. Dalam banyak hadis, juga disebutkan tuntutan di akhirat tidak hanya datang dari sesama hamba, tetapi dari sesama makhluk, seperti hewan yang pernah disiksa atau dianiaya. (Lihat: Ibnu Hajar, Fathul Bari, juz XIII, halaman 457).  


Dosa apa pun yang dikehendaki, Allah ampuni dan dosa apa pun yang tidak dikehendaki, Allah biarkan hingga perkaranya diputuskan. Tidak ada seorang pun yang dizalimi pada saat itu. Sebab, setiap hak diberikan kepada pemiliknya. Semua kebaikan dan kezaliman dibalas dengan adil. Tidak ada kebaikan dan kezaliman yang terlupakan. Pantas Allah berfirman dalam Al-Quran, Janganlah sekali-kali engkau mengira bahwa Allah lengah terhadap apa yang orang-orang zalim perbuat. Sesungguhnya Dia menangguhkan mereka sampai hari ketika mata (mereka) terbelalak, (QS. Ibrahim [14] 43). Wallahu ‘alam.


Ustadz M. Tatam Wijaya, Penyuluh dan Petugas KUA Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat.