Tiga Kunci Keindahan Paras Batin menurut Imam al-Ghazali
Selasa, 26 Mei 2020 | 05:00 WIB
Paras hati menjadi indah jika didukung dengan kebersihan jiwa dari kebodohan, pelit, dengki, dan sifat-sifat buruk sejenis.
Ahmad Mundzir
Kolomnis
Mungkin saja ada yang bertanya, “Apa sih arti keindahan paras batin itu?” Setiap orang berpeluang merasakan sesuatu yang tidak bisa ditangkap lima panca indra. Bagaimana seorang Muslim bisa merasakan cinta kepada para nabi, ulama dan sahabat, sedangkan secara fisik, mereka tidak pernah saling bertemu? Contoh sejenisnya adalah: sama-sama ada pemimpin, yang satu adil, bijak bestari, pemberani, sayang kepada rakyatnya; yang lainnya zalim, pandir, dan pemarah; secara akal sehat manakah yang akan kita sukai? Tentu pemimpin yang pertama. Semua perasaan itu tak terindra.
Ketika dikisahkan tentang kejujuran Abu Bakar, strategi yang dimiliki Umar, kedermawanan Utsman, dan keberanian Ali, seseorang tentu akan menyukai para sahabat Nabi ini. Jelas bukan sebab ketampanan wajah mereka—karena kita belum pernah bertemu dengan mereka. Seumpama sudah bertemu sekali pun, ketampanan wajah bukan menjadi tolok ukurnya, melainkan keindahan paras batin mereka. Kondisi serupa juga terjadi pada bagusnya akhlak Nabi Muhammad. Seandainya mau jujur dan berterus terang, para pembenci beliau pun sebenarnya mengakui keluhuran budi Nabi. Hanya saja, kesombongan dan iri hati menyumbat pengakuan tersebut.
Kisah di atas adalah contoh keindahan paras batin. Imam Ghazali dalam kitabnya Al-Arbain fi Ushulid Dîn menjelaskan, ada tiga kriteria yang perlu dipenuhi seseorang sehingga mereka bisa mendapatkan keindahan paras batin, yaitu ilmu, kemampuan, dan kebersihan hati dari aneka cacat.
Pertama, ilmu. Maksudnya, orang yang ingin mendapatkan keindahan paras batin perlu mempunyai keilmuan yang cukup tentang Allah, malaikat, rasul, kitab Allah, keajaiban-keajaiban kerajaan Allah dan ilmu-ilmu yang dibawakan oleh Nabi secara detail
Kedua, kemampuan. Seseorang harus mampu mengalahkan diri sendiri dengan memecahkan syahwat, keinginan-keinginan nafsunya, lalu membawanya ke jalan lurus, juga mampu membawa hamba-hamba yang berada di sekitarnya dengan trik jitu sehingga mereka menapakai jalan yang lurus.
Ketiga, kebersihan hati. Paras hati menjadi indah jika didukung dengan kebersihan jiwa dari kebodohan, pelit, dengki, dan sifat-sifat buruk sejenis. Kemampuan menggabungkan antara kesempurnaan ilmu, kemampuan, dengan dibarengi akhlak yang baik, merupakan kunci keindahan paras batin. Tiga kriteria tersebut merupakan sesuatu yang tidak dimiliki oleh hewan.
Jika Anda bisa mencintai ketiga sifat di atas, lalu Anda bisa melihat sosok Nabi Muhammad yang mempunyai ketiga sifat tersebut secara komplet, maka cinta Anda kepada Nabi Muhammad merupakan cinta yang naluriyah (dharuri). Setelah bisa mencintai Nabi Muhammad secara naluriah. Kita kemudian bisa melihat bahwa semua sifat Nabi Muhammad diciptakan oleh Allah ta’ala. Dengan demikiain, kita menjadi tahu, jika Nabi Muhammad saja yang diciptakan Allah bisa sesempurna ini, berikutnya kita akan menjadi tahu bahwa betapa sempurnanya Allah subhanahu wa ta’ala.
Ustadz Ahmad Mundzir, pengajar di Pesantren Raudhatul Qur’an an-Nasimiyyyah, kota Semarang
Terpopuler
1
GP Ansor DIY Angkat Penjual Es Teh Sunhaji Jadi Anggota Kehormatan Banser
2
GP Ansor Jatim Ingin Berangkatkan Umrah Bapak Penjual Es Teh yang Viral dalam Pengajian Gus Miftah
3
Gus Miftah Sambangi Kediaman Bapak Penjual Es Teh untuk Minta Maaf
4
LD PBNU Ingatkan Etika dan Guyon dalam Berdakwah, Tak Perlu Terjebak Reaksi Spontan
5
PBNU Tunjuk Ali Masykur Musa Jadi Ketua Pelaksana Kongres JATMAN 2024
6
Respons Pergunu soal Wacana Guru ASN Bisa Mengajar di Sekolah Swasta
Terkini
Lihat Semua