Tasawuf/Akhlak

Waspadai Pilih Komunitas di Tengah Modernitas

Sen, 2 Januari 2023 | 08:00 WIB

Waspadai Pilih Komunitas di Tengah Modernitas

Waspada memilih komunitas.

Bicara modernitas sama artinya membicarakan kemajuan teknologi, termasuk teknologi informasi. Teknologi Informasi atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Information technology (IT) adalah istilah umum untuk teknologi apa pun yang membantu manusia dalam membuat, mengubah, menyimpan, mengomunikasikan dan/atau menyebarkan informasi, sebagaimana keterangan di laman Wikipedia.
 

 

Cari Komunitas Melalui IT

IT menampilkan wajah dunia seperti tanah lapang yang bisa dijangkau oleh siapapun sebebas bebasnya. Berdasarkan fungsinya, IT tidak jauh berbeda dengan pisau, bisa menjadi sumber keuntungan jika tepat guna, namun juga bisa menjadi sumber petaka bagi yang tidak bisa memanfaatkan dengan sebenarnya. Salah satu manfaat kemajuan teknologi adalah kemudahan bersilaturahim, menyambung persaudaraan, membuat komunitas-komunitas baru, dan sebagainya. Kemudahan ini agaknya juga harus diwaspadai, terutama dalam memilah dan memilih komunitas.


 

 

Cara Memilih Komunitas Perspektif Syekh Zarnuji   

Syekh Zarnuji dalam karyanya yang sangat fenomenal mensyaratkan memilih teman sebagai berikut:
 


وَأَمَّا اخْتِيَارُ الشَّرِيْكِ، فَيَنْبَغِى أَنْ يَخْتَارَ المُجِدَّ وَالْوَرِعَ وَصَاحِبَ الطَّبْعِ الْمُسْتَقِيْمِ الْمُتَفَهِمِ، وَيَفِرَّ مِنَ الْكَسْلَانِ وَالْمُعْطِلِ وَالْمِكْثَارِوَالْمُفْسِدِ وَالْفِتَانِ

 

Artinya: “Berkaitan dengan memilih teman, sebaiknya memilih teman yang memiliki kesungguhan (tekun), menjaga dari hal terlarang, jujur, mudah memahami persoalan, dan menjauh dari para pemalas, pengangguran, suka berbuat onar dan menfitnah.” (Az-Zarnuji, Ta’lim Al-Muta’allim,[Semarang: Toha Putra], halaman 15).
 


Jika dicermati, potongan nasihat Syekh Zarnuji menyebutkan bahwa sebelum memilih teman hendaknya memperhatikan karakter demi karakter mereka, sehingga nantinya dapat membawa manfaat, bukan sebaliknya.

 

Di antara tipe teman yang dipilih adalah mereka yang tekun, wara', bertabiat jujur serta mudah memahami masalah, bukan pemalas, pengangguran, banyak bicara, suka mengacau dan gemar memfitnah. Lebih-lebih di era modern seperti sekarang, mudah sekali menemui berbagai karakter yang tidak semuanya dapat menjadi teladan baik.
 

 

8 Nasihat Memilih Komuni​​​​​​tas​​​​​​​

Penting juga menilik nasihat Syekh Abut Thayyib sebagaimana dikutif Syekh Nawawi dalam memilih komunitas. Karena menurtanya, setiap komunitas yang dipilih memiliki konsekuensi masing-masing.


قال أبو الطيب من جلس مع ثمانية أصناف زاده الله  ثمانية أشياء: من جلس مع الأغياء زاده الله  حب الدنيا والرغبة فيها ومن جلس مع الفقراء حصل له الشكر والرضا بقسمة الله تعالى ومن جلس مع السلطان زاده الله القسوة والكبر ومن جلس مع النساء زاده الله الجهل والشهوة ومن جلس مع الصبيان إزداد من اللغو ومن جلس مع الفساق إزداد من من الجراءة على الذنوب وتسويف التوبة ومن جلس مع الصالحين إزداد رغبة فى الطاعة ومن جلس مع العلماء إزداد من العلم والعمل

 

Artin​​​​​ya, “Syekh Abut Thayyib berkata! “Barangsiapa duduk (berkumpul) bersama delapan golongan maka Allah akan menambahkan delapan perkara. Barangsiapa duduk bersama orang-orang kaya, maka Allah akan menambahkannya kecintaan pada dunia. Barangsiapa duduk bersama orang-orang fakir, maka akan mendatangkan rasa syukur dan ridha atas pemberian Allah. Barangsiapa duduk bersama dengan pemimpin, maka Allah akan menambahkan kerasnya hati dan sombong. Barangsiapa duduk bersama para wanita, maka Allah akan menambah kebodohannya dan hawa nafsu. Barangsiapa duduk bersama anak-anak, maka ia lebih banyak bermain-main. Barangsiapa duduk bersama orang-orang fasik, maka ia akan mudah meremehkan dosa dan menunda-nunda tobat. Barangsiapa duduk bersama orang-orang saleh, maka tambahlah kecintaannya pada ketaatan. Barangsiapa duduk bersama ulama, maka akan bertambahlah ilmu dan amalnya.” (Muhammad Nawawi  Ibn Umar Al-Jawi, Syarah Nashaih Al-‘Ibad, [Semarang: Al-‘Alawiyah], halaman 23-24).
 


Secara numerik penjelasan​​​​​​​ Syekh Abut Thayyib tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:
 

 
  1. barangsiapa gemar berkumpul bersama orang-orang kaya, maka Allah akan menambahkan kecintaannya pada dunia;
  2. barangsiapa berkumpul dengan orang-orang fakir maka baginya ada pelajaran tentang syukur dan rida dengan segala kepastian Allah; 
  3. barangsiapa yang hobi bersama para pejabat maka Allah menjadikan hatinya keras lagi sombong;
  4. barangsiapa yang suka berkumpul dengan lawan jenis, maka Allah akan menjadikannya bodoh dan dikuasai keinginan (syahwat)
  5. barang siapa yang suka berkumpul bersama anak-anak, maka ia akan lebih banyak bermain;
  6. barangsiapa berkumpul bersama orang-orang fasik, maka mudah baginya berbuat dosa dan menunda-nunda tobat;
  7. barangsiapa suka berkumpul dengan orang-orang saleh, maka akan menambah kecintaannya dalam hal ketaatan kepada Allah; dan
  8. barangsiapa berteman dengan orang-orang berilmu, maka baginya tambahan ilmu dan amal baik. (Nawawi Al-Jawi, Syarah Nashaih Al-‘Ibad, halaman 23-24).
 

Rumusan Syekh Abut Thayyib tersebut bisa jadi berdasarkan hasil pengamatan dan pengalamannya, atau berupa analisis logis hubungan saling mempengaruhi antara satu dengan lainnya. Satu hal yang pasti, perspektif yang digunakan Syekh Abut Thayyib adalah pendekatan tasawuf dan lebih pada tasawuf tradisional. Dengan pendekatan inilah akhirnya terbentuk sebuah identitas; orang kaya (cinta dunia), fakir (sabar, rida, menerima takdir), pejabat (lebih mulia, menguasai, sombong), lawan jenis (kemaksiatan), anak-anak (bermain), orang-orang fasik (ketidakpatuhan), orang saleh (ketaatan), dan ulama (berilmu).

 

Kesannya, jika berkumpul dengan orang kaya, pejabat, lawan jenis, anak-anak dan orang-orang fasik akan membawa dampak negatif karena pengaruh dari mereka. Sementara berkumpul dengan orang-orang fakir, orang saleh dan alim akan membawa dampak positif.
 

 

Pen​​​​​​​dekatan​​​​​​​ Tasawuf Progresif dalam Memilih Komunitas

Pertanyaannya yang muncul adalah apakah hal ini masih relevan, jika dijadikan rujukan kehidupan sekarang ini? Jika umat Islam berada pada garis kemiskinan, bagaimana mungkin bisa berhaji, umrah, sedekah, membangun tempat-tempat ibadah, tempat pendidikan agama dan sebagainya? Jika tidak bersama orang-orang fasik, lantas siapa yang akan menuntunnya pada jalan yang benar? Demikian​​​​​​ seterusnya.
 


Tentu tidak benar jika mengatakan bahwa pernyataan Syekh Abut Thayyib tidak relevan. Namun nampaknya perlu adanya reinterpretasi sesuai dengan kebutuhan saat ini. Kalaupun sama-sama menggunakan pendekatan tasawuf, setidaknya tasawuf progresif, sosial, kontemporer, atau istilah lain yang lebih berorientasi dunia dan akhirat secara bersama.
 

 

Sebagai gambaran sederhana, jika berteman dengan orang kaya dengan satu maksud meningkatkan perekonmian bangsa dan agama, tentu hal ini adalah satu kebaikan. Berkumpul dengan lawan jenis dalam sebuah kajian ilmiah keagamaan rasanya juga bukan suatu larangan. Bersama-sama dengan orang-rang fasik karena ada nilai dakwah juga diperlukan.
 

 

Sebaliknya, berkawan dengan orang-rang fakir tidak menutup kemungkinan menyebabkan lemahnya etos kerja, melunturkan jiwa kompetitip, dan menciptakan karakter pesimis. Berteman dengan orang-orang saleh dan alim bisa jadi tidak mendapatkan ilmu dan kebaikan, namun hanya mencari popularitas lewat nama besar mereka. 

 

Masalah utamanya adalah bukan dengan siapa kita berteman, namun apa tujuan dan bagaiamana cara berteman. Kapan sebuah pertemanan harus dilanjutkan dan kapan harus diakhiri. Karena pada dasarnya hidup ini adalah untuk saling mengenal, saling tolong menolong, atas dasar kesamaan di hadapan sang pencipta, sebagai makhluk-Nya. Wallahu a'lam.

 

Ustadz Jaenuri, S.Pd.I., M.Pd.I., Dosen Universitas Nahdlatul Ulama, Instruktur LTQ an-Nashru Surakarta dan Pengelola PPTQ Sa’adatu Darain Klaten Jawa Tengah