5 Kiat Menjadi Istri Salehah sekaligus Wanita Karier
Jumat, 8 Agustus 2025 | 15:00 WIB
Dunia terus berubah, teknologi makin berkembang, dan peran sosial semakin kompleks. Di tengah kondisi tersebut, banyak perempuan, termasuk yang telah bersuami, memilih untuk berkarya di ruang publik. Menjadi guru, perawat, dosen, pengusaha, pejabat, dan sejumlah profesi lainnya. Mereka tak hanya menjadi pengatur rumah tangga, tetapi juga turut ambil bagian dalam membangun masyarakat.
Lalu muncul pertanyaan: Mungkinkah seorang istri tetap menjadi sosok yang salehah sekaligus aktif sebagai wanita karier? Jawabannya tentu sangat mungkin asalkan dijalani dengan niat yang lurus, adab yang terjaga, dan tetap berpegang teguh pada syariat Islam.
Berikut ini adalah 5 kiat menjadi istri salehah sekaligus wanita karier:
1. Menjaga rambu-rambu syariat
Islam tidak pernah membelenggu perempuan hanya saja memberi rambu-rambu agar perempuan tetap mulia di mana pun ia berada. Allah berfirman dalam surat Al-Ahzab ayat 33:
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَىٰ
Artinya: “Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah dahulu.”
Ayat ini sering disalahpahami sebagai larangan perempuan keluar rumah. Padahal, menurut Imam al-Qurthubi:
فمعنى هذه الآية الأمر بلزوم البيت، وإن كان الخطاب لنساء النبي ﷺ فإن سائر النساء داخلات فيه بالمعنى
Artinya: "Makna ayat ini adalah perintah untuk menetap di rumah. Meskipun ayat ini ditujukan kepada istri-istri Nabi SAW, perempuan lain juga termasuk di dalamnya secara makna." (Imam Al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, [Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1993], juz 14, hal. 179)
Maksudnya, keluar rumah boleh asal punya tujuan syar’i, bukan untuk bersolek di hadapan publik atau mengikuti gaya hidup hedonis. Selebihnya, perempuan tetap diberi ruang untuk menuntut ilmu, berdakwah, bekerja, bahkan memimpin jika sesuai kapasitas dan adab Islam.
2. Taat pada suami
Seorang istri salehah adalah perhiasan dunia yang tak tergantikan. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah Saw dalam hadits:
الدُّنْيَا مَتَاعٌ، وَخَيْرُ مَتَاعِهَا الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
Artinya: “Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah perempuan yang salehah.” (HR. Muslim)
Istri yang salehah adalah sumber kebahagiaan. Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, Imam al-Ghazali menggambarkan betapa mulianya kedudukan suami di hadapan istri:
فأما حق الزوج على المرأة فأعظم الحقوق، بل لو أمر الله سبحانه وتعالى أحداً أن يسجد لأحد لأمر المرأة أن تسجد لزوجها
Artinya: “Hak suami atas istrinya adalah hak yang paling agung. Bahkan jika Allah mengizinkan seseorang sujud kepada selain-Nya, pasti Dia akan memerintahkan istri sujud kepada suaminya.” (Imam Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulumuddin, [Beirut: Dar al-Ma‘rifah, tt], juz 2, hal. 65)
Maka, dalam aktivitas apa pun, termasuk bekerja, prioritas utama seorang istri adalah menjaga hubungan dengan suaminya, baik dalam ketaatan, kehormatan, maupun pelayanan lahir dan batin.
3. Mendapat izin suami
Izin suami bukan sekadar etika tapi bagian dari syariat. Dalam mazhab Syafi’i, seorang istri tidak dibenarkan keluar rumah tanpa izin suami, kecuali untuk hal darurat.
ولا يجوز لها الخروج من المنزل إلا بإذنه
Artinya: “Tidak halal bagi seorang istri keluar dari rumah kecuali dengan izin suaminya.” (Imam Nawawi, Raudhah al-Thalibin, [Beirut: Dar al-Minhaj, 2003], juz 5, hal. 435)
Poin ini penting untuk diperhatikan oleh para wanita karier. Apapun pekerjaannya, mulailah dengan izin suami, karena rida Allah bergantung pada rida suami dalam hal-hal yang menjadi haknya.
4. Bekerja karena Allah
Bekerja adalah bagian dari ibadah jika niatnya lurus karena Allah dan bisa membawa manfaat. Islam mengajarkan bahwa amal yang paling dicintai Allah bukan hanya berdasarkan kuantitas, tapi juga kualitas yaitu konsisten dan membawa manfaat.
أفضل الأعمال ما داوم عليه صاحبه وإن قل، وكان نفعه متعدياً إلى الغير
Artinya: “Amal terbaik adalah yang dilakukan secara konsisten, walau sedikit, dan memberi manfaat kepada orang lain.” (Ibnu Qudamah, Mukhtashar Minhaj al-Qashidin, [Beirut: Dar Ibn Katsir, 2005], hal. 27)
Maka perempuan yang bekerja untuk menafkahi orang tuanya, membantu suami, membayar pendidikan anak, atau membangun ekonomi umat, bisa bernilai ibadah asalkan halal, amanah, dan diniatkan karena Allah.
5. Menjaga kehormatan
Menjaga adab dan kehormatan di ruang publik merupakan kunci harga diri seorang muslimah. Perempuan yang bekerja harus bisa menjaga adab, menutup aurat, bersikap profesional, dan menjaga kehormatan dalam interaksi sosial. Imam Ibnu Hajar al-Haitami mewanti-wanti:
ومن الكبائر تبرج النساء وخضوعهن بالقول ومخالطتهن للرجال الأجانب بدون ضرورة
Artina: “Termasuk dosa besar adalah perempuan yang bertabarruj, berbicara dengan lembut menggoda, dan bercampur bebas dengan laki-laki asing tanpa kebutuhan syar’i.” (Ibnu Hajar al-Haitami, Az-Zawajir ‘an Iqtiraf al-Kaba’ir, [Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1987], juz 2, hal. 81)
Dengan 5 kiat ini, seorang wanita bisa menapaki karier dengan penuh kehormatan tanpa mengorbankan jati diri sebagai istri muslimah.
Belajar dari Sayyidah Khadijah dan Aisyah
Sayyidah Khadijah Ra adalah contoh agung perempuan mandiri. Seorang pebisnis sukses, kaya raya, namun tetap menjadi istri yang penuh cinta dan dukungan terhadap Rasulullah Saw. Begitu pun dengan Sayyidah Aisyah Ra, dia adalah seorang ahli ilmu, cendekia perempuan, rujukan para sahabat, sekaligus istri yang cerdas dan lembut.
Kedua istri Nabi ini membuktikan bahwa peran rumah dan peran publik bukan dua hal yang harus dipertentangkan, tapi bisa saling menguatkan jika dilandasi iman dan adab sehingga bisa menjadi cahaya di rumah sekaligus bermanfaat di masyarakat.
Menjadi istri salehah dan wanita karier bukanlah kutub yang saling meniadakan. Perempuan bisa menjadi cahaya penerang dalam rumah tangga dan juga sumber keberkahan bagi masyarakat luas. Islam memuliakan perempuan yang bertakwa, apapun perannya.
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ، وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
Artinya: “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik kepada keluarganya, dan aku adalah yang terbaik kepada keluargaku.” (HR. Tirmidzi)
Maka, perempuan yang bekerja karena Allah, menjaga adab, taat kepada suami, dan tetap memprioritaskan keluarganya, adalah perempuan yang luar biasa.
Walhasil, Islam memberi ruang bagi perempuan untuk menjalankan peran ganda, sebagai istri yang salehah dan sebagai wanita karier. Keduanya bukanlah peran yang saling bertentangan, selama dijalankan dengan niat yang benar, adab yang terjaga, dan tetap dalam koridor syariat.
Seorang istri tetap bisa berkarya dan berkontribusi di ruang publik, dengan syarat utama menjaga ketaatan kepada Allah dan suaminya, mendapatkan izin suami, menjaga kehormatan diri, serta menghindari pergaulan bebas dan sikap yang tidak sesuai syariat. Perempuan yang mampu menyeimbangkan keduanya dengan ikhlas karena Allah adalah anugerah besar bagi keluarga, agama, dan bangsa. Wallahu a‘lam.
Ustadz H. Moh. Zainal Abidin, Wakil Rois Syuriyah PCNU Surakarta, Pengajar PP Al-Muayyad Surakarta.