Bahtsul Masail

Hukum Jasa Parkir Tanpa Izin di Lahan Milik Orang Lain

Ahad, 10 Desember 2023 | 16:00 WIB

Hukum Jasa Parkir Tanpa Izin di Lahan Milik Orang Lain

Ilustrasi: macet - mobil - perjalanan (freepik)

Assalamu’alaikum wr. wb. Yang terhormat Pengasuh kanal Bahtsul Masail NU Online. Izin bertanya, “Bagaimana hukum tukang parkir yang memakai lahan orang lain tanpa izin?” Terimakasih. 

 

Jawaban

Wa'alaikum salam wr. wb. Penanya yang budiman, semoga Allah merahmati kita semua. Dalam Islam, jasa parkir dimasukkan dalam konsep penitipan barang atau disebut juga dengan hukum wadi’ah.  Hal ini karena sang juru parkir diberikan amanah untuk menjaga mobil dan kendaran lainnya yang dititipkan sebaik mungkin. Selain itu, sang juru parkir juga harus mengganti rugi bila tidak menjaga kendaraan yang dititipkan.
 

(والوديعة أمانة) في يد الوديع (وعليه) الوديع (أن يحفظها في حرز مثلها) فإن لم يفعل ضمن
 

Artinya, “Dan penitipan barang adalah amanah di tangan orang yang diberi titipan barang, dan ia harus menjaga barang titipan dengan penjagaan semestinya. Apabila ia tidak melakukannya maka harus mengganti rugi”.(Muhammad bin Qasim Al-Ghazi, Fathul Qarib ​​​​​​​,[Dar Ibnu Hazm Beirut: 2005], halaman 213).
 

Adapun juru parkir yang mengambil tarif parkir dalam akad wadi’ah diperbolehkan menurut Syekh Wahbah Az-Zuhaili dengan syarat barang titipan tersebut membutuhkan tempat khusus untuk menyimpannya, sehingga tarif parkir dianggap sebagai biaya sewa tempat penyimpanan.
 

رابعاً طلب الأجرة على حفظ الوديعة: إذا طلب الوديع أجرة على حفظ الوديعة، لم يكن له ذلك، إلا أن تكون مما يشغل منزله، فله كراؤه
 

Artinya, “Keempat, meminta upah atas menjaga barang titipan: ketika wadi’ meminta upah atas menjaga harta, ia tidak boleh berbuat demikian kecuali barang tersebut memenuhi tempatnya (orang yang diberi titipan barang) maka ia boleh mengambil upah (dengan akad sewa tempat)”. (Wahbah Az-Zuhaili ​​​​​, Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, [Damaskus, Dar Fikr ​​​​​​: 1999], juz V, halaman 4033).
 

Terlihat di sini, Syekh Wahbah berhati-hati dalam permasalahan ini karena pada dasarnya wadi’ah adalah perbuatan tabarru’atau berbuat baik tanpa meminta imbalan. Seandainya akad wadi’ah mensyaratkan adanya upah, maka ia akan berubah dari akad wadi’ah menjadi akad ijarah (sewa).  Padahal, bila dimasukkan ke dalam akad ijarah akan terhalang dengan harus adanya kriteria jangka waktu penyewaan yang disepakati (muddah) ataupun pekerjaan yang tertentu dan memiliki hasil yang jelas (‘amal muayyan).
 

Karena itu, solusinya adalah mengambil pendapat sebagian kalangan ulama Syafi’iyyah yang membolehkan mengambil upah sebagai ganti penjagaan juga penyimpanan barang titipan.
 

وقضيته أن له أن يأخذ أجرة الحفظ كما يأخذ أجرة الحرز وهو كذالك كما هو ظاهر كلام الأصحاب خلافا للفاروقي وابن أبي عصرون
 

Artinya, “Dan permasalahannya adalah orang yang diberi titipan barang boleh mengambil upah menjaga barang titipan. Ia juga boleh mengambil upah menyimpan barang titipan. Hal ini sebagaimana lahiriah pendapat Al-Ashab (murid-murid imam Syafi’i). Berbeda dengan pendapat Al-Faruqi dan Ibnu Abi ‘Ashrun.” (Syamsuddin Ar-Ramli, Nihayahtul Muhtaj, [Beirut​​​​​​, Darul Fikr: 1984], juz VI, halaman 111).

 

Adapun status menarik tarif parkir pada lahan orang lain tanpa izin ataupun menarik lebih dari tarif yang ditetapkan peraturan pemerintah adalah haram dan termasuk dosa besar. Hal ini termasuk dalam kategori muksu (pungutan liar) yang dilarang oleh Rasulullah saw.
 

قَالَ رسول الله لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ صَاحِبُ مَكْسٍ

 

Artinya, "Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah masuk surga orang yang menarik pungutan liar”.(HR Abu Dawud). 
 

Dalam hadits ini, Imam an-Nawawi berkomentar:
 

أَنَّ الْمَكْس مِنْ أَقْبَح الْمَعَاصِي وَالذُّنُوب الْمُوبِقَات ، وَذَلِكَ لِكَثْرَةِ مُطَالَبَات النَّاس لَهُ وَظِلَامَاتهمْ عِنْده ، وَتَكَرُّر ذَلِكَ مِنْهُ وَانْتِهَاكه لِلنَّاسِ وَأَخْذ أَمْوَالهمْ بِغَيْرِ حَقّهَا وَصَرْفهَا فِي غَيْر وَجْههَا
 

Artinya, “Menarik pungutan liar adalah paling buruknya maksiat dan dosa yang menghancurkan. Hal ini karena banyaknya meminta-minta pada masyarakat dan menganiaya mereka. Ini terjadi berulang-ulang dan merusak masyarakat, mengambil harta mereka tanpa hak dan mengalokasikan harta bukan pada tempatnya.” (Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, [Beirut​​​​, Dar Ihya Turats: 2003], juz XI, halaman 203).
 

Walhasil, dari uraian di atas dapat kita pahami beberapa poin penting yaitu:

  1. Jasa parkir adalah akad wadi’ah (titipan) yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Tukang parkir dikenai kewajiban ganti rugi bila ia tidak menjalankan tugasnya dengan semestinya.
  2. Tarikan jasa parkir pada lahan orang lain tanpa izin ataupun menarik tarif yang melebihi ketetapan pemerintah daerah adalah ilegal. Perbuatan ini termasuk pungutan liar yang diharamkan.


Demikian jawaban kami, semoga bisa dipahami secara baik. Kami terbuka menerima saran dan masukan. Terima kasih. Wallahu a’lam.

 

Ustadz Muhammad Tholchah Al-Fayyadl, Mahasiswa Universitas Al-Azhar Kairo Mesir